Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masih menjadi isu yang memprihatinkan di Indonesia. Meskipun negara telah menjamin perlindungan HAM melalui berbagai peraturan perundang-undangan, kasus pelanggaran HAM masih kerap terjadi di lingkungan masyarakat. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjadi landasan yuridis utama dalam upaya perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia. Undang-undang ini menegaskan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Selain itu, Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia juga menjadi tonggak penting dalam penegakan HAM di Indonesia.
Secara teoritis, pemahaman tentang HAM telah berkembang sejak lama. Menurut John Locke, seorang filsuf Inggris abad ke-17, HAM merupakan hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Teori ini menegaskan bahwa HAM bukan pemberian negara atau penguasa, melainkan melekat pada setiap individu sejak lahir. Sementara itu, ahli hukum Indonesia Muladi menekankan bahwa perlindungan HAM merupakan kewajiban negara, bukan hanya sebagai kewajiban moral, melainkan juga kewajiban hukum.
Data dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menunjukkan bahwa kasus pelanggaran HAM di Indonesia masih cukup tinggi. Pada tahun 2023, Komnas HAM mencatat lebih dari 3.000 pengaduan pelanggaran HAM yang meliputi berbagai aspek, mulai dari hak atas keadilan, hak atas kesejahteraan, hingga hak atas rasa aman. Secara khusus, kasus diskriminasi dan intoleransi di masyarakat masih menjadi permasalahan yang perlu mendapat perhatian serius. Beberapa kelompok minoritas, baik dari segi agama, etnis, maupun orientasi seksual, masih sering mengalami perlakuan diskriminatif di lingkungan sosial mereka.
Untuk mencegah aksi pelanggaran HAM di lingkungan masyarakat, diperlukan upaya komprehensif yang melibatkan berbagai pihak. Salah satu langkah penting adalah meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang HAM melalui pendidikan dan sosialisasi yang intensif. Pemerintah, bekerja sama dengan lembaga pendidikan dan organisasi masyarakat sipil, perlu mengembangkan kurikulum dan program-program edukasi yang menekankan pentingnya penghormatan terhadap HAM dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pemahaman yang baik, diharapkan masyarakat dapat menjadi garda terdepan dalam mencegah pelanggaran HAM di lingkungan mereka.
Selain itu, penguatan peran lembaga-lembaga penegak HAM seperti Komnas HAM dan lembaga bantuan hukum juga sangat penting. Lembaga-lembaga ini perlu diberi kewenangan yang lebih luas dan dukungan sumber daya yang memadai untuk dapat menjalankan fungsinya secara efektif. Mereka tidak hanya berperan dalam menangani kasus-kasus pelanggaran HAM, tetapi juga harus aktif melakukan upaya pencegahan melalui pemantauan, investigasi, dan advokasi kebijakan yang berpihak pada perlindungan HAM.
Penegakan hukum yang tegas dan konsisten terhadap pelaku pelanggaran HAM juga merupakan faktor kunci dalam upaya pencegahan. Aparat penegak hukum harus bertindak tanpa pandang bulu dalam menindak setiap bentuk pelanggaran HAM, terlepas dari status sosial atau latar belakang pelaku. Hal ini akan memberikan efek jera sekaligus mengirimkan pesan yang kuat kepada masyarakat bahwa pelanggaran HAM adalah tindakan yang tidak dapat ditoleransi.
Peran media massa dan media sosial juga tidak bisa diabaikan dalam upaya pencegahan pelanggaran HAM. Media harus berperan aktif dalam menyuarakan isu-isu HAM, mengungkap kasus-kasus pelanggaran, dan memberikan edukasi kepada masyarakat. Namun, media juga harus berhati-hati agar tidak justru menjadi sarana penyebaran informasi yang dapat memicu pelanggaran HAM, seperti ujaran kebencian atau provokasi berbasis SARA. Literasi media yang baik di kalangan masyarakat juga perlu ditingkatkan agar mereka dapat memilah informasi secara kritis dan tidak mudah terprovokasi.
Sebagai kesimpulan, pencegahan aksi pelanggaran HAM di lingkungan masyarakat membutuhkan pendekatan multidimensi yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Landasan yuridis yang kuat, pemahaman teoretis yang mendalam, serta analisis empiris terhadap kondisi aktual di lapangan menjadi dasar penting dalam merumuskan strategi pencegahan yang efektif. Melalui sinergi antara pemerintah, lembaga penegak hukum, organisasi masyarakat sipil, media, dan masyarakat umum, diharapkan dapat tercipta lingkungan sosial yang menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai HAM. Dengan demikian, cita-cita untuk mewujudkan masyarakat yang adil, demokratis, dan berkeadaban dapat terwujud.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H