Dia adalah ayah kita...
Walau bagaimanapun keadaannya, dia adalah ayah kita semua. Yang harus kita hormati dan selalu kita jaga. Mungkin dulu dia pernah menyia-nyiakan kita, mungkin dulu dia tak memberikan kasih sayang layaknya seorang ayah kepada seorang anaknya untuk kita. Sehingga membuat kita semua menjadi kurang perduli dan seakan "ada dan tiadanya tak berarti untuk kita".
Tapi coba lihatlah dia sekarang. Dia sudah sangat tua untuk melakukan semuanya sendiri. Tenaganya sudah tidak seperkasa dulu seperti saat dirinya muda. Dan satu demi satu kenikmatan dunia telah diambil oleh Tuhan dari dirinya. Sekarang dia lebih banyak menghabiskan waktunya dipembaringan yang sepi. Sendiri. Karena kita, anak-anaknya tak mau perduli lagi padanya. Ketika dia mengeluh badannya cape, yang kepalanya pusing , atau merintih kedinginan, kita hanya melihatnya dengan ekspresi datar. Seakan tak terjadi apa-apa. Seperti di kamar itu tak ada orang yang sedang sakit yang memerlukan perhatian dan kasih sayang kita.
Lalu dimana hati kita?
Saat ini ayah kita lebih butuh perhatian dan kasih sayang kita, bukan hanya beberapa lembar uang ratusan ribu tapi dirinya harus berobat diantar oleh orang lain. Atau mungkin kita semua sanggup mengirim dia dirawat di sebuah paviliun rumah sakit dengan fasilitas yang baik. Dengan penangan yang bagus selama 24 jam, seakan kita tak perlu mengkhawatirkan lagi keadaannya. Tidak. Bukan semua itu yang dibutuhkan ayah kita sekarang ini. Sekali lagi ayah kita hanya membutuhkan kepedulian kita sebagai anak-anaknya. Ayah kita hanya membutuhkan kasih sayang dan perhatian tulus seorang anak kepada orang tua di akhir usianya.
Cobalah sesekali untuk menengoknya, berusaha menyapa dan menanyakan sakit apa yang dirinya rasakan. Dengan suara yang halus yang penuh kasih tulus. Jika dia memegangi kepalanya, berbisiklah dengan pelan ditelinganya.... "saya tinggal sebentar ya Yah...saya akan menghangatkan air untuk memijat ayah..." kemudian mulailah mengusapkan air hangat itu dengan kain handuk kecil di bagaian kepala yang di tunjukkannya tadi. Dan pijatlah bagaian tadi dengan pelan. Pelan sekali dan jangan keras-keras.
Setelah itu kalian semua akan melihat air matanya jatuh membasahi pipinya yang keriput. Jangan berhenti, tetaplah saja memijat dengan pelan. Air mata itu bukan jatuh karena menahan rasa sakit yang dia rasakan. Justru sebaliknya, itu adalah air mata bahagia. Karena selama ini masih ada orang yang perduli dengan dirinya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H