Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah Tumpeng-Gunungan (2)

12 Maret 2024   14:30 Diperbarui: 13 Maret 2024   17:09 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dibiasakan kerja bersama di lahan pertanian, diikat tali keyakinan kepada dewa sesembahan, serta diromantisir kehidupan berkesenian yang menyenangkan, suasana hidup di pedesaan jadi rukun dan damai. Semua diyakini sebagai berkah dewa dan leluhur.

Namun kehidupan demikian tidak dinikmati generasi cucu dan cicitnya sepanjang masa. Ketika Majapahit runtuh, kerajaan baru dengan agama baru muncul, prajanya berpusat di Demak Bintara, rajanya Raden Patah, di dukung Majelis Kerajaan sembilan wali, perubahan demi perubahan mulai dirasakan.

Mula-mula desanya sering didatangi musafir demak. Minta kesempatan berbicara di depan penduduk. Mereka nyatakan bahwa agama yang dipeluk penduduk adalah agama kafir. Mereka tawarkan agama baru yang dapat memberi keselamatan dunia akherat.

Karena para musafir tersebut petugas praja Demak, mereka juga ceritakan keagungan dan bijaksananya raja. Persis seperti para pujangga dahulu lakukan dengan karya-karya sastra.

Warga desa biasa muliakan petugas praja. Kedatangan para musafir tetap disambut hangat dan hormat. Namun agama baru dan dewa baru itu belum bisa dipercaya keagungan berkahnya. Warga desa belum melihat buktinya.

Maka penduduk tetap berpegang teguh keyakinan lama. Bekerja dan berseni kebudayaan seperti pendahulunya. Para musafir tak bisa paksa. Disamping keyakinan tak boleh dipaksakan, mereka kurang piawai yakinkan orang. Rajanya mangkat sebelum tugas usai. Kembalikan kesejahteraan rakyat sebagaimana zaman Majapahit, dan sebarkan agama baru yang dipeluk, Islam.

Maraklah penguasa Jepara gantikan ayahandanya. Adipati Unus ditabalkan  jadi raja setelah Pangeran Jim Bun anom, alias Raden Patah, mangkat. Raja baru sepenuhnya didukung majelis kerajaan.  Karena wataknya yang berjiwa besar dan wawasan kenegaraannya yang luas. Pandangan politisnya sama sama dengan pendukungnya di majelis itu. Bahwa kesatuan Jawa hanya dapat diwujudkan dalam kesatuan nusantara. 

Kala itu kesatuan Jawa tengah terpecah belah. Akibat perang saudara yang terjadi karena berebut warisan Majapahit. Arus perdagangan di perairan Jawapun tergoncang karena hadirnya penguasa samudra baru. Mereka memiliki teknologi persenjataan dan kapal yang jauh lebih sempurna daripada raja-raja nusantara dan sekitarnya. Awak kapalnya berkulit putih, berhidung mancung, datang dari baratnya barat India. Bangsa Portugis.

Mereka datang berbondong-bondong. Mencari rempah-rempah tidak dengan berdagang sebagaimana orang India Cina dan Arab. Namun dengan menjarah, merampok dan membajak serta menenggelamkan kapal-kapal pedagang dari manapun jua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun