Aku lupa hari apa yang jelas saat itu rasanya separuh hatiku kosong, sesak dan tidak bisa berkata apa-apa. Kehilangan kerap kali membuat kita menjadi lemah dan pasrah atas apa yang dulunya hadir kemudian harus dipaksa sendiri lagi karena yang dicinta akhirnya pergi. Tidak ada kehilangan yang menyakitkan kalau tidak ada cinta yang luar biasa indahnya.Â
Namanya Tino kucing kampung betina kecil yang mulanya kukira jantan karena bulunya yang dominan hitam bercampur coklat dan bentuk wajahnya yang lebih mirip kucing jantan. Mungkin dimata orang lain kucing dengan motif seperti itu kurang menarik dan bahkan ada yang memanggilnya jelek. Ah itu karena mereka tidak suka coba jadi aku yang melupakan warna bulunya dan malah teralihkan dengan tingkah tengilnya.Â
Aku tidak tau siapa yang membuangnya, hanya tiba-tiba sudah tidur melingkar di gerobak di kedai jus milik kakakku. Aku yakin dia pasti dibuang karena melihat kondisinya yang begitu memprihatinkan. Scabies di kedua telinga, badan kurus, ujung ekor tidak ada bulu, serta kulit yang penuh dengan koreng. Tidak sampai hati kakakku menyingkirkannya hingga ia biarkan untuk tinggal di rumah bersama kucing-kucing lain. Ya keluarga kami memang pecinta hewan yang mengeong ini.Â
Lepas beberapa minggu tinggal bersama Tino semakin tengil dengan gayanya yang suka nyerobot makan sana sini seperti tidak punya rasa kenyang. Bahkan kami menjulukinya vacum cleaner karena suka memakan sisa makanan kucing-kucing lain di rumah. Semakin aktif dan semakin besar pula badannya namun sedikit terganggu dengan jamur yang ada dibadannya jadi sembari bermain sesekali berhenti untuk menggaruk bagian tubuhnya yang gatal.Â
Mengapa aku mencintainya sedikit lebih banyak daripada kucing yang lain? ya jawabannya karena untuk Tino lah pertama kalinya aku membelikan obat untuk hewan. Awalnya ragu, takut tidak berhasil dan malah tambah parah.Â
Namun dengan segenap niat dan keberanianku aku pun membelikan obat untuk mengobati jamur yang ada di badan Tino dengan harapan kucing tengil ini bisa semakin sehat dan hidupnya semakin bahagia.Â
Setelah obat ditangan aku mulai kebiasaan baru untuk mengoleskan obat di bagian jamurnya, rajin menjemurnya sehari dua kali ketika pagi dan sore hari. Aku semakin optimis untuk kesembuhan Tino apalagi ketika diobati ia tidak berontak justru malah menikmatinya seolah berkata "nggak perlu takut aku yakin dengan obat ini pasti gatal-gatalku sembuh, terima kasih ya!". Seminggu berlalu ternyata obat itu bekerja membuat koreng yang ada di telinganya kering dan mudah dikelupas. Aku senang bukan main hingga telinganya semakin bersih dan Tino menjadi semakin cantik.Â
Namun kesenangan itu tidak berlangsung lama, pernah ada pengalaman yang membuatku marah besar hingga ingin menyumpahi orang yang melakukan hal ini. Sehari Tino menghilang, hobinya memang nongkrong di gerobak jus kakak dan ketika malam menjelang kedai tutup ia akan masuk rumah dengan kucing yang lain.Â
Namun malam itu Tino tidak ada, kakak kelimpungan mencari hingga bertanya kepada penjual nasi padang samping rumah pun tidak melihat Tino katanya. Seminggu berlalu hingga kami pasrah jika memang Tino hilang, kabur atau diambil orang harap kami semoga ia bertemu dengan manusia yang baik dan menyayanginya.Â
Keesokan harinya ketika kakakku ke pasar belanja kebutuhan kedai ia tak sengaja melihat kucing kecil mirip Tino meringkuk di samping ban pick up di pinggir jalan. Ketika dihampiri dan benar itu Tino yang berlari menyusul kakak yang terus mencoba memanggilnya. Kaget bukan main kakak yang melihat kondisinya kembali seperti ketika pertama kali ia datang ke rumah. Dengan penuh emosi dan berlinang air mata Tino dibawa pulang.Â
Aku sedih sekaligus senang ketika Tino kembali. Ia pun merasakan hal yang sama ketika kulihat sangat lahap makan ikan pindang kesukaannya. Dugaan kami ia sengaja dibuang, Tino tidak mungkin kabur dan menyebrang jalan raya dan sampai pasar yang letaknya cukup jauh dari rumah kami. Siapapun yang pernah membuangmu anak manis, semoga mendapatkam ganjaran yang setimpal.Â
Ini bagian yang paling tidak ingin kuingat. Sebelumnya aku pernah kehilangan hewan kesayangan tapi tidak seperih dan semenyakitkan ini. Kebahagiaan kami atas kembalinya Tino di rumah tidak lama hanya beberapa hari saja. Tiba-tiba ia menghilang lagi hal ini sempat membuat kami lumayan uring-uringan karena cemas kami takut hal menyakitkan itu terulang kembali.Â
Pagi yang mendung kami masih beberes rumah sambil menyiapkan sarapan untuk anabul yang lain, dan aku masih memanggil-manggil Tino di sekitar rumah berharap ia mendengar dan berlari kegirangan seperti biasa. Namun bayanganku itu tidak terjadi justru teriakan keponakanku yang kudengar. Sambil membawa jasad kucing kecil yang beberapa kuketahui adalah Tino ia menghampiriku dan bercerita bahwa ia menemukan Tino di samping kamar mandi di luar rumah dengan keadaan sudah dikerumuni semut dan badannya yang kaku.Â
Aku lemas melihat jasad Tino yang sudah dibungkus kain, dan aku tidak dapat menahan tangis. Dadaku sesak sontak ingatan tentang kucing manis itu berputar dikepalaku. Yasudah dengan hati yang setengah terasa kosong aku melihat Tino dikuburkan di belakang rumah. Mungkin bagi beberapa orang apa yang aku rasakan ini berlebihan tapi aku yakin untuk mereka yang mencintai hewan terlebih kucing pasti bisa merasakannya. Kehilangan hewan yang begitu disayang sama menyakitkannya kehilangan orang yang disayang pula.Â
"Halo Tino cantik, terima kasih ya sudah datang dan tidur di gerobak pagi itu. Terima kasih sudah memilih kami sebagai keluarga yang memberikan kasih sayang sampai diwaktu terakhirmu. Maaf mbak belum bisa menjagamu dengan baik."Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H