Mohon tunggu...
Aqoemetta Matamata
Aqoemetta Matamata Mohon Tunggu... -

menulis itu susah- susah gampang,..

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kekerasan terhadap Perempuan Masih Tinggi

4 September 2014   04:27 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:40 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa tahun terakhir, tingkat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan korban perempuan masih cukup tinggi. Komnas perempuan mencatat, tahun 2011 terdapat 216.156 kasus kekerasan perempuan di Indonesia. Angka tersebut 68 kali lebih besar dibanding dengan data 2001 dengan jumlah kasus sekitar 3.169.

Humas Rifka Annisa Jogjakarta Diferentia One mengatakan, fakta terkait kekerasan dalam rumah tangga dengan korban perempuan masih cukup tinggi. Apalagi jika dihubungkan dengan peristiwa pernikahan dini dimana pasangan suami isteri belum sepenuhnya bisa membangun rumah tangga.

“Akibatnya seusai menikah timbul cek- cok, kesalahanpamaham saat berkomunikasi, hingga rendahnya kehormanisan bersama. Pemicunya bisa karena masalah ekonomi, ketidakserasian saat berhubungan, hingga problematika psikoligis yang belum sepenuhnya sempurna (dewasa),” paparnya.

Tia menuturkan, pemicu terjadi KDRT bermacam- macam. Bisa karena masalah ekonomi, kurangnya komunikasi atau keharmoniasan setiap pasangan, tidak adanya ketentraman jiwa antara keduanya, hingga masalah problematika mengurus rumah tangga.

Bahkan jika dilihat dari jenis kekerasannya, bentuk KDRT ini terbagi dalam beberapa kategori. Kekerasan jasmani (fisik), kekerasan mental, hingga penelantaran terhadap isteri dengan tidak dibarengi rasa tanggung jawab.

Berdasarkan data Bappenas tahun 2008, 35 persen dari 2.049.000 perkawinan dilakukan oleh anak- anak. Dalam artian, mereka yang menikah usianya masih dibawah 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk pria.

Sementara itu data dari Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama RI mencatat pada tahun 2011 terdapat 5.751 perkara permohonan dispensasi kawin dengan usia di bawah standart. Begitu halnya dengan tahun 2012, kasus tersebut meningkat menjadi 9.600 perkara.

“Faktor pencetus dari pernikahan dini ini bervariasi. Diantaranya, hamil diluar nikah, keinginan untuk menikah muda, hingga dampak dari tayangan media yang menjurus pada pergaulan bebas,” ujar Tia.

Saat ini Pengadilan Agama Jogjakarta mencatat 90 persen permohonan dispensasi perkawinan disebabkan oleh mereka yang hamil di luar nikah, dengan korban terbanyak adalah pelajar.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun