Sebenarnya tulisan ini juga merespon para Kompasianers yang mengaku mendukung demokrasi dan liberalis yang sepertinya tampak dilematis menyikapi kudeta militer di Mesir. Disatu sisi mereka senang Morsi tersingkir, tapi disisi lain mereka sadar bahwa kudeta militer, apapun alasannya adalah haram dilakukan disistem/nilai yang mereka yakini, sehingga kadang yang keluar adalah artikel atau komentar "Standar ganda" yang "Mengamini tersingkirnya Morsi via kudeta militer" dengan mencari pembenaran langkah militer dan sekaligus kesalahan Morsi sehingga layak dikudeta dan justru melupakan bahwa ada jalan konstitusional berupa pemakzulan parlemen dan referendum rakyat.
Menarik membaca tulisan Bung Gatot Swandito (GS) yang mengkritik pernyataan HNW soal kudeta Militer Mesir. Dalam artikelnya membahas peran PKS yang demo tiap hari untuk menurunkan Gus Dur dan Bulogate yang menyebabkan MPR menurunkan Gusdur. Sepintas memang terlihat logis pendapat dan upaya penyamaan penurunan GD dan Morsi di Mesir, tapi bangunan artikel itu terlihat rapuh karena melupakan beberapa hal :
1. Soal demo PKS yang mengacu pada opini Mahfud MD, Adakah bukti secara kelembagaan itu PKS yang demo? Karena seingat saya demo terbesar dan rutin adalah demo mahasiswa. Kalau lantas menyamakan demo mahasiswa = PKS semua juga bisa menyama- nyamakan sesuatu kejadian.
2. Soal GD yg diturunkan padahal Bulogate tak terbukti, menurut saya sah - sah saja ini dikemukakan, tapi apakah GS lupa bahwa GD mengeluarkan Dekrit Presiden yang jelas - jelas melabrak aturan Demokrasi? Jadi menurut saya langkah GD mengeluarkan Dekrit Presiden itu adalah langkah nyata bahwa GD layak diturunkan oleh MPR.
3. Morsi memang mengeluarkan dekrit presiden, dalam aturan demokrasi yg berhak menurunkan ya parlemen atau referendum rakyat bukan sebuah kudeta militer, karena dalam sebuah sistem demokrasi itu mengharamkan kudeta militer apapun alasannya. Militer berhak mendesak presiden mundur tapi tak bisa memaksa apalagi mengkudeta, mendorong referendum ataupun mencabut dukungan pd presiden atas nama rakyat tapi tetap haram mengkudeta presiden sah karena itu sama saja melanggar demokrasi karena mengambil wewenang pemakzulan presiden oleh Parlemen atau rakyat via referendum.
Jadi secara aturan main sebuah negara demokratis terlihat berbeda, GD diturunkan secara konstitusional dan demokratis melalui MPR sementara Morsi oleh kudeta militer yang anti demokrasi. Lebih aneh lagi dikomentar GS menulis Militer adalah langkah darurat penyelamat rakyat (yg dalam hal ini dlm kontek Mesir adalah kudeta militer) sangat saya sayangkan keluar dari seseorang yang mengaku sebagai seorang yg demokratis.
Pertama, rakyat yang mana? Rakyat Mesir anti Morsi atau keseluruhan rakyat Mesir? Kedua kalau memang takut terjadi pertumpahan darah antara pro dan kontra Morsi, maka langkah militer dlm sebuah negara demokrasi yang benar adalah :
1. Memberi pertimbangan/mendesak presiden mundur tapi tak bisa memaksa apalagi mengkudeta karena itu bukan wewenangnya.
2. Tak mendukung presiden untuk menjadi alat kekuasaan melawan demonstran, tapi juga tak pro demonstran apalagi sampai mengkudeta, karena militer tak dibenarkan menjadi aktor pengganti kekuasaan karena itu adalah hak parlemen dan rakyat via referendum
3. Dalam situasi krisis mencegah pertumpahan darah militer tentu berhak dan wajib mencegah tapi tetap tak boleh kudeta. Kalau presidennya tetap tak mau mundur ya segera mendorong Parlemen memutuskan presiden diturunkan atau tidak dan jika hasilnya tak memuaskan maka langkah finalnya adalah mendorong segera diadakan referendum rakyat soal Mursi, dan harus menghormati pemenangnya.
Jadi menurut saya amat sangat aneh jika yang mengaku demokratis mengamini sebuah kudeta militer, apalagi kemudian militer Mesir menangkapi tokoh - tokoh IM begitu saja serta membungkam kebebasan pers (silahkan digoogling beritanya yang sangat banyak).