Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Bab 23 Korban Cambuk Nagageni (Cersil STN)

24 April 2024   19:45 Diperbarui: 1 Juni 2024   14:57 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Siapakah majikan orang tuamu anak muda ?"

"Kanjeng tumenggung Gajah Alit, salah satu senopati kerajaan Medang."

"Ohh, sebenarnya kau putra siapa di ketumenggungan itu."

"Aku adalah putra pamomong kedua putrinya, Sekarsari dan Sekararum.  Nama ibuku Nyai Kenanga.  Ayahku Wirapati, pemimpin pengawal pasukan katumenggungan."

"Tapi ilmumu sungguh mencengangkan kami.  Sejauh yang aku ketahui ilmu gurumu tidak setinggi itu.  Ajar Cemara Sewu yang dulu dikenal sebagai Menjangan Gumringsing tidak lebih dari seorang prajurit biasa-biasa saja.  Meskipun tentu berada diatas tingkatan kami.  Namun kakak seperguruannya yang agak kesohor, ia pendekar legendaris bersenjata cambuk nagageni."

"Aki kidang Gumelar ?  Iapun guruku paman.  Cambuk itu diwariskan kepada saya."

"Ohhh pantas.  Sekali lecutan saja kau mampu merobohkan para perampok itu."

"Tapi tak satupun yang terbunuh oleh cambukku, kecuali seorang pencuri kuda yang jatuh karena lehernya terjerat ujung cambukku."

"Yah, anak buahku yang menyelesaikan mereka.  Ketika mereka tak lagi berdaya, dengan geramnya para pengawal menghabisinya."

Demikianlah perbincangan itu berlangsung hingga tengah malam.  Tak terjadi peristiwa apapun malam itu hingga fajar menyingsing di timur.  Mereka bergegas bersiap-siap meneruskan perjalanan, meski perut belum terisi apapun malam itu.  Mereka tak sempat berburu binatang buat makan malam sebagaimana kebiasaan mereka jika terpaksa berkemah di hutan.

Sembada menuntun kudanya di barisan paling belakang.  Berjalan berjajar bersama pemimpin pengawal dan pedagang itu.  Kedua orang itu begitu kagumnya kepada anak muda berilmu tinggi dan sopan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun