Mohon tunggu...
Wahyu Riansyah
Wahyu Riansyah Mohon Tunggu... -

Perbedaan itu indah...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rancangan Peristiwa 2014

1 November 2013   13:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:44 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13832890211027135084

Berbagai macam permasalahan terus terjadi di Indonesia dan tidak akan pernah berhenti. Perjalanan Indonesia menjadi bangsa dan negara yang besar dalam menghadapi tantangan globalisasi tidaklah mudah, konflik-konflik terus mewarnai pergerakan NKRI. Permasalahan yang akan dihadapi tahun 2014 diantaranya adalah permasalahan pemilu, konflik horizontal, ketegangan antar lembaga, dan kesenjangan sosial ekonomi.

Harus diakui, penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2014 mendatang  akan menjadi babak krusial dalam perjalanan sejarah Indonesia. Dengan peserta sebanyak 12 partai politik, Pemilu 2014 diharapkan menjadi momentum konsolidasi demokrasi, terutama dalam kerangka gagasan menyederhanakan jumlah partai politik (parpol). Dibandingkan Pemilu sebelumnya tahun 2009 yang melibatkan 34 parpol dan  6 partai lokal di Nangroe Aceh Darussalam, pelaksanaan agenda konstitusi tahun 2014 ini diharapkan dapat lebih jurdil dan bersih. Tingkat  kematangan berdemokrasi  sungguh akan menjadi faktor penentu.  Yang pasti, akan sangat ideal bila  kemeriahan pesta demokrasi ini tidak menampilkan konflik horizontal dan berbagai permainan curang, termasuk  politik uang.

Mendekati pesta demokrasi 2014 akan ada konsolidasi parpol dalam pencalonan presiden-wakil presiden diikuti dengan konsolidasi “kubu agama” dalam menghadapi naiknya “kubu nasionalisme”. Perlu peran aktif bagi seluruh kepala daerah dalam menjaga stabilitas sosial dan keamanan supaya tidak ada gejolak menjelang dan selama pemilu 2014.

Pertentangan politik yang menonnjol dan kerapkali mempengaruhi stabilitas nasional adalah potret konflik elit politik saat ini. Pertentangan eksekutif dan legislatif selama ini cukup menggambarkan keprihatinan bagi perkembangan politik nasional yang semestinya dapat mendidik masyarakat dalam berpolitik.

Walau pemilu 2014 masih jauh di depan, namun aroma persaingan dan pertentangan antarsesama peserta pemilu mulai terasa hangat dan cenderung memanas. Banyak kalangan yang mengkhawatirkan persaingan tersebut berujung pada konflik horizontal.

Dugaan ini berdasar pada jumlah konflik sosial yang meningkat di tahun-tahun sebelumnya. Sepanjang 2012 terjadi 264 peristiwa dan 371 tindakan intoleransi terkait isu agama (Setara Institute, 2012), 58 kasus pelanggaran kebebasan beragama (KomnasHAM), serta terdapat 189 titik rawan konflik sosial berbasis agama dan politik (Kemensos, 2012). Kasus Ahmadiyah (berlangsung sejak 2005 dan berulang terjadi hingga kini), Syiah (berulang terjadi pada Desember 2011 dan Juni 2012).

Masyarakat sebagai bagian terpenting dari pemilu adalah penentu kepemimpinan nasional dan keterwakilannya di parlemen. Tanpa rakyat, pesta demokrasi lima tahunan itu sungguh tidak berarti. Namun, tingginya tingkat partisipasi masyarakat dapat mendorong tingkat interaksi yang berpotensi menimbulkan gesekan dan konflik di masyarakat akibat keinginan yang berbeda.

Di samping itu, kondisi masyarakat Indonesia yang rentan terhadap tindakan provokasi memudahkan konflik komunal berkembang cepat dan luas, serta memungkinkan gangguan terhadap ketertiban publik yang secara eskalatif dapat mengganggu stabilitas keamanan nasional. Struktur masyarakat yang heterogen, tingkat pendidikan yang belum maju, serta krisis ekonomi yang belum pulih, menjadi celah yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok yang ingin mengganggu stabilitas nasional.

Ketegangan kelembagaan di tingkat aparat level bawah atas dasar persoalan ekonomi, disiplin korps, dll menjadi salah satu permasalahan yang masih harus diperbaiki di tahun 2014.

Fenomena yang sangat memprihatinkan di masing-masing penyelenggara negara, baik legislatif, eksekutif dan yudikatif, yaitu adanya sikap saling mendegradasi dan bahkan cenderung saling menjatuhkan.

Hal ini terjadi, karena kurangnya sikap kenegarawanan di masing-masing penyelenggara negara dan cenderung menonjolkan sikap egoisme individu ataupun kelompok sehingga mengesampingkan kepentingan yang jauh lebih luas, bangsa, dan negara. Kita harus waspada terhadap pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang sengaja menciptakan suasana gaduh dan tidak kondusif dengan mengadu domba masing-masing penyelenggara negara

Birokrasi sebagai garda terdepan dalam penyelenggaraan tata pemerintahan dituntut untuk profesional dan tidak tekooptasi oleh kepentingan politik sehingga dapat menunjukkan postur ideal yang diharapkan publik.

Liberalisasi politik sebagai akibat reformasi politik, disisi lain memberikan godaan bagi birokrasi untuk bermain dalam ranah politik atau menciptakan ruang bagi munculnya politisasi terhadap birokrasi. Untuk itu diperlukan implementasi aturan yang lebih tegas, sanksi yang berat bagi pelanggaran yang dilakukan birokrasi. Perubahan memang tidak berlangsung cepat, namun bila dilakukan sungguh-sungguh kelak kita akan menemukan potret birokrasi yang ideal di negara kita.

Jika tahun 2014 dapat dilewati dengan kondusif, berarti Indonesia menjadi lebih maju dari sekarang, namun jika tahun 2014 masih banyak terjadi konflik yang tidak terselesaikan maka kemungkinan besar tahun-tahun berikutnya akan lebih sulit.

Peran masyarakat sangat diperlukan dalam mengantisipasi berbagai macam gangguan keamanan dan konflik sosial. Gangguan keamanan yang akan terus dihadapi antara lain adalah konflik sosial, teror bom, sengketa lahan, konflik antara umat beragama, dan masalah perburuhan.

Sepanjang 2012 terjadi 198 konflik agraria yang tersebar di 29 provinsi: terbanyak di Jawa Timur (24 kasus), Sumatera Utara (21 kasus), Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan masing-masing 13 kasus sereta Riau dan Jambi masing-masing 11 kasus. Sisanya tersebar di provinsi lainnya.

Konflik Sosial berasal dari ketimpangan kekuasaan dan otoritas dalam dan di antara organisasi-organisasi / kelompok-kelompok sosial. Konflik sosial dapat diakibatkan dengan adanya kesenjangan ekonomi, konspirasi politik, pola pikir, sentimen primordialisme, politik, ideologi ,doktrin dan lain-lain. Konflik sosial sering muncul tatkala paradigma berfikir masyarakat belum optimal dalam memahami pluralitas yang ada dalam masyarakat itu sendiri, terkadang perbedaan kultur, ras, warna kulit, dan sebagainya dapat mengakibatkan terjadinya konflik sosial.

Menghadapi 2014 masyarakat Indonesia harus lebih kreatif dan tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan untuk mengganggu stabilitas nasional. Selain itu masyarakat juga harus lebih selektif dalam menghadapi berbagai macam isu yang berkembang. Pentingnya rasa persatuan dan kesatuan dalam diri masing-masing orang serta sikap saling menghormati dan menghargai antar sesama yang harus ditingkatkan dalam pluralitas bangsa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun