Tulisan ini hanya fiksi dan terlahir dari apa yang terbayang di benak penulis. Tulisan ini juga hanya sekedar karangan dan rekayasa cerita agar dapat dinikmati oleh pembaca.
Menjadi seorang mahasiswa di Pekanbaru adalah sebuah perjalanan yang penuh dengan kenangan tak terhitung jumlahnya, baik yang manis maupun pahit. Kota ini, dengan perpaduan tradisi dan modernitasnya, telah menjadi latar belakang beberapa momen paling menentukan dalam hidupku.
Ketika pertama kali tiba di sini untuk studi, aku merasa sedang berada diantara dua rasa, yakni gembira dan juga bingung harus apa. Kampus yang luas, kehidupan mahasiswa yang sibuk, dan peluang tak terbatas di depan mata tampak luar biasa. Namun, Pekanbaru segera menjadi rumah keduaku. UIN Suska Riau menjadi tempat pertumbuhan, pembelajaran, dan penemuan jati diri.
Di tengah kesibukkan kuliah, tugas, dan organisasi, aku bertemu dengan seorang wanita yang layak untuk di kagumi dan juga sederhana, aku tak sengaja bertemu dengan nya pada satu event yang sama. Dia adalah tipe orang yang bisa membuatku merasakan getaran cinta setelah sekian lama. Tawanya yang khas, kebaikan dan perhatian sungguh tiada duanya.Â
Namun cinta, seperti yang banyak dikatakan oleh para penyair, tidak selalu sederhana. Meskipun aku menaruh rasa kagum padanya, keadaan membuat kami tak mungkin bersama. Ada hambatan yang tak terucapkan, tak terlihat namun tak teratasi. Itu adalah kenyataan yang menyakitkan bahwa beberapa hal tidak ditakdirkan untuk terjadi, tidak peduli seberapa besar keinginanmu.
Salah satu kenangan yang paling membekas adalah malam saat kami menyaksikan matahari terbenam di tepian kota. Langit dicat dengan nuansa oranye dan merah muda, memantul bola mata indahnya. Kami duduk dalam diam, berat kata-kata yang tak terucapkan menggantung di antara kami. Itu adalah momen keindahan yang diwarnai dengan kesedihan, pengingat bahwa terkadang hal-hal paling indah bersifat sementara.
Seiring berjalannya waktu, aku belajar menerima bahwa tidak semua cerita cinta berakhir bahagia. Rasa sakit cinta tak berbalas adalah pelajaran yang sulit, tetapi mengajarkanku untuk menghargai momen-momen yang kami miliki. Dia tetap menjadi bagian dari ceritaku, sebuah bab yang aku kenang dengan campuran perasaan bahagia dan melankolis.
Di tengah studi dan perjuangan pribadi, Pekanbaru terus menjadi sumber kebahagiaan. Pasar-pasar yang ramai, masjid-masjid yang tenang, dan kota yang kadang kala pun dapat menjadi obat untuk pulih. Orang-orang yang kutemui sepanjang jalan teman-teman yang menjadi seperti keluarga membantuku menavigasi naik turunnya kehidupan sebagai mahasiswa bahkan setelahnya.
Satu nasihat yang ingin kuberikan kepada siapa pun yang datang untuk belajar di Pekanbaru: jangan jatuh cinta di sini. Atau jika ya, bersiaplah untuk kemungkinan bahwa itu mungkin tidak berakhir sesuai harapanmu. Cinta bisa menjadi pengalaman yang indah, tetapi juga bisa menjadi guru yang keras. Fokuslah pada studimu, bangun persahabatanmu, dan tenggelamkan dirimu pada aktivitas yang sekiranya tidak akan membuatmu menyesal di kemudian hari.
Saat aku bersiap untuk lulus dan melangkah ke bab berikutnya dalam hidupku, aku membawa pelajaran yang telah kupelajari dan kenangan yang telah kubuat di Pekanbaru. Kota ini telah membentukku dengan cara yang tidak pernah aku bayangkan. Sementara aku meninggalkan patah hati dan mimpi yang tidak terwujud, aku juga membawa hati yang penuh dengan rasa syukur untuk pengalaman yang telah membuatku menjadi diriku yang sekarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H