Anda yang terbiasa hidup di Jakarta tentu telah terbiasa dengan kondisi jalan yang macet dan kadang-kadang tidak bisa diprediksi (unpredictable). Bagaimana tidak, dengan jarak dari rumah ke kantor yang relatif sama, waktu dalam perjalanan bisa berbeda-beda meskipun berangkat dan pulang dengan jam yang sama. Apalagi kalau berangkat terlambat sedikit, niscaya waktu dijalan yang dihabiskan bisa lebih lama. Kondisi infrastruktur trasportasi yang belum memadai di Jakarta mendorong terjadinya kemacetan rutin setiap hari kerja. Ruas jalan sudah tidak mencukupi menampung jumlah kendaraan bermotor, sementara transportasi publik belum bisa memberikan pelayanan yang baik dan terjangkau.
Kondisi diatas juga turut mendorong setiap orang untuk menggunakan kendaraan bermotor yang dimilikinya sebagai alat transportasi kerja. Implikasinya, jumlah kendaraan bermotor semakin bertambah setiap tahun, jauh melampaui pertumbuhan ruas jalan. Bayangkan kondisi jalanan Jakarta saat office hours, jarak tempuh perjalanan yang hanya sekitar 5 sd 10 kilometer bisa membutuhkan waktu 30 menit. Bagaimana orang yang rumahnya dipinggiran Jakarta namun harus ngantor ke pusat Jakarta (katakanlah daerah Jl. Jenderal Sudirman). Bisa-bisa waktu yang dibutuhkan mencapai 2 jam lebih dalam sekali perjalanan, belum termasuk pulangnya.
Kondisi macetnya jalanan di Jakarta membuat kondisi pengguna kendaraan bermotor menjadi sangat melelahkan. Apalagi pengendara sepeda motor yang harus main ‘selap selip’ diantara deretan mobil dan bus kota agar bisa sampai lebih cepat. Bagi mereka, kondisi sepeda motor yang prima adalah sebuah keharusan. Bahan bakar, oli dan accu yang mencukupi, lampu-lampu, rem dan klakson yang berfungsi baik, adalah beberapa faktor yang harus dikontrol agar kendaraan dapat optimal bekerja. Disinilah peran pentingnya speedometer sebagai penunjuk dari berfungsi atau tidaknya indikator-indikator tadi.
Namun, ada satu indikator yang suka dilupakan pengendara kendaraan bermotor. Namanya tachometer. Biasanya indikator ini digunakan untuk mengetahui banyaknya putaran mesinper menit (rpm/revolutions per minute)serta berguna ketika akan shifting/pindah gigipersneling. Dengan indikator ini, pengendara bisa melihat putaran mesin optimalnya dan tahu kapan waktunya pindah gigi sehingga tidak boros bahan bakar.Biasanya putaran mesin yang normal antara 2.000 sampai 3.000 rpm. Diatas atau angka dibawah itu, mesin justru tidak bekerja pada kondisi optimalnya.Beberapa indikator yang menunjukkan kondisi kendaraan bermotor juga dapat dipantau melalui speedometer sehingga perannya sangat vital untuk kendaraan bermotor.
Dengan speedometer, pengendara menjadi tahu berapa kecepatan yang dibutuhkan untuk sampai disuatu tempat. Pengendara juga bisa memantau kondisi kendaraan melalui speedometer. Kapan pindah gigipersneling, kapan mengisi bensin, kapan menyalakan lampu sein sampai dengan memantau kondisi jarak tempuh kendaraan bermotor.
MONITOR INFLASI
Layaknya speedometer, indikator perekonomian pun selalu dipantau oleh otoritas yang berwenang, baik Pemerintah melalui Kementerian Keuangan untuk kebijakan fiskal maupun Bank Indonesia untuk kebijakan moneter. Dua lembaga ini serta lembaga lainnya senantiasa punya mekanisme koordinasi untuk memantau indikator perekonomian.
Lalu, bagaimana inflasi yang baik, yang rendah atau yang stabil? Menjawab ini tentunya bukan perkara mudah, apalagi inflasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Badan Pusat Statistik selaku lembaga yang secara resmi ditunjuk oleh Undang-Undang untuk menghitung angka inflasi telah menetapkan bahwa inflasi dibagi menjadi 3 (tiga) komponen.
Apa saja ketiga komponen inflasi itu? Pertama, Inflasi Inti yaitu komponen inflasi yang pergerakannya cenderung tetap (persisten). Kedua, Inflasi Administered Prices atau inflasi barang/jasa yang perkembangan harganya diatur pemerintah. Ketiga, Inflasi Volatile Goods yaitu inflasi barang/jasa yang perkembangan harganya sangat bergejolak. Berdasarkan tahun 2002, inflasi volatile goods masih didominasi bahan makanan, sehingga sering disebut juga sebagai volatile foods. Sederhananya, inflasi dipengaruhi tidak hanya dipengaruhi oleh kebijakan moneter saja, namun juga dipengaruhi kebijakan fiskal pemerintah (pusat dan daerah), termasuk juga mekanisme pasar yang diluar kontrol bank sentral.
Dari sisi pemerintah, memacu pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai dengan penyerapan tenaga kerja yang optimal serta penurunan angka kemiskinan merupakan tujuan yang diinginkan dan ingin dicapai. Namun secara teori, pertumbuhan yang tinggi juga cenderung meningkatkan inflasi (harga barang dan jasa). Jika ingin ekonomi tumbuh lebih tinggi sementara angka inflasi menunjukkan tren meningkat, maka perlu adanya strategi lain.
Ibarat kita mengendarai kendaraan bermotor. Saat anda berkendara menggunakan gigi persneling 4 pada kecepatan 100 km/jam, angka tachometer sudah menunjukkan digaris merah ataupun berada diatas putaran normal mesin, yang artinya kerja mesin sudah hampir maksimal. Ketika itulah waktunya anda memindahkan (shifting) ke gigi persneling 5 sehingga putaran mesin mulai turun dan kecepatan bisa dipacu lebih tinggi.
Ekonomi pun bisa diibaratkan seperti indikator dalam speedometer. Namun, ekonomi pun ada batas maksimalnya layaknya kendaraan bermotor. Ketika sudah menggunakan gigi persneling 5, maka ketika tanda indikator kecepatan dan tachometer sudah maksimal, seketika mobil tidak akan bisa dipacu lebih kencang lagi. Jika dipaksa, bisa-bisa mobil malah rusak. Pun begitu dengan ekonomi yang sudah menunjukkan titik maksimal, maka relatif susah untuk dipacu lebih tinggi.
Nah, kembali ke pertanyaan awal. Lalu, bagaimana inflasi yang baik, yang rendah atau yang stabil?Jawabannya relatif, tergantung dari kebutuhan suatu negara. Maksudnya, ketika suatu negara sudah menetapkan pertumbuhan ekonomi pada angka tertentu disertai dengan asumsi-asumsi lainnya, maka angka inflasi bisa diperkirakan kisarannya. Misalnya target pemerintah untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2012 pada angka 6,5%, maka pemerintah bersama-sama BI telah menetapkan angka inflasi pada kisaran 4,5% (±1%). Ini artinya, dengan mempertimbangkan segala indikator makro perekonomian, Pemerintah bersama-sama BI telah berkoordinasi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sesuai target, namun tetap menjaga pergerakan inflasi pada kisaran level optimal yang telah ditetapkan. Hal ini penting agar ekonomi berjalan baik sesuai dengan perencanaan yang telah dilaksanakan.
Menutup artikel singkat ini, inflasi yang baik tentunya inflasi yang rendah (sesuai target) dan stabil. Ibarat mengendarai kendaraan bermotor, maka segera gantilah persneling gigi ketika angka tachometer sudah berada di titik optimal (jangan menunggu maksimal). Atau kalaupun mau mengendarai dengan nyaman, jagalah putaran mesin agar stabil dalam setiap gigi yang digunakan. Jangan juga mengendarai kendaraan dengan putaran mesin yang terlalu tinggiapalagi fluktuatif, kadang tinggi sekali lalu rendah dan lalu tinggi lagi. Jika tidak, mesin akan dipaksa bekerja terlalu ‘over’ dan mengeluarkan suara yang keras serta menimbulkan getaran-getaran pada body kendaraan. Implikasinya, kendaraan cepat rusak dan boros bahan bakar. Mengendarai kendaraan dengan putaran mesin yang optimal dan stabil tentu lebih nyaman dan aman, layaknya inflasi. Bukan begitu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H