Mohon tunggu...
Wahyuni Nuriyah
Wahyuni Nuriyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pegiat Literasi/Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Menulislah selagi bernafas, dengan menulis aku bebas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

RUU Sisdiknas Akan Disahkan, Eksistensi Bahasa Indonesia Mau Dikemanakan?

1 Oktober 2022   18:27 Diperbarui: 1 Oktober 2022   18:31 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu yang lalu, rakyat Indonesia sempat digemparkan dengan beredarnya RUU SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) yang menyatakan bahwa bahasa Indonesia tidak lagi menjadi bahasa pengantar pendidikan. Hal itu dapat dilihat dan ditinjau melalui isi dari RUU SISDIKNAS yang sama sekali tidak mencantumkan pasal ataupun ayat mengenai bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pendidikan, melainkan hanya sebagai muatan lokal.  Kenyataan ini sangatlah berbanding terbalik dengan UU SISDIKNAS 2003 yang secara tertulis menyatakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pendidikan yang mutlak dan tak terbantahkan, fenomena ini seketika menjadi perbincangan hangat berbagai kalangan, bahkan tak sedikit pula yang membanjirinya dengan penolakan.

Hari demi hari, kontra dari dari masyarakat Indonesia semakin menjadi-jadi, pasalnya mereka beropini jika RUU SISDIKNAS jadi disahkan maka bahasa Indonesia akan kehilangan keeksistensian. Dampak yang lebih jelas lagi adalah akan timbulnya kerancuan, ketidakselarasan, hingga konflik dalam dunia pendidikan. Mengapa demikian? Apabila bahasa Indonesia tidak jadi digunakan sebagai bahasa pengantar pendidikan, maka setiap lembaga pendidikan memiliki kewenangan menggunakan bahasa lain sesuai kesepakatan, misalnya adalah menggunakan bahasa daerah atau bahasa keseharian. Kita semua tahu bahwa Indonesia memiliki beragam bahasa, bahkan tiap daerah memiliki bahasa yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, apakah tidak akan terjadi kerancuan bila lembaga pendidikan satu dengan lainnya menggunakan bahasa pengantar yang berbeda. Apabila hal itu terjadi tentu akan menimbulkan banyak perbedaan presepsi, kemungkinan terburuknya adalah meskipun bahasa Indonesia tetap dipelajari tetap saja para pelajar akan lebih banyak menggunakan bahasa daerah yang menjadi bahasa pengantar pendidikan dalam sehari-hari daripada bahasa nasionalnya sendiri.

Jika kita kembali mengulas sejarah, tepat pada 28 Oktober 1928 para pejuang dan para pemikir bangsa telah bersusah payah berkorban pikiran hingga tenaga demi merumuskan kesepakatan bahasa, sumpah pemuda yang tercipta dengan dalih memajukan serta memerdekakan sebuah negara resmi menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kesatuan yang keberadaannya diterima oleh seluruh rakyat Indonesia dengan penuh bahagia. Lantas akankah perjuangan mereka menjadi perjuangan sia-sia? Apabila bahasa Indonesia tak lagi dilestarikan dan dijunjung tinggi oleh masyarakatnya, lalu bagaimana bahasa Indonesia tetap mempertahankan keeksistensiannya? Bahkan mungkin saja, semakin bahasa Indonesia dijadikan opsi kedua maka perlahan bahasa itu akan punah.

Masalah ini tidak lagi menjadi masalah yang biasa, hilangnya citra bangsa dan kecintaan generasi muda terhadap bahasa Indonesia menjadi taruhannya. Apabila RUU SISDIKNAS tetap kokoh disahkan, bahasa kita berpotensi mengalami kehancuran secara perlahan. Ketidakselarasan semakin menekan, lembaga pendidikan saling mengalami kerancuan, kurang lebih itulah dampak yang bisa diperkirakan.

Oleh sebab itu, selagi permasalahan masih mungkin dihindarkan maka tugas kita adalah mencari jalan. Adapun  jalan yang mungkin ditempuh adalah dengan membangun hubungan baik antara rakyat dengan pemerintah, rakyat Indonesia harus berani menyuarakan pendapatnya agar RUU ini dapat direvisi sesuai kesepakatan bersama dengan mempertimbangkan dampak-dampak yang mungkin ada sebelum hal tersebut akan berpotensi merusak negara dan citra bahasa. Kewenangan RUU SISDIKNAS memang ada pada pemerintah, tapi bukankah rakyat yang akan menjalani nantinya. Apabila rakyat menyuarakan penolakan, apa masih bisa dipastikan bahwa RUU SISDIKNAS yang akan disahkan akan membawa keharmonisan.

Harapan kedepannya adalah semoga terwujudnya hubungan pemerintah dan dunia pendidikan yang lebih transparan, sehingga pemecahan masalah-masalah yang terkait dengan sistem pendidikan tidak hanya ditentukan oleh satu pihak (pemerintah), tetapi harus secara kompak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun