Mohon tunggu...
Wahyu Pradana
Wahyu Pradana Mohon Tunggu... -

seorang pengagum kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Nature

Otonomi Daerah dan Pemerataan Pengrusakan Lingkungan Hidup

25 Juni 2013   10:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:28 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Adakah hubungan antara otonomi daerah yang bertujuan awal mulia, salah satunya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dengan pemerataan pengrusakan lingkungan hidup yang justru mematikan tingkat kesejahteraan sebagian besar masyarakat daerah ? Politik dan lingkungan hidup, dua wajah yang seolah-olah saling bertolakan namun bila dicermati mempunyai hubungan yang sangat erat. Dampak yang ditimbulkanpun sangat nyata secara lokal, nasional bahkan global.

Dari 27 propinsi di Indonesia semasa orde baru dan sekarang telah menjadi 33 propinsi telah menjelaskan terjadinya peningkatan kwantitas yang begitu besar. Begitu pula dengan jumlah kabupaten/ kota yang ada di Indonesia. Menilik sekilas tentang dunia pemberitaan di Indonesia akhir-akhir ini adalah satu isu besar yang senantiasa munculdengan kompleksitas masing-masing. Korupsi yang terungkap yang melahirkan dua sosok : PAHLAWANdan PECUNDANG, KPK versus Koruptor.

Ada beberapa aspek yang menyebabkan korupsi senantiasa menghiasi wajah media pemberitaan kita, baik cetak maupun elektronik. Pertama, mentalitas yang buruk para pelaku korupsi, baik lokal maupun pegawai negeri. Adalah pembudayaan yang salah tentang pemahaman hakekat manusia untuk bisa dihormati dan dihargai hanya dengan status materi yang berlimpah.Hedonisme jabatan publik yang bergengsi yang seharusnya mengedepankan kesejahteraan umum telah berbalik arah menjadi cara kotor memperkaya diri, keluarga dan kroni.

Kedua, kalau kita boleh jujur, adalah tentang rekruitmen yang jauh dari proses jujur, adil, akuntabel, terutama bagi posisi aparat pemerintahan. Mereka adalah abdi rakyat karena mereka digaji oleh negara dan kas negara terbesar berasal dari pajak yang dibebankan ke rakyat. Sudah menjadi rahasia umum jika seorang yang ingin menjadi abdi negara apapun departemennya tidak akan bisa lolos atau diterima tanpa pelicin yang jumlahnya sangat besar. Tanpa mengaburkan fakta, memang ada sebagian kecil rekruitmen pegawai negri yang tidak menerima sogok, suap ataupun lainnya dan sekali lagi itu sebagian kecil fenomena yang terjadi di masyarakat kita.

Bambang Wijoyanto, ketua KPK RI, dalam suatu acara di televisi swasta pernah menyatakan bahwa ada beberapa sektor yang senantiasa menjadi ladang subur para koruptor, sektor pajak. Pajak erat hubungannya antarawajib pajakdengan pegawai pajak yang merupakan abdi negara. Dalam hali ini, wajib pajak bisa perorangan ataupun korporasi.

Bupati atau walikota adalah penanggungjawab tertinggi pemerintahan di kabupaten atau kotamadya. Mereka mempunyai otoritasuntuk menerbitkan segala bentuk perizinan yang berhubungan dengan pembangunan di daerahnya. Alih-alih dengan alasan klasik untuk meningkatkan pendapatan asli daerah yang ujungnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat maka potensi penyalahgunaan kekuasaanpun sering terjadi dan terus terjadi. Pengelolaan sumber daya alam air, tanah dan isinyaseharusnya dilakukan secara benar , jujur dan berwawasan lingkungan hidup yang tinggi demi kesejahteraan rakyat. Ini merupakan amanat undang-undang yang wajib dijunjung tinggi pelaksanaan dan penerapannya.

Kita bisa melihat dengan jelas tentang fenomena yang terjadi di sekitar kita tentang pengelolaan sumbar daya air, tanah dan isinya. Begitu banyak penyimpangan yang terjadi dan itu terus terjadi. Air yang seharusnya menjadi komoditi murah, sehat serta dikuasai negara telah beralih kepemilikan, baik swasta ataupun pemerintah. Air telah bermetamorfosis dengan segala bentuk kemasannya menjadi barang mewah. Jika dikelola oleh pemerintahpun maka layanan yang diterima masyarakat juga jauh dari upaya pelayanan yang sehat dan murah.

Contoh lain tentang pengelolan tanah yang terkait dengan kepemilikan, alih fungsi, eksplorasi yang sarat dengan berbagai penyimpangan. Di beberapa daerah, banyak ditemui lahan terbuka yang seharusnya berfungsi sebagai resapan air dan paru-paru kota beralih fungsi menjadi perumahan. Pemodalnya juga sangat variatif, kecil, menengah sampai kartel nakal yang luar biasa besar. Satu hal yang pasti adalah simbiosis mutualisme menjadi tujuan bagi mereka dengan mengorbankan kepentingan publik yang jauh lebih mulia. Potensi penyalahgunaan kekuasaan terjadi di sini

Jika hal ini terjadi dan terus terjadi tanpa adanya kontrol dan sanksi hukum yang tegas bagi pelanggar maka kelangsungan hidup pemerintah pusat akan sangat terancam. Perlu diingat bahwa pemerintah daerah adalah penyangga langsung pilar kebijakan pemerintah pusat. Pemerataan pengrusakan lingkungan hidup secara langsung akan mempengaruhi lingkungan sosial masyarakat sekitarnya. Harga yang harus dibayar dari kerusakan lingkungan hidup ini sangat mahal baik dari segi ekonomi maupun sosial. Masih jelas diingatan kita tentang banjir di Jakarta beberapa bulan yang lalu yang mengakibatkan kelumpuhan hampir semua sektor dan mencatat kerugian margin milyar per harinya.

Di akhir tulisan ini, penulis berharap agar muncul pemimpin-pemimpin daerah dengan semangat penghargaan setinggi-tingginya terhadap lingkungan hidup serta berani dan tegas menjadi pemimpin di garda terdepan bagi segala bentuk penyimpangan hukum yang terjadi. Semangat keteladan, pelayanan, mau seta mampu mendengar dan memecahkan segala permasalahan yang terjadi di wilayahnya. Perlu juga terobosan yang inovatif dengan menggandeng segala potensi masyarakat yang ada demi kemajuan, ketertiban, kenyamanan masyarakat luas. Hal ini bisa kita cermati dari negara-negara maju yang tingkat korupsinya rendah serta aparatur yang bersih akan mampu menghasilkan tata kota yang baik, teratur, ramah lingkungan yang nyaman.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun