Mohon tunggu...
WAHYU AGUNG NURIL FAHMI
WAHYU AGUNG NURIL FAHMI Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa uin sunan ampel surabaya

manusia yang hanya berusaha berjalan sesuai kodrat-nya, mencoba memanusiakan manusia dengan rasa berperikemanusiaan, mencoba adil dan berusaha tidak mengecewakan yang sudah menaruh harap padanya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemilu sebagai Cerminan Demokrasi

10 Desember 2023   20:53 Diperbarui: 10 Desember 2023   21:47 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilu Cermin Demokrasi

Pemilihan Umum mendatang akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari awal tahun 2024, dan diikuti sebanyak 24 partai politik yang akan berkontestasi dalam ajang tersebut. Awal dari sebuah perjalanan Panjang demokrasi negara ini. Harapan rakyat Indonesia sendiri nantinya kelak tercipta pemilu yang transparatif, sesuai dengan asas LUBERJURDIL yang selalu digaungkan setiap aka nada pemilu.

Polemik terus berdatangan, satu demi satu. Seperti halnya yang sedang meningkat saat ini pemilihan Gibran Rakabuming Raka yang dianggap sebagai cacat konstitusi, karena pemilihan tersebut melalui persidangan Mahkamah Konstitusi terkait Batasan usia minimal guna maju menjadi Calon Presiden maupun Calon Wakil Presiden. Seperti yang kita ketahui Bersama, sebelumnya Batasan usia untuk mencalonkan diri sebagai Capres maupun Cawapres Ketika seseorang sudah berusia 40 Tahun, akan tetapi setelah melalui persidangan Mahkamah Konstitusi, dikabulkan bahwa ambang batas usia pencalonan tetap 40 tahun akan tetapi, bagi yang sedang atau pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilihan Umum termasuk Pemilihan Kepala Daerah boleh maju mencalonkan diri sebagai Capres maupun Cawapres.

Oleh karena itu, hal tersebut menimbulkan kegaduhan di masyarakat Indonesia sendiri, mereka menilai bahwa Ketua Mahkamah Konstitusi, yakni Anwar Usman, berusaha melenggeng dan melegalkan upaya guna majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres yang diusung oleh Koalisi Prabowo. Senada dengan itu masyarakat menilai bahwa adanya cawe-cawe dari Anwar Usman, karena notabene-nya Gibran adalah keponakan dari Istri Anwar Usman. Hal ini sebetulnya menggunggah para pakar politik, banyak yang berpendapat bahwasannya Indonesia memang membutuhkan pemimpin yang muda, karena dianggap sigap dan cekatan dalam menghadapi problema di negara Indonesia.

Namun juga banyak yang kontra dengan pendapat tersebut, dengan majunya Gibran, dianggap sebagai cacat konstitusi, bahkan ada yang menganggap bahwa Gibran adalah "Anak Konstitusi". Memang banyak kontra seperti banyaknya aksi dari para mahasiswa yang merasa Mahkamah Konstitusi berubah nama menjadi "Mahkamah Keluarga". Hal tersebut merupakan buntut dari kekecewaan para mahasiswa karena merasa bahwa Mahkamah Konstitusi semena-mena dan dirasa tidak bisa memutuskan hal tersebut.

Tentunya hal hal seperti itu sangatlah mengganggu prosesi demokrasi Indonesia yang "katanya" sudah meelakukan Reformasi, akan tetapi mengapa kediktatoriatan tersebut masih ada? Mengapa orang yang memiliki otoritas seakan melaksanakan hal yang berbau "Otoriter" untuk melancarkan manuver manuvernya. Harus kita garis bawahi, bahwasannya sebuah pemerintah ataupun demokrasi yang baik itu diawali dari sebuah cara meraih Kemenangan pada Kontestasi Pemilu yang baik. Apabila meraihnya saja tidak baik, apa yang kita harapkan hasil dari pemerintahan tersebut?

Ketidakpastian terkait integritas pemilihan menciptakan tantangan mendalam bagi kemajuan demokrasi Indonesia. Meskipun kebutuhan akan kepemimpinan muda diakui, keberlanjutan otoritas dan intervensi yang diragukan dalam proses pemilihan mempertanyakan kualitas demokrasi itu sendiri. Indonesia, sebagai bangsa yang telah mengalami reformasi, dihadapkan pada tugas untuk menyeimbangkan kebutuhan inovasi dan prinsip-prinsip dasar demokrasi. Sehingga, untuk meraih tujuan pemerintahan yang baik, keseimbangan antara transparansi, independensi lembaga-lembaga, dan partisipasi masyarakat perlu diperkuat sebagai pondasi demokrasi yang sejati.

Dalam mengevaluasi dinamika Pemilu mendatang, kita harus memandangnya sebagai panggung penting untuk membangun fondasi demokrasi yang kokoh. Meskipun terdapat polemik dan ketidakpastian dalam proses pemilihan, tantangan ini dapat dijadikan momentum untuk meningkatkan integritas sistem demokrasi Indonesia. Peran masyarakat, media, dan lembaga-lembaga terkait sangat krusial dalam memastikan bahwa proses demokratisasi tidak hanya menjadi formalitas, tetapi benar-benar mencerminkan kehendak rakyat.

Billahi fiy Sabiilil Haq, Fastabiqul Khoirat
Anggun Dalam Moral, Unggul Dalam Intelektual

  Wassalamu'alaikum Wr.Wb.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun