Suatu pagi, di akhir di Oktober, 1986.
…
"Semua Proyek akan jalan! cepat (di)selesaikan! Tingkatkan target penyerapan! kita Harus dapat lagi Tahun Depan!"
"Target substansi, bagaimana? Outcome Orientasi, belum ada! anggarannya terbatas, kami belum siap ke daerah! tim tidak dapat mengumpulkan data"
"Hei bodoh! Itu bukan urusan saya, kamu ahlinya! Saya tidak mau rugi. Jangan lagi kamu bertanya., Kalau ada yang harus dikorbankan, kamulah orangnya!"
"Bukan ini yang kami cari., Kami tak ahli soal seperti ini., yang diutamakan seharusnya bukan perihal materi, Harapan kami, bapak tak memotong gaji"
**
Seorang laki-laki muda, bernama Sami,
Hari itu, seharusnya adalah hari seperti biasanya, di ruangan yang besarnya tak seberapa, dia tertunduk dicela pimpinannya. Sepuluh menit pertama dia ingin berontak, jantungnya memompa cepat, wajah coklatnya memerah, tangan dan lututnya gemetar.
Saat itu, Sami dikirim kembali pada masa lalu, masa-masa tenang dihidupnya, bak mesin waktu yang membawanya kembali ke usia kecil. Dalam ingatannya, Sami melihat dirinya yang belia dididik untuk memiliki rasa tanggungjawab juga tatakrama oleh ibu dan bapak. Ibu dan bapak yang berprofesi sebagai guru dengan gaji yang tidak banyak, “tidak banyak nak, akan menjadi banyak jika kalian menjadi orang benar” dia masih ingat ungkapan itu ketika duduk berbincang ringan dengan si bapak, ditemani rokok kesayangan di jarinya yang tinggal separuh.