Kata "Desentralisasi" menjadi kata tak asing dalam kehidupan sejak undang-undang nomor 22 tahun 1999 mulai disahkan, desentralilsasi menjadi bagian dari program pemerintahan yang hingga detik ini masih konsisten diberlakukan, salah satunya dalam ruang lingkup pendidikan. Pemberlakukan desentralisasi berbasis sekolah sebagai upaya memperkuat pembangunan di dunia pendidikan Indonesia, artinya dengan desentralisasi diharapkan mampu menyelesaikan masalah-masalah pendidikan nasional seperti masalah relevansi pendidikan, mutu pendidikan, dan  efisiensi dalam manajemen pendidikan. Namun kenyataannya, desentralisasi yang disebarkan ke sekolah demi sekolah masih saja menimbulkan konflik pendidikan yang kian merajalela, yang paling menonjol adalah perihal dana. Dana dari pemerintah pusat yang ditujukan untuk pemberdayaan sekolah-sekolah seolah menjadi perbincangan publik yang tak ada habisnya, mulai dari protes para orang tua terkait hak  pendidikan anaknya yang seharusnya didapat secara nyata, hingga ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah setempat yang dirasa tak amanah dalam mengelola dana, mengapa?Â
Kenyataannya, desentralisasi berbasis pendidikan ini masih sangat jauh dari harapan, dana yang dicanangkan oleh pemerintah pusat yang harusnya pengelolaan dana tersebut kuat ditangan pihak sekolah ternyata masih dikuasai oleh kekuatan birokrasi pemerintahan kabupaten dan kota. Birokrasi pemerintahan yang telah digeser oleh pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi dan kota/kabupaten menimbulkan banyak sekali pertanyaan-pertanyaan dari pihak rakyat. Rakyat menilai bahwa dana yang harusnya digunakan untuk peningkatan mutu sekolah di berbagai wilayah hasilnya belum memuaskan dan jauh dari harapan, padahal dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang dianggarkan oleh pemerintah mencapai Rp 52,5 Triliun setiap tahunnya kepada 216.662 sekolah jenjang SD, SMP, SMA, SMK. dengan dana sebanyak itu, nyatanya masih banyak sekolah-sekolah yang tertinggal dari segi mutu hingga kelayakan sarana namun tak mendapat perhatian khusus dari pemerintah setempat, padahal pemerintah setempat bisa saja menggunakan dana BOS Â yang telah dianggarkan oleh pemerintah pusat untuk menunjang kelayakan sekolah-sekolah yang tertinggal tersebut. Tapi sangat disayangkan bahwa penyebaran dana bantuan dari pemerintah tersebut masih belum merata, sekolah-sekolah yang harusnya mendapatkan haknya mengaku belum ada iktikad baik dari pemerintah setempat terkait penyerahan dana BOS yang seharusnya diserahkan pada pihak sekolah untuk meningkatkan mutu dan kualitas sekolah. Hal inilah yang menjadi alasan ketidakmerataan peningkatan mutu sekolah-sekolah, permasalahan ini juga menjadi pemicu-pemicu konflik dan ketidakpercayaan rakyat terhadap pengelolaan dana pendidikan oleh pemerintah.
Menurut Fiske (1996), Desentralisasi Sekolah merupakan proses politik yang melibatkan pergeseran kekuasaan dan memberikan dampak atau pengaruh terhadap keberlangsungan berbagai kelompok. Oleh karena tujuan desentralisasi yang diimplementasikan adalah untuk menjawab tantangan yang ada di ruang lingkup pendidikan serta menunjang kemajuan pada pendidikan Indonesia.
Adapun solusi yang bisa dilakukan dalam memecahkan masalah desentralisasi dana pendidikan tersebut, antara lain:
1) Membuat serta menerapkan strategi pemberdayaan sekolah
Sekolah yang kuat adalah sekolah yang memiliki kekuatan manajemen yang kuat, efisien, efektif, dan inovatif. Meskipun dana yang diterima oleh sekolah jauh dari harapan, sekolah tersebut masih mampu bertahan dan berkembang dengan segala strategi yang diusahakan. Penguasaan model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sangat mempengaruhi kualitas sekolah dalam mengatur dan memanajemen peluang yang ada sehingga sekolah tersebut tidak sampai tertinggal dengan sekolah lainnya. Dalam mewujudkan hal ini diperlukan kekompakan seluruh pihak sekolah terutama pendidik serta ide-ide yang inovatif, inovasi harus dibuat agar sekolah tetap bisa berkembang dengan peluang seadaanya dan memanfaatkan fasilitas yang sudah ada, pada cara ini yang sangat berpengaruh bukanlah modal dan dana belaka melainkan ide dan pemikiran yang brilian untuk kemajuan sekolah.
2) Berani menyuarakan dan menuntut "agenda strategis pemerintah" yang seharusnya sudah diimplementasikan.
Desentralisasi pemerintah seharusnya telah menjadi agenda utama pemerintah, bahkan keputusan politik yang telah tercermin dalam RAPBN ataupun RAPBD juga menjelaskan mengenai hal tersebut. Maka dari itu, pihak sekolah harus berani menyuarakan hak nya dan memberikan imbauan terbuka kepada pemerintah untuk tegas dan amanah dalam menjalankan kewenangannya. Agenda pembangunan, penyediaan sarana dan prasarana, peningkatan kesejahteraan guru harusnya menjadi salah satu agenda prioritas pemerintah. Apa yang seharusnya jadi milik rakyat atau pendidikan harus diberikan kepada pihak yang memang berhak mendapatkannya, apabila terjadi ketidakadilan maka rakyat berhak mnyuarakan haknya, karena sejatinya Indonesia adalah negara demokrasi yang mana rakyat menempati kuasa tertinggi, maka di Indonesia juga keadilan harus benar-benar tersusun rapi.
3) Mewujudkan pengembangan sistem pendanaan sekolah berbasis persaingan.
Banyaknya sekolah-sekolah baru yang dibangun, adanya ketidakmerataan dana pemerintah terhadap sekolah-sekolah memungkinkan adanya pengurangan anggaran atau subsidi yang diberikan oleh pemerintah pusat. Sekolah-sekolah dalam era desentralisasi cenderung akan bergeser sumber pendanaannya yang sebelumnya governance menjadi manajemen. Hal ini dapat diartikan bahwa sumber utama pendanaan tidak lagi berasal dari pemerintah melainkan kemampuan manajemen pendanaan di setiap sekolah. Oleh karena itu, pengembangan sistem dan strategi pendanaan tiap sekolah sangatlah diperlukan. Pengembangan ini dilakukan agar sekolah-sekolah di Indonesia masih mampu bertahan dan mengelelola dana dari berbagai sumber demi tercapainya pendanaan sekolah yang stabil. Misalnya adalah dengan cara mendayagunakan dengan maksimal sumber dana dari masyarakat, sehingga pada fase tersebut sekolah maju bukanlah sekolah yang mendapatkan dana terbanyak melainkan sekolah yang paling bagus kemampuan manajemen pendanaannya. Semakin kompeten pihak sekolah dalam mengolah dana dan peluang, maka semakin stabil pula mutu sekolah tersebut.
Harapan untuk kedepannya, pemerintah haruslah bertindak sesuai dengan prioritasnya serta mampu mewujudkan pemerataan dana sekolah yang sampai saat ini belum tertata dengan sempurna. Untuk mencapai pendidikan Indonesia yang berkembang diperlukan juga kerja sama dan koordinasi yang baik antara pemerintah pihak sekolah, serta masyarakat. Hal ini bertujuan memudahkan tersampaikannya aspirasi antar pihak demi mewujudkan pendidikan Indonesia yang bermutu dan berskala dunia.