Mohon tunggu...
Eka Setija
Eka Setija Mohon Tunggu... -

iam the big fans of Liverpool

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sukamulya dan Darurat HAM

19 November 2016   07:38 Diperbarui: 19 November 2016   14:54 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam dasar konstitusional, hak-hak warga negara dilindungi. Menjalankan setiap demokrasi serta melakukan perlawanan sebagai kontrol atas kebijakan pemerintah. Pada dasarnya pemerintah sebagai representasi rakyat, mewadahi dan mendengarkan rakyatnya. Bukan berlaku semena-mena atas nama hukum dan demokrasi. Represivitas atas nama investasi, lalu dikaitkan dengan de-demokrat-isasi merupakan sebuah upaya pembungkaman. Serta melanggar konstitusi.

Apa yang terjadi di Sukamulya Majalengka, Kulonprogo, Kendeng dan berbagai daerah lainya. Merupakan sebuah langkah yang menghianati konstitusi sebagai dasar hukum yang fundamental, bertentangan dengan pancasila serta konsep Trisakti itu sendiri.

Dijelaskan dalam UUD 1945 pasal 28 G bahwa:
"1. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
2. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain".

Lalu pada pasal 28 H menyebutkan:

"(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
2) Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun".

Penggusuran dan perampasan hak rakyat, baik kaum miskin hingga rakyat nelayan dan agraria bertentangan dengan hak-hak rakyat. Atas nama tata kelola dan hal-hal menyangkut kondisi darurat, selalu menjadi dalih untuk mengorbankan banyak rakyat yang kehilangan hak-haknya. Tanpa melalui sebuah musyawarah yang demokratis hingga kajian terkait, semua dibenarkan demi kepentingan beberapa pihak. Bahkan atas nama invetasi, yang kini menjadi dalih penggusuran massal.

Hak-hak rakyat menjadi dikorbankan, demi ambisi serta nafsu korporasi baik nasional maupun swasta. Bahkan demi ambisi tersebut rakyat selalu disisihkan, ditakuti dan dibohongi. Padahal jika dikaji lebih dalam investasi hanya menjadi menguntungkan ke atas, tetapi merugikan ke bawah.

Semisal Semen, kondisi sebenarnya surplus. Atas nama pasar global, maka dengan kebanggaan semu mencoba mengambil alih hak-hak rakyat. Padahal sejatinya keuntunganya belum tentu dirasakan secara langsung, alih-alih sejahtera malah "melarat" dalam ilusi kemakmuran.

Reklamasi, lalu pembangunan bandara hingga infrastruktur lainya, merupakan ambisi yang rakus oleh para pemodal birokrat. Demi keuntungan dan investasi yang jelas-jelas tidak dirasakan langsung oleh rakyat, mereka rela menyakiti rakyat lalu menyingkirkan mereka. Lalu kesejahteraan ini sejatinya untuk siapa?. Pendidikan semakin mahal, kesehatan setali tiga uang sama, lapangan pekerjaan apa lagi. Swasembada pangan lalu kedaulatan maritim, ah itu hanya buih-buih. Privatisasi disegala aspek dasar, mulai dari air hingga udara (pencemaran udara areal industri hingga hutan) semakin menyengsarakan rakyat. Inkonstitusional, mengagung-agungkan hukum namun menghianati hukum itu sendiri.

Jika pemberangusan gerakan rakyat secara kasar, dapat dikaitkan dengan Toture Convetion dalam UU no 5 tahun 1998
Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia.

Hak- hak manusia secara hukum dilindungi, melalui konvenan ini pemerintah tidak boleh semena-mena terhadap rakyatnya. Tindakan represivitas hingga perlakuan tidak mengenakan, termasuk menghakimi sepihak rakyat yang menolak tunduk akibat dipaksa menyerahkan tanahnya. Aparatur negara yang melukai warganya dalam penggusuran, hemat saya termasuk melanggar konvenan ini. Dalam hal ini penyiksaan secara harfiah memiliki definisi, perlakuan yang disengaja yang menimbulkan rasa sakit baik jasmani maupun rohani. Tindakan menembakkan gas air mata tanpa perlawanan, merupakan tindakan yang disengaja dan menyiksa. Memaksa rakyat dengan menangkapnya secara paksa atas tuduhan tidak jelas, apalagi dalam kondisi rillnya tidak melakukan sesuatu yang mengancam adalah bentuk represivitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun