Mohon tunggu...
Wahyudi Iswar
Wahyudi Iswar Mohon Tunggu... Administrasi - ASN Pemprov Sulbar

Silaturahim

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Resistensi Adalah Konsekuensi (Implementasi One Eselon III One Innovation)

12 November 2023   17:31 Diperbarui: 13 November 2023   19:11 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Rencana perubahan di setiap OPD lingkup Pemprov Sulbar telah menggelinding. Pekan inovasi dalam rangka implementasi Kebijakan "One Eseleon III One Innovation" mulai berjalan. Zoom meeting dengan agenda utama pemaparan rencana inovasi oleh tiga sampai lima inovator bakal terus digelar setiap pekan.  

Menggelitnya rencana inovasi di OPD juga berarti bahwa akan terdapat banyak proses dan tahapan pembuatan keputusan inovasi. Lalu, Bagaimana perubahan terencana itu bisa terwujud? Sebuah catatan : apabila faktor faktor pendukung lebih kuat dari pada faktor-faktor penghambat.

Semangat gerakan perubahan melalui "One Eseleon III One Innovation"  secara umum dapat dipandang sebagai perubahan yang lebih bersifat direktif. Ada tantangannya tersendiri. Membuat kita melakukan hal- hal baru diluar kebiasaan selama ini. Meski perubahan mengarahkan ke menjadi lebih baik, namun tetap saja, ketidaknyamanan itu bisa terjadi.

Salah satu wacana yang mencuat di awal Gerakan One Eselon III One Innovation adalah soal resitensi. Yang berpengertian : sikap atau tindakan yang tidak menerima, menentang, menampik, atau menghalau suatu tekanan/perintah/anjuran yang datang dari luar. Katakanlah suara wacana mengingatkan akan resistensi ini sebagai "bisikan perhatian dan kepedulian". Pesan baiknya: bahwa perubahan harus terencana baik, efektif tapi memiliki tantangan.

Resistensi dapat berakar dari banyak sumber. Kebanyakan apa yang dinamakan "resisten", itu karena atas dasar perbedaan informasi, persepsi yang berbeda, perbedaan kebutuhan, perbedaan kepercayaan, impak sistem dan proses informal. Hal yang dapat menguatkan agen perubahan dalam menghadapi resistensi adalah bahwa setiap orang pada hakikatnya menginginkan perubahan, Manusia maupun organisasi pasti menginginkan kearah yang lebih baik. Namun terkadang hal itu dilihat dengan cara berbeda. Sehingga dengan begitu resisten bukan berarti perubahan tidak harus dilakukan tetapi resisten itu adalah konsekuensi..

Mengenali adanya resistensi atau penolakan dari pemangku kepentingan adalah hal yang penting untuk perubahan yang efektif. Ada penolakan secara aktif atau terbuka. Keberatan atau ketidak setujuan terhadap perubahan dinyatakan secara terbuka. Ada pula secara pasif. Biasanya muncul berupa simptom-simptom tertentu, seperti sering tidak hadir dalam rapat, tidak berpartisipasi dalam rapat, tidak memenuhi komitmen, produktivitas kerja menurun. Resistensi dapat terjadi di semua level dalam organisasi.


John Kotter mengajukan empat penyebab resistensi terhadap sebuah perubahan organisasi: (1) Kepentingan pribadi parochial (wikepedia : Parokialisme adalah pola pikir yang membuat seseorang berfokus pada bagian-bagian kecil dari suatu permasalahan dibandingkan mempertimbangkan konteksnya yang lebih luas.) (2) Kesalahpahaman dan kekurangan kepercayaan, (3) Perhitungan konsekuensi yang berbeda, (4) Toleransi yang rendah pada perubahan.

Resistensi juga potensi terjadi karena faktor lingkungan internal. Dalam organisasi masing masing memiliki kespesifikan fungsi yang dalam pengambilan keputusannya tentu  relevan dengan lingkungan spesifikasi tugasnya. Boleh jadi akan terjadi irisan atau kompetisi terkait pengambilan keputusan antar bagian yang memiliki spesifikasi tugas jika perubahan diwujudkan. Sehingga tindakan mengantisipasi perubahan-perubahan mungkin akan terjadi.

Per hari ini, telah tertanam pola yang membentuk semantapan suatu system atau prosedur dalam organisasi. Hal yang menimbulkan kelembaman (kecenderungan untuk menolak) perubahan. Pola hubungan kekuasaan dan kewenangan yang menghasilkan suatu priveleges (hak) bagi seseorang tentu juga akan menjadi faktor pemicu penolakan. Nilai berupa praktek pemberian hak privelegs dari sebuah kekuasaan dan kewenangan telah lama berlangsung dan membudaya. Sementara perubahan sering diikuti redistribusi kewenangan dan pengambilan keputusan.

Faktor lain adalah soal tujuan dan nilai. Inovasi berangkat atau dapat saja menyebabkan perubahan tujuan dan nilai. Perubahan dalam nilai-nilai akan hal yang dianggap baik dan didambakan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam tujuan-tujuan. Namun perbedaan soal nilai dan tujuan yang dianggap baik atau pantas,  tentu berpotensi berbeda. Dari segi teknikal, perubahan menuntut dukungan kapasitas SDM. Perubahan hal teknis seperti dalam digitalisasi memaksa setiap ASN harus menjadi ASN digital yang beberapa orang mungkin tak bisa memenuhinya.

Terkadang perubahan oleh Inovasi menyebabkan perubahan structural atau satu sub sistem  struktural. Berkaitan dengan perubahan-perubahan pada sub sistem subsistemnya.  Rencana perubahan dapat mendesain cara-cara berbeda untuk membagi pekerjaan dan atau diciptakannya cara cara baru untuk melaksanakan kegiatan pengoordinasian, agar suatu organisasi yang ada, dapat menjadi lebih efektif, serta lebih efisien. Perubahan demikian dapat menimbulkan dampak pada seluruh system yang bisa menjadi faktor sebuah penolakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun