Mohon tunggu...
Wahyu Kuncoro
Wahyu Kuncoro Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca di saat ada waktu, penulis di saat punya waktu.

Seorang suami dan ayah 1 anak, tinggal di Bali.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anak-anak Harus Bahagia

23 Februari 2020   20:28 Diperbarui: 23 Februari 2020   20:39 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Demikian menurut laporan PISA tahun 2018. Ini kelanjutan dari musibah tahun 2015 yang menempatkan kita di urutan 65. Rupanya, kita tidak pernah belajar dari musibah. Padahal, ada Gerakan Literasi Nasional yang mencoba merespon lemahnya litarasi kita. Di tingkat sekolah, ada Gerakan Literasi Sekolah. Strategi tersebut tidak mujarab.

Jika strategi sudah dibuat dan belum memberi dampak, maka perlu dipikir ulang strategi tersebut. Jangan-jangan salah sasaran atau pihak-pihak yang harus mengemban tugas tidak serius. Bila dilihat dari payung hukumnya, penumbuhan minat baca seperti menjadi sasaran antara saja dan bukan target utama. Permendikbud No.23 tahun 2015 lebih memberi kebijakan untuk pengembangan budi pekerti yang salah satunya melalui kegiatan membaca 15 menit. 

Dari aspek penerapan di sekolah, ignorance dan  nilai-nilai lama yang membentuk mental mendominasi anak menjadi penghambat. Dalam kegiatan membaca, guru mengambil peran sebagai pengawas kegiatan atau mandor literasi, bukan memodelkan sebagai seorang pembaca kepada anak-anak.

Selebrasi

Saya melihat program membaca 15 menit gencar dilakukan. Di banyak daerah, membaca 15 menit menjadi kewajiban. Ada sebuah kabupaten yang memiliki program X (nama Kabupaten) Membaca. Ada mars membaca. 

Bagus sekali isi lagunya, yang mengajak anak-anak untuk gemar membaca. Turunannya, di setiap sekolah wajib ada mars gerakan membaca juga. 

Jadi, sebelum kegiatan membaca 15 menit, anak-anak berkumpul di halaman sekolah untuk membaca, didahului dengan menyanyikan mars gerakan membaca sekolah.

Membaca terjadi di manapun di halaman sekolah, di banyak kabupaten/kota. Saat kegiatan membaca, seringkali buku yang dibaca adalah buku teks, bukan buku fiksi anak. 15 menit membaca selesai dan anak-anak masuk kelas. Kadang, anak diminta menulis ringkasan dari apa yang sudah dibaca, meskipun guru kelas tidak membacanya. 

Kegiatan ini justru merepresentasikan cara kerja administratif yang diterapkan kepada anak. Anak harus membuat bukti tertulis jika sudah membaca melalui ringkasan yang mereka buat.

Pada kenyataannya, kegiatan 15 menit membaca menjadi sebuah selebrasi saja untuk mengawali pelajaran. Pihak sekolah hampir dipastikan tidak mengenal buku saku Gerakan Literasi Sekolah yang menganjurkan kegiatan membaca didampingi oleh guru. 

Kegiatan yang dilakukan bisa bervariasi menyesuaikan kelas dan kesiapan membaca anak-anak melalui kegaitan Membaca Lantang, Membaca Bersama, Membaca senyap (mandiri).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun