Mohon tunggu...
Wah Yudi
Wah Yudi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Warga Indonesia yang saat ini tinggal diJakarta dan bekerja di Industri Periklanan.\r\n\r\nFans AC Milan era the dream team, tapi juga penggemar permainan cantik nan indah ala Tiki Taka dan Total Football. Jadi suka bingung, mules bin pening jika AC Milan ketemu Barca seperti 4x di LC 2012 atau Belanda vs Spanyol di PD 2010 :D Tapi klub Nottingham Forest yang paling saya suka, cinta lingkungan gitu kesannya Hahaha :D

Selanjutnya

Tutup

Politik

Negara Tak "terlalu" Butuh Pemimpin Berkharakter Kuat

13 Juni 2012   16:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:01 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemimpin/Presiden itu ibarat pohon sementara orang - orang disekitarnya termasuk parpol pengusungnya ibarat pagar. Percuma ada pohon yang besar, kokoh dan kuat jika dipagari oleh benalu dan rayap, karena hanya masalah waktu saja pohon tersebut akan rapuh dan tumbang. Lebih baik baik pohon kecil tapi dipagari oleh partai yg terbaik, karena itu akan menjaga pohon untuk terus berkembang dan suatu saat akan memberi buah keberhasilan.

Menarik untuk mencermati perkataan salah seorang kader sebuah parpol besar beberapa waktu lalu yang berpendapat bahwa kunci mengatasi sistem politik dan parpol yang korup adalah adanya pemimpin yang berkharakter kuat seolah - olah masalah utama terpuruknya bangsa ini karena faktor pemimpinnya, bukan pada sistem politik dan parpol itu sendiri.

Jika memang pendapat tersebut benar adanya maka rasanya Indonesia sudah maju sejak Indonesia merdeka. Kurang kuat apa kharakter kepemimpinan Soekarno, begitu juga Soeharto dan SBY yang dipilih oleh 60% rakyat Indonesia. Tapi apa yang terjadi tentu bisa kita lihat dalam perjalanan sejarah bangsa ini.

Soekarno, mungkin merupakan salah satu sosok presiden terkuat dijamannya. Siapa yang tak kenal Soekarno waktu itu, bahkan Amerikapun dibuat meriang dan was was atas kedekatannya dengan blok timur. Siapa pula yang meragukan kepemimpinannya hingga setelah tiadapun masih banyak pengikutnya. Tapi sebagaimana kita ketahui bersama, bahkan presiden sekelas Soekarnopun tak mampu mensejahterakan negara ini dan justru turun menanggung malu seiring terpuruknya negeri ini ditahun 1966.

Begitu pula Soeharto, sang smiling general yang mampu kokoh berkuasa selama 32 tahun memimpin Indonesia. Ternyata kepemimpinannyapun hanya seperti rumah mewah tanpa pondasi kuat. Terlihat mentereng dengan segala proyek mercusuarnya, swasembada pangannya sampai pertumbuhan ekonomi yang menakjubkan sehingga Indonesia sempat dijuluki oleh macan asia. Tapi rumah mewah tersebut ternyata langsung roboh tak berbekas diterpa gempa krisis ekonomi tahun 1998. Dan setelah roboh baru kita sadari bahwa seluruh bagian bangunan telah digerogoti oleh rayap dan benalu orde baru yang menyebabkan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme sedemikian menggurita.

Terakhir era pemerintahan SBY jilid 2, kita lihat sedemikian optimis rakyat Indonesia memilihnya, tak peduli bahwa partai penyokongnya baru seumur jagung dan tanpa pondasi sistem dan kederisasi yang kuat. Tak peduli jika sebagian orang - orang Demokrat adalah para kutu loncat dari partai - partai orde baru.

Bahkan era SBY saya pikir era paling memprihatinkan karena mayoritas pemilihpun tak peduli dengan siapapun capres dan partai pengusungnya, sehingga sempat muncul anekdot "Bahkan jika SBY berpasangan dengan sandal jepit dan partai kemarin sorepun pasti akan menang" dan memang seperti itulah mayoritas pemikiran bangsa ini, hanya berfikir siapa presidennya tak peduli jika partai pengusungnya dipenuhi benalu, rayap, kutu loncat bahkan koruptor nantinya.

Dan hasilnyapun membuktikan bahwa ketika kita hanya peduli pada siapa presidennya dan tak perduli apa partai dan bagaimana sistem politiknya maka hampir pasti kehancuran yang akan terjadi. Soekarno akhirnya dihancurkan oleh pengikutnya melalui racun presiden seumur hidup, Soeharto diracuni pendukungnya dengan bapak pembangunan dan satu - satunya orang yg dianggap layak jadi presiden ketika umurnya seharusnya sudah layak untuk "Lengser keprabon, madeg pandhita" (turun tahta, menjadi penasehat/orang bijak/bapak bangsa).

Pun setali tiga uang dengan SBY kita lihat mulai diracuni pengikutnya dengan berbagai masalah mulai dari amburadulnya tata negara ini hingga sering dipecundangi oleh Yusril sampai kasus korupsi yang menerpa partai Demokrat saat ini. Jadi apa gunanya punya pemimpin yang dianggap kuat, jika waktu dan energinya bukan untuk fokus mengurusi bangsa ini tapi justru dihabiskan untuk mengurusi ulah kader partainya yg korupsi?

Padahal kalau kita cermati semua bangsa yang lebih maju, mayoritas rakyat sudah sadar bahwa parpol dan sistem politik itu jauh lebih penting daripada siapa presidennya. AS misalkan, apakah terbayang akan ada presiden diluar Demokrat dan Republik? Apakah terbayang calon Independen sekuat apapun kharakter kepemimpinannya akan menang? Apakah mungkin capres yang mendirikan parpol baru akan bisa menjadi presiden? Tak mungkin atau nyaris mustahil rasanya itu akan terjadi di Amrik sana.

Jadi jika ingin melihat bangsa ini maju sebenarnya cukup mudah, mulai 2014 lebih pedulilah pada partai dan sistem politik terbaik, presiden itu tak penting - penting amat. Karena percuma berfikir siapa presiden terbaik, jika orang sekitarnya tak lebih dari kawanan rayap dan benalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun