Drama penunjukan Kapolri baru menggantikan Jendral Sutarman yang telah diberhentikan bulan lalu sepertinya masih akan jauh dari selesai. Siang ini presiden Jokowi akhirnya mengumumkan pembatalan pengangkatan calon tunggal kapolri Budi Gunawan dan mengganti dengan calon tunggal lain Komjen Badrodin Haiti yang saat ini juga menjabat sebagai Wakapolri. Memang ada desakan publik pada presiden Jokowi agar membatalkan pelantikan Komjen Budi Gunawan dan menggantinya dengan calon lain yang dianggap “Lebih bersih” terutama dari isu kepemilikan rekening gendut. Namun munculnya nama Komjen Badrodin Haiti sebagai calon tunggal tak pelak akan memunculkan polemik baru yang sepertinya justru akan meluas konfliknya.
Bila merunut pemberitaan media massa terkait jendral polisi, misalnya yang diberitakan oleh Tempo online tanggal 29 Juni 2010 (berita tentang jenderal pemilik rekening gendut bisa dibaca di : http://www.tempo.co/read/news/2010/06/29/063259301/Inilah-Polisi-yang-Disebut-Memiliki-Rekening-Gendut) bahwa tidak hanya Komjen Budi Gunawan saja yang terterpa isu kepemilikan rekening gendut bermasalah. Disitu disebutkan bahwa setidaknya ada 6 jenderal polisi yang diisukan terkait kepemilikan rekening gendut yaitu Komjen Budi Gunawan, Susno Duadji, Mathius Salempang, Sylvanus Yulian Wenas, Bambang Suparno dan sang calon tunggal kapolri baru Komjen Badrodin Haiti.
Perlawanan setengah hati
Memang isu yang berkembang dan dipercaya sebagaian besar masyarakat bahwa pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai calon tunggal kapolri tak lepas dari desakan ketum PDIP Megawati Soekarno Putri. Walaupun dari awal BG sudah diisukan mendapat stempel merah dari KPK namun nyatanya presiden Jokowi tetap menyodorkan namanya sebagai sebagai calon tunggal ke DPR. Baru setelah BG ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK dan menguatnya desakan rakyat agar membatalkan pelantikannya walau sudah disetujui DPR baru presiden bereaksi dengan menundanya.
Pembatalan pelantikan BG sebagai Kapolri sejatinya memang merupakan desakan rakyat agar presiden tidak melantik figur bermasalah sekaligus upaya perlawanan dan keluar dari bayang – bayang tekanan parpol koalisinya utamanya PDIP dan Megawati. Namun desakan rakyat itu tak hanya soal tak melantik BG namun juga desakan untuk mengganti dengan calon yang lebih bersih dan tak terkait dengan isu kepemilikan rekening gendut. Kini setelah membatalkan BG namun mengajukan Badrotin maka seolah – olah presiden setengah hati dalam melangkah. Setengah hati dalam melawan intervensi parpol pendukungnya namun juga setengah hati dalam memenuhi harapan rakyat karena calon penggantinya juga mempunyai kemiripan isu masalah dengan BG.
Menyulut konfrontasi dengan DPR
Baru beberapa menit presiden mengeluarkan keputusan pembatalan BG sebagai Kapolri dan mengajukan BH sebagai penggantinya, DPR sudah bereaksi yang nyaris serupa. Semua anggota DPR berbagai fraksi yang dimintai komentarnya oleh beberapa media langsung bersikap mempertanyakan keputusan presiden tersebut, bagaimana bisa presiden tiba – tiba mencalonkan dan membatalkan Kapolri baru yang sudah disetujui DPR bisa diganti seenaknya tanpa penjelasan yang memadai terlebih dahulu.
Jika tidak disikapi secara hati – hati, kasus penunjukan cakapolri baru ini bisa menjadi bom waktu yang siap meledak nantinya menjadi perang terbuka Antara presiden – DPR setelah masa reses nanti. Bahkan diawal – awal beberapa anggota DPR secara pribadi sudah mengeluarkan pendapat akan mengajukan hak interpelasi. Jika tidak dimanage dengan baik dan diberikan penjelasan yang memadai maka bisa jadi nanti presiden akan menghadapi perlawanan DPR dalam menyikapi polemik Kapolri ini.
Rakyat yang menunggu
Walaupun keputusan pembatalan BG jadi Kapolri memang merupakan harapan rakyat, tapi sejatinya rakyat juga akan mencermati siapa Komjen Badrodin Haiti dan track recordnya sebelum menyatakan sikap puas atau tak puas terhadap terpilihnya BH sebagai calon tunggal pengganti BG. Jika informasi mengenai isu kepemilikan rekening gendut polisi yang ternyata juga menghantam BH terekspos maksimal, maka rakyat yang tadinya puas sejenak kembali menjadi apriori dan menilai baik BG maupun BH toh sama saja masalahnya. Disisi lain hasil pembenahan permasalahan yang menimpa KPK dan kelanjutan rencana penuntutan terhadap 21 penyidik KPK apakah diteruskan atau dibatalkan juga akan berpengaruh pada persepsi rakyat nantinya.
Namun sejatinya rakyat berharap presiden mampu melawan secara total dengan menghadirkan figur yang lebih bersih semisal Komjen Suhardi Alius atau setidaknya yang lebih netral seperti Komjen Anang, Dwi maupun Putut, bukan perlawanan setengah hati seperti saat ini.
Jakarta, 18 Februari 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H