Mohon tunggu...
Wahyu Alhadi
Wahyu Alhadi Mohon Tunggu... -

Mahasiswa STEI Yogyakarta..insan muda Kalimantan Timur...Anak Pertama dari 3 bersaudara...hasil karya dari seorang Guru Olahraga dan wanita anggun berkebangsaan Sunda...Bapak Sudirman dan Ibu Siti Aminah ...Dua Insan yang sangat kusayangi... Love U all...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pak Polisi, Tolong Jangan Jadi Artis

2 Maret 2012   14:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:37 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kepolisisan Republik Indonesia, atau biasa disingkat dengan POLRI merupakan sekumpulan aparatur negara yang bertugas menjaga stabilitas keamanan dan perdamaian suatu negara. Perlindungan keselamatan dan kenyamanan hidup bagi masyarakat, mencegah segala konflik dan perpecahan yang terjadi. Tempat pengaduan masyarakat ketika mengalami permasalahan-permasalahan yang tidak dapat diselesaikan secara individu.

Negara ini adalah bangsa yang memiliki ragam multidimensi karakteristik kehidupan. Berbagai macam suku dan RAS mewarnai wajah bangsa ini di hadapan dunia. Berjuta cara bergaul dan berfikir membuat persatuan dan kesatuan seakan sulit dibangun. Begitu banyak ego yang muncul, seakan menggugurkan semangat nasionalis sebagai seorang anak bangsa. Kelompok dan golongan tidak dapat dilepas dari kepentinga-kepentingan di dalam proses “menyamankan” hidup.

Bangsa yang berdasar pada sila-sila suci Pancasila seakan menunggu waktu untuk “punah”. Berbagai macam problem persaudaraan yang muncul membuat kita yakin bahwa bangsa ini tidak bersatu sebagai sebuah Negara Kesatuan. Pertikaian-pertikaian yang terjadi seakan menjadi hal biasa dalam perjalanan karir bangsa ini. Ketika hal-hal itu terjadi, dimana pihak penengah yang berkewajiban melerai “adu otot” saudara-saudara kita ini. Kepolisisan seolah tidak terdengar suaranya saat pertikaian-pertikaian itu dimulai. Apakah masalah-masalah itu akan menjadi pekerjaan individu yang diselesaikan “dirumah sendiri” ?

Kepolisian negeri ini memiliki “pekerjaan rumah” yang bertumpuk, seiring dengan semakin kompleksnya pergolakan bangsa. Masalah-masalah manusia bangsa yang seharusnya dapat diselesaikan oleh pihak ketiga belum menjadi solusi tepat. Perlindungan atas masyarakat negara yang tidak bersalah dan tidak tahu menahu atas masalah juga belum menjadi perimbangan penting. Begitu banyak korban yang berjatuhan di tangan “anak negeri” ini. Mereka seakan menitip pesan pada Pak Polisi untuk menjaga kawan-kawan lain, agar nantinya tidak ikut menjadi korban. Dihadapan Pak Polisi mereka hormat, berpamitan, namun tak dibalas hormat oleh sang “penegak hukum”.

Bangsa yang tumbuh prematur dalam melakoni pergaulan barat ini juga menjadi satu permasalahan penting. Dunia pers dan keartisan sudah kehabisan akal untuk menarik perhatian “penikmatnya”. Dunia keartisan saat ini sudah kehabisan actor sehingga menarik dan menggunakan “pemeran pangganti” yang tidak wajar. Memilih jasa Pak polisi untuk dijadikan objek bisnis dalam memenuhi kebutuhan public. Hal-hal semacam ini dapat menjadi penghalang bagi aparat kepolisian di dalam menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai pelindung negara dan manusia bangsa ini. Menurunkan semangat juang para “palang pintu” keamanan dan perdamaian negara ini. Pekerjaan rumah yang bertumpuk akan terganggu dengan tawaran-tawaran “aneh” dari para pengguna jasa keartisan ini. Siapa lagi yang akan mengamankan negara ini kalau bukan Pak Polisi ?

Beberapa waktu belakangan muncul seorang sosok polisi yang menjadi korban “keganasan” media. Briptu Norman Camaru atau kita kenal sebagai abang “Polisi India”. Kepiawaiannya bernyanyi dan berjoget membuat kita kagum akan sosok seorang Polisi. Jenjang karir bernyanyi yang belum jelas membuatnya terkenal dimasa itu. Bang Norman yang selalu menggunakan seragam dinas itu tidak lantas goyah. Tedak dan niat mulianya membela Kepolisian masih melekat kuat di dadanya. Namun, seiring berjalannya waktu, abang “Polisi India” ini seakan menelan air liurnya sendiri. Gemerlap dunia keartisan membuatnya “layu” akan semangat juang tiada henti membela bangsa. Niat dan tekad yang semestinya bersandar dipundaknya, kini hanya menggantung di lemari mewah miliknya. Keputusannya untuk mengahiri karir di kepolisian adalah bukti betapa “rakusnya” media dan entertaint. Satu pilar Kepolisian gugur di medan perang. Hal ini yang membuat masyarakat heran akan sikap aparat sebagai sosok manusia tegap. Sangat disayangkan ketika salah satu dari “palang pintu” negeri ini harus meninggalkan markasnya di Kepolisian, yang nantinya mungkin akan membantu negara dalam upaya membongkar kasus-kasus “penjahat suci” bangsa ini.

Beberapa waktu dekat, dunia infotaiment juga dihebiohkan dengan munculnya om Syaiful Bachrie atau disebut-sebut sebagai “Polisi Ganteng”. Hal mencengangkan kembali terlihat dari ulah awak media. Berjuta-juta polisi bangsa ini yang ketampanannya melebihi Justin Biber, kenapa harus gempar dengan munculnya om bachrie ? Huhh, semakin mendewasa negara ini dengan “kekonyolannya”. Sikap mencurigakan untuk nantinya mengikuti perjalanan bang Norman juga mulai terlihat. Ketenaran yang sudah di depan mata, membuat om yang satu ini tergiur. Masyarakat sebagai pihak yang ingin dilindungi menjadi khawatir dengan “kelakuan” pers. Keinginan untuk dapat bernyanyi dan mengolah kemampuan berbicara merupakan bukti nyata bahwa “polisi Ganteng” ini ingin cepat-cepat menjadi artis. Apakah akan kembali melepas jabatan terhormatnya di kepolisian sebagai Bripda ? (sungguh mengharukan). Tolong lah om….jangan jadi artis, masih banyak tugas mulia di kepolisian yang harus diselesaikan.

Gemilaunya dunia entertaint meluluhlantahkan semangat juang patriot bangsa ini. Mudahnya akses menuju ketenaran membuat Pak Polisi berlomba mencari bakat-bakat baru. Ada yang jadi pesulap, Nge- band, dan lain sebagainya. Problematika ini akan menjadi “cambuk panas” bagi Kepolisian Republik Indonesia. Kinerja yang selalu ditunut oleh masyarakat, sampai saat ini belum menjadi realita nyata. Konflik dan pertikaian belum menjadi tugas mulia untuk dituntaskan. Sikap dan perilaku hukum yang selalu di dengung-dengungkan hanya sebatas “wacana publik” belaka.

Apakah dengan “pekerjaan rumah” yang sekian banyak menanti itu masih ingin memikirkan ketenaran menjadi artis ? apakah negeri ini sudah kehabisan akal untuk mencari aktor ? Pak Polisi, tolonglah…jangan jadi artis…lihatlah wajah-wajah suci masyarakat bangsa ini yang “haus” akan perlindungan dan keadilan. Ketidaktahuan akan hukum membuat mereka bergantung kepadamu….ketidakberdayaan mereka sebagai manusia bangsa yang terdzolimi, membuat mereka mengharapkan kehadiranmu….dunia keartisan hanya akan membuatmu jatuh tak berdaya dalam kenikmatan sesaat….pertahankanlah tekad muliamu dalam membela bangsa ini…

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun