Mohon tunggu...
Wahyu Nanda Sari
Wahyu Nanda Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Mahasiswa Universitas Islam Sultan Agung Semarang | Alumni Kelas Beasiswa Timah Learning Center SMAN 1 Pemali | Duta Anak Kab. Bangka Selatan 2016 | Purna Jambore Nasional X 2016 | Purna Kemah Budaya Nasional VII 2016 | Purna SWBB Nasional 2018 | Purna KEPAKNAS V 2019

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kontribusi Harkat Pancasila dalam Menghadapi Overlapping UU HAM

31 Desember 2022   00:10 Diperbarui: 5 Januari 2023   11:46 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

-BHAVANA-

kontriBusi Harkat pAncasila dalam menghadapi oVerlapping undAng - uNdang hAm

 Oleh Wahyu Nanda Sari

Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris

Universitas Islam Sultan Agung

Dosen Pengampu : Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H

Dosen Fakultas Hukum Unissula

“Your mind is not a cage, it is garden. And it requires cultivating”

- Libba Bray -

 Libba Bray, sosok novelis terkenal dengan banyak karyanya, Penulis mengambil sebait kutipan di atas untuk mengawali artikel ini. Kutipan yang mendefinisikan bahwa sebuah pemikiran lahir dengan terus mengalami perubahan, dan perubahan tersebut tumbuh menjadi semakin baik, layaknya sebuah kebun yang akan tumbuh jika terus menerus diolah. Kebun dalam kutipan ini mengarah pada suatu hal yang dapat tumbuh dan berkembang, sehingga ketika sudah mencapai titik kesuksesan, akan mendapat panen yang maksimal. Begitu pula dengan pemikiran manusia, ketika diberikan perlakuan dengan sangat baik maka buah dari hasil panen ialah pemikiran luar biasa dari orang yang awalnya biasa saja. Apa maksud dari statement tersebut? Penulis beranggapan bahwa sebuah pemikiran matang berasal dari pemikiran-pemikiran sederhana. Penulis mengajak para pembaca untuk kembali memikirkan dan merenungkan kebijakan yang sekarang kerap mengusik pikiran masayarakat Indonesia. Dewasa ini ramai di perbincangkan mengenai peraturan perundang-undangan yang tidak ada habisnya. Kebijakan demi kebijakan yang semakin hari semakin menimbulkan gemercik perdebatan bagi masyarakat. Pembahasan mengenai Hak Asasi Manusia lagi-lagi menimbulkan kontroversi disetiap ada kebijakan baru yang di buat. Hal ini lah yang menimbulkan Overlapping terhadap Kebijakan-kebijakan tersebut. Overlapping sendiri merupakan suatu hal dimana terdapat dua kebijakan atau aturan yang saling tumpang tindih. Persoalan Overlapping di Indonesia sendiri memang bukan hanya terjadi sekali dua kali, namun kebijakan ini seperti dibuat  untuk menimbulkan tanda tanya terhadap aturan yang dibuat. Masyarakat pun membutuhkan kejelasan lebih detail dan solusi untuk mengatasi hal seperti demikian. 

Pembahasan ini mengarah pada kebijakan-kebijakan mengenai kebebasan berpendapat (Personal Right) dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Seperti yang kita ketahui bersama bahwasanya Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan kebijakan yang dibuat untuk memberikan Kebebasan bagi pribadi atau personal untuk mengutarakan pendapat dan kritikannya untuk khalayak umum atau publik. Adanya kebebasan tersebut dalam artian tidak dapat dibatasi dengan apapun, kapanpun, dan dimanapun. Seseorang berhak untuk mendapatkan kebebasan dalam mengutarakan pendapat dan pikirannya, itulah yang disebut dengan benar-benar kebebasan yang sesungguhnya. Personal Right di atur dalam Undang-undang Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. Undang-undang ini yang memberi pemahaman kepada setiap manusia bahwa mereka diberikan hak untuk menyampaikan pemikiran ke publik. Dengan demikian, sah-sah saja jika mereka menyampaikan pendapat yang bersifat kontra terhadap suatu kebijakan baru atau hal yang membutuhkan pemikiran universal. Akan tetapi,  terdapat kelemahan yang membuat peraturan ini seakan menjadi overlapping dengan peraturan lain, atau dapat dikatakan terjadi pembatasan hak kebebasan pendapat seseorang tersebut. Seperti yang sudah penulis singgung diatas, yakni membahas mengenai UU ITE. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa Masyarakat Indonesia sekarang ini merupakan generasi tunduk, dalam artian kebebasan netizen dalam menyampaikan pemikirannya melalui teknologi yang bernama gadget. Fenomena  ini lah yang menjadi daya tarik penulis untuk membahas lebih jauh mengenai proaktif pemerintah menghadapi generasi tunduk yang tidak memandang usia, jabatan, gender, agama dan sebagainya untuk dapat mengutarakan pikirannya. Mereka diberikan kebebasan sebebas-bebasnya untuk dapat menyampaikan pendapat, akan tetapi ada UU ITE yang mengatur dan menyatakan bahwa mereka tidak dibolehkan untuk berbuat suatu hal yang dapat mengakibatkan konflik atau memicu pertentangan. UU ITE pasal 28 Ayat (2) berbunyi, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masayarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, rasa, dan antargolongan (SARA)”. Dalam bermasyarakat, dunia teknologi merupakan alat untuk dapat menyampaikan aspirasi atau pendapat agar dapat di dengar oleh kepentingan-kepentingan yang seharusnya mendengar dengar baik. Mereka dengan sangat mudah memberi kritik atau masukan terhadap suatu permasalahan yang sedang ramai dibicarakan. Teknologi juga salah satu alat yang dapat digunakan sebagai media untuk dapat menyalurkan personal right dengan aman, akan tetapi setelah adanya UU ITE tersebut banyak dari masayarakat yang memilih untuk diam dan memilih berada pada zona aman. Ketakutan mereka ialah ketika mereka menuliskan sesuatu yang mereka anggap kritikan bagi sebuah pihak, akan tetapi hal tersebut malah memicu perdebatan pro dan kontra, akhirnya dilaporkan dengan tuduhan memberi kritik yang dapat memicu konflik. Hal seperti inilah yang seharusnya menjadi pemikiran matang dan edukasi bagi masayarakat, agar kedua kebijakan tetap dapat dijalankan dengan selaras. Lalu bagaimana solusi untuk mengatasi overlapping dari kedua kebijakan atau peraturan tersebut? Penulis memberi masukan dengan menerapkan kembali harkat atau nilai Pancasila yang sesungguhnya, antara lain :

  • Pancasila sebagai kemudi utama. Layaknya sebuah kemudi yang menjadi acuan baku kemana sebuah kendaraan akan di jalankan. Begitupula peran pancasila terhadap keselarasan dan kesinambungan masyarakat dan bangsa. Pancasila merupakan dasar dari sebuah negara yang menjadi acuan hidup masyarakat didalamnya, oleh karena itu semua yang tertanam dalam diri masayarakat haruslah mencerminkan dasar-dasar pancasila. Ketika masyarakat Indonesia sudah menerapkan nilai praksis dari Pancasila, maka mereka tidak akan pernah kehilangan prinsip arah hidupnya.
  • Harkat Pancasila yang sesungguhnya. Harkat Pancasila merupakan cerminan dari setiap sila yang terkandung di dalamnya, sila pertama sampai kelima. Nilai-nilai ini kah yang menjadi sebuah tolok ukur sejauh mana masayarakat dapat memahami dan mengamalkan nilai praksis dari dasar negaranya. Ketika sila pertama sampai kelima di terapkan dengan baik, maka tidak akan lagi yang namanya perpecahan. Berhubungan dengn overlappingkedua peraturan diatas, masyarakat yang memegang teguh harkat Pancasila akan mengerti dan memahami sejauh mana mereka harus menempatkan diri. Apakah tindakannya menyakiti atau melanggar aturan lain atau tidak.
  • Kontribusi Pancasila dalam Masyarakat. Tercermin dalam setiap makna sila pancasila, memberi definisi yang sangat luar biasa dapat mempengaruhi pemikiran masyarakat. Kontribusi dalam setiap butir pancasila berkaitan erat dengan kebudayaan dan kebiasaan masayarakatnya. Oleh karena itu setiap permasalahan yang menjadi ambigu jawabannya akan kembali pada prinsip dasar negara. Ketika masyarakat sadar akan energi makna dari setiap butir pancasila, mereka pasti akan merasakan betapa hebatnya pengaruh butir tersebut terhadap keberlangsungan masyarakat dengan beribu pemikiran yang berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun