Memulai Adalah Hal Berat
Segala sesuatu itu bermula dari tiada. Kemudian berproses menjadi ada setelah sekian waktu berselang. Proses itu ada yang sebentar, ada pula yang memakan waktu cukup lama. Tetapi hal tersebut tidak berlaku untuk Tuhan, sebab Dia yang mengatur, mengadakan, atau meniadakan segala sesuatunya.
Hal itu sama pada proses kebaikan. Harus dimulai, dijaga, dan diwariskan dengan baik. Sehingga kebaikan itu kekal adanya. Mustahil kebaikan itu ada, tanpa proses panjang.
Seperti pohon yang terus berbuah sepanjang tahun. Dulu, pasti seseorang menanamnya. Kemudian menjaga dengan kesabaran, merawat dengan keikhlasan, hingga berbuah lebat dan dinikmati banyak orang.
Bilamana manusia tiada pernah menanam pohon dibelakang rumahnya, mustahil ada buah yang dapat dinikmati anak cucu. Bilamana manusia tiada menanam kebaikan, Â mustahil ada kebaikan yang dituai generasi penerus.
Sekarang, semua hal ada di dunia. Kebaikan, keburukan, atau wujud dari keduanya dalam dunia nyata, semua ada dan tersedia. Manusia tinggal mengambil satu diantara keduanya, atau bahkan mencampur keduanya.
Tetapi, yang dibutuhkan dunia adalah kebaikan yang hakiki. Bukan kejahatan original, atau kebaikan yang membungkus kejahatan secara terorganisir.
Seperti seorang pelajar yang hendak menuai nilai tinggi. Tiada mungkin dapat diraih tanpa memeras keringat dalam belajar, atau berpeluh dalam menghafal. Ada ikhtiar zahir yang menyertai perjuangan dan hasilnya.
Kini, memulai kebaikan tidak seperti kisah para nabi terdahulu, yang dimusuhi sekian banyak manusia. Kebaikan yang dimulai adalah kebaikan yang telah dilakukan oleh orang banyak. Orientasinya adalah untuk diri sendiri.
Memberikan kebaikan kepada hati adalah bentuk kepedulian jiwa terhadap segenap raga.
Sekarang, mulailah kebaikan itu, atau menyesal akan menyelimuti sanubari yang suci.