Buku merupakan jendela dunia, yang menjadi wasilah siswa untuk belajar. Dalam ranah yang lebih sempit, buku disimbolkan sebagai sumber belajar siswa. Ada banyak ragam buku yang digunakan dalam proses belajar, diantaranya buku paket, buku tulis, belum lagi buku kerja siswa berupa LKS dan buku penunjang lainnya. Tulisan ini mengkritisi budaya membawa buku yang sudah lama terjadi di Indonesia.
Setiap hari sekolah, siswa membawa semua buku di atas, sesuai muatan pelajaran, dengan sebuah ransel, atau orang lebih senang menyebutnya tas. Bisa dibayangkan betapa beratnya tas yang dibawa siswa setiap hari. Ini bukan hanya bisa dibayangkan, tapi juga mengingat kembali masa sekolah dahulu yang kasusnya masih terjadi sekarang. Beberapa hari berselang, penulis juga mencoba mengangkat tas siswa saat di sekolah. Ternyata memang berat. Setelah dibuka, banyak sekali buku yang dibawanya.
Apabila siswa ke sekolah dengan membawa tas berat itu secara terus menerus, besar kemungkinannya mereka akan mengalami gangguan pada punggung maupun tulang belakang.Â
Karena itu, penulis menawarkan beberapa opsi yang boleh jadi mudah diterapkan di satuan pendidikan maupun pribadi siswa, diantaranya sebagai berikut:
1. Digitalisasi Sumber Belajar
Sudah menjadi waktunya bagi penyedia layanan pendidikan untuk mengalihkan cara mengakses sumber belajar dari konvensional ke digital. Efisiensi penggunaan kertas sebagai opsi peduli terhadap lingkungan juga agar siswa tidak perlu membeli dan membawa buku yang berat tersebut. Buku digital sebenarnya sangat mudah dibawa serta hemat tempat karena berbentuk file. Seiring berkembangnya waktu, buku digital mulai banyak digunakan pada tingkat satuan pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Hanya saja akses untuk siswanya masih sedikit. Hal ini boleh jadi dilatarbelakangi oleh keterbatasan akses buku digital. Â
2. Pengadaan Loker Siswa
Jika digitalisasi sumber belajar dirasa mahal, kiranya perlu pengadaan loker siswa yang sifatnya personal. Sehingga buku-buku yang berat itu disimpan di loker saja, tak perlu dibawa pulang pergi ke sekolah.Â
3. Penyederhanaan Buku Pelajaran
Jujur, buku anak-anak itu tebal, ntah isinya relate atau tidak. Pihak sekolah kadang tidak melakukan kajian perihal isinya. Pun bagi penerbit, buku yang tebal lebih kepada marketing saja.Â
Biarlah buku itu sederhana, karena nanti gurunya yang memberikan pengayaan secara massif.Â