Mohon tunggu...
Wahyunita Latifatul Naim
Wahyunita Latifatul Naim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa IAIN KUDUS

Nikmati setiap proses Semangat wahyuuv🍭🦋

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Makna dan Nilai Tradisi Rebo Wekasan

8 September 2023   18:22 Diperbarui: 8 September 2023   18:25 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berbagai daerah di Indonesia memiliki tradisi masing-masing, khususnya masyarakat Jawa pasti tidak asing lagi dengan tradisi Rebo Wekasan. Tradisi ritual ini merupakan tradisi yang pelaksanaannya berdasarkan penanggalan Hijriyah, yaitu pada hari Rabu terakhir bulan Safar. Makna dan nilai yang terkandung di dalamnya memiliki peran penting bagi kehidupan sehari-hari. Peradaban Jawa yang mempunyai akar kuat dalam adat istiadat dan budaya yang tak dapat dipisahkan dengan kehidupan orang Jawa dan tiap tradisi memiliki fungsi penting bagi kehidupan masyarakat. Tradisi ini dipandang sebagai hari keramat yang penuh dengan kesialan. Sejatinya bulan safar tidak berbeda dengan bulan-bulan lainnya tetapi nabi pernah menyinggung dalam haditsnya:

: . .

Artinya: "Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda: "Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang." (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Nabi Muhammad tidak membenarkan adanya malapetaka ataupun sial pada bulan shafar. Namun apabila seseorang melakukan amalan pada bulan shafar murni karena Allah SWT. Maka akan diberi perlindungan oleh Allah dari malapetaka.

Asal usul Tradisi Rebo Wekasan pertama kali muncul pada masa Wali Songo, di mana banyak ulama yang menyebutkan bahwa pada bulan Safar, Allah menurunkan lebih dari 500 macam penyakit. Dalam penyebutan tradisi ini ada berbagai macam perbedaan. Sebagian ada yang menyebut Rebo Pungkasan atau Rebo Kasan, akan tetapi dibalik perbedaan penyebutan tersebut menunjukkan makna yang sama yaitu rabu terakhir bulan shafar pada penanggalan hijriah. Namun apabila seseorang melakukan amalan pada bulan shafar murni karena Allah SWT. Maka akan diberi perlindungan oleh Allah dari malapetaka.

Ada sebuah hadist dhaif atau hadist yang tidak memenuhi syarat sahih, tentang Bulan Safar yang menjelaskan:

: . ..

Artinya: "Dari Ibn Abbas ra, Nabi Saw bersabda: "Rabu terakhir dalam sebulan adalah hari terjadinya naas yang terus-menerus." HR. Waki' dalam al-Ghurar, Ibn Mardawaih dalam at-Tafsir, dan al-Khathib al-Baghdadi.

Adapun karena sifat hadis diatas memiliki status dhaif maka tidak bisa di jadikan pegangan, selain itu dalam hadis tersebut juga tidak di jelaskan mengenai hukumnya, karena hanya merupakan sebuah peringatan.

Oleh karena itu untuk mengantisipasi penyakit dan agar terhindar dari musibah, banyak ulama menganjurkan untuk melakukan tirakatan dengan memperbanyak beribadah dan berdoa. Tujuannya ialah supaya Allah menjauhkan dari segala penyakit dan malapetaka yang dipercaya diturunkan pada hari Rabu terakhir bulan Safar. Hingga sekarang, tradisi tersebut masih dilestarikan oleh sebagian umat Islam di Indonesian, khususnya pulau Jawa misalnya Gresik, Kudus, Banten, Tegal dan sebagainya.

Demikian penjelasan singkat mengenai Tradisi Rebo Wekasan, mengenal Rebo Wekasan tidak hanya berarti memahami tradisi, tetapi juga menghargai hakikat dari kebhinekaan dan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun