Dalam 1 minggu terakhir ini, ada pembahasan mengenai UU Pilkada.
Sekadar informasi, pemerintah memang mengusulkan pilkada gubernur dilakukan langsung, sementara bupati dan wali kota melalui DPRD.
Pada saat sebelum pemilu sebagian besar Partai tidak setuju pada usulan pemerintah tersebut. Dan tetap meninginkan pilkada Langsung
Tapi setelah Pemilu sebagian besar partai di DPR khususnya yang tergabung dalam Kolaisi Merah Putih menginginkan Pilkada Tak langsung (melalu DPRD) baik Gubernur maupun bupati/walikota.
Sedangkan UUD 1945 Pasal 18 Ayat (4) tentang pemilihan kepala daerah secara eksplisit mengamanatkan bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis.
Dalam UUD 1945 tersebut tidak ada frase yang menyebutkan bahwa kepala daerah harus dipilih secara langsung oleh rakyat.
Hal itu berbeda dengan pemilihan Presiden, yang di dalam UUD 1945 menyebutkan keharusan pemilihan langsung oleh rakyat untuk jabatan Presiden. Yaitu pada pasal 6A yang menyatakan bahwa : “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.”
Sementara itu Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menuturkan, sebenarnya MK telah memiliki keputusan soal pemilhan langsung dan tidak langsung. Kedua cara pemilihan itu tetap sah secara konstitusional. “Cuma harus dipilih yang sesuai dengan kondisi yang ada, ini pilihan politik,” tuturnya.
Jadi menurut Penafsiran MK bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat ataupun melalui DPRD, masuk kategori frasa” dipilih secara demokratis”.
Oleh karenma itu pemilihan langsung ataupun pemilihan oleh DPRD adalah demokratis dan hal itu diserahkan oleh pilihan politis DPR sebagai pembuat UU.
Sementara itu, dua organisasi islam terbesar di Indonesia NU dan Muhammadiyah pernah mengusulkan penghapusan Pilkada Langsung. Dan mengembalikan pemilihan melalui DPRD.
Ketua Umum Pengurus Besar Nadlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi mengusulkan pemilihan langsung dalam pemilihan kepala daerah dihapuskan. Alasannya, pilkada telah menumbuhkan pragmatisme yang kuat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
"Pilkada langsung dihapus saja. Sistem demokratisasi ini akan membangun pragmatisme yang akan menghancurkan tata nilai sosial," kata Hasyim dalam Seminar Nasional "Masyarakat Sipil dan Demokratisasi di Indonesia: Belajar dari Pengalaman Pemilu dan Pilkada" di Hotel Gran Mahakam, Rabu (5/8/2009).
Hal senada disampaikan Ketua Lembaga Hikmah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Bachtiar Effendy. Menurut Bachtiar, pemilihan secara langsung bisa dihapuskan untuk tingkat provinsi. "Kalau (pemilihan langsung) provinsi kami dukung (dihapuskan). Pemilihan di kabupaten/kota tetap perlu sesuai dengan semangat otonomi daerah," ujarnya
Pada dasarnya pilihan terhadap pilkada langsung dan melalui DPRD, kedua pilihan tersebut mempunyai keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Dan keduanya tetap demokratis. Tetapi Hak pilihan politik untuk memasukkannya dalam UU adalah Hak DPR serta kesepakatan dengan pemerintah (presiden). Pilihan terhadap pilkada langsung atau melalui DPRD, harus disesuaikan dengan kondisi sosio-politik-ekonomis masyarakat serta kondisi keuangan Negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H