Nan jauh di daerah selatan, di wilayah kerajaan Lhodoyong yang diperintah seorang ratu bernama Maha Dewi Panida, terdapat kesibukan yang sangat menarik perhatian. Di dusun Kaliwungu, banyak orang berdatangan berpakaian ala petani biasa menebangi pohon bambu banyak sekali. Ada ratusan batang bambu petung yang ditebang, diletakkan di padang terbuka di pinggir sungai Brantas.
Selang beberapa hari bambu-bambu petung itu dipotong-potong dan dirakit menjadi gethek. Banyak sekali orang yang mengerjakan pekerjaan itu. Bahkan mereka bermalam di pinggir sungai Brantas dengan mendirikan gubug-gubug.
Tak ada warga dusun Kaliwungu yang tahu maksud pembuatan gethek yang banyak sekali itu. Ketika bekel dusun kaliwungu dan beberapa pengawalnya hadir di sana, ia langsung disambut ramah, dan diajak masuk ke dalam sebuah gubug tanpa seorangpun boleh ikut.
Tak ada yang tahu apa yang mereka perbincangkan di dalam. Bekel itu keluar dari gubug dengan kepala menunduk, seolah ia menyimpan rahasia yang tak boleh  dibocorkan kepada siapapun.
Setengah bulan berlalu, jumlah rakit atau gethek telah mencapai ratusan. Setiap rakit bisa mengangkut dua puluh hingga tiga puluh orang. Berita tentang kegiatan itu seolah tertutup rapat, warga dusun yang dekat dengan Kaliwungupun tak tahu. Sebuah pekerjaan rahasia yang cukup rapat tersembunyikan.
Memasuki hari kedua puluh, saat malam gelap gulita tak tersinari cahaya bulan, puluhan pedati berdatangan ke tempat pembuatan rakit itu. Setiap pedati menurunkan lima kotak kayu berukuran besar yang tertutup rapat. Kotak-kotak itu lantas dipikul oleh empat orang untuk dinaikkan ke atas rakit yang sudah diletakkan di pinggir sungai Brantas. Â Tak ada yang mengetahui isi kotak-kotak kayu itu.
Lima hari berikutnya dusun Kaliwungu kedatangan ratusan orang berpakaian petani. Mereka berbaris masuk dusun itu tepat tengah malam. Â Sebagaimana petani pada umumnya semua berbaju dan bercelana ala petani, bercaping bambu dan membawa sebatang golok yang bergantung di pinggang kirinya.
Para pendatang itu lelaki semua. Berperawakan tegap dan kekar, seolah semuanya adalah orang-orang yang sudah terlatih ilmu kanuragan. Mereka tidur di tempat terbuka di pinggir Sungai Brantas.
Semula warga dusun Kaliwungu takut dengan kedatangan orang-orang berpakaian petani itu. Namun bekel dusun Kaliwungu berhasil menenangkan kembali warga. Ia bisa meyakinkan warganya bahwa kedatangan orang-orang itu tidak akan membahayakan jiwa mereka. Meski rumpun bambu yang mereka pelihara di hutan dekat dusun mereka habis ditebangi oleh para pendatang itu.
Sehari berikutnya datanglah lima orang mengendarai kuda. Seorang wanita cantik dikawal empat lelaki kekar dengan kulit tubuh penuh tatto bergambar hewan-hewan sangar. Semua lelaki di tanah lapang duduk bersimpuh di hadapan wanita berkuda itu. Di punggung wanita itu tersampir kapak bertangkai panjang yang diikat kulit kayu yang telah dipilin halus.
"Hari ini kita berangkat. Segera turunkan rakit-rakit ke sungai. Tetap diam dalam perjalanan, jangan berteriak-teriak untuk menarik perhatian orang. Tepikan rakit di tempat tujuan yang telah ditentukan. Di tempat itu ada pemandu yang akan mengantarkan kalian untuk tinggal sementara waktu di hutan. Bekal pangan cukup untuk dua bulan, sambil menunggu rencana yang telah kita sepakati dijalankan." Kata wanita cantik itu.