Diantara semua lembaga disekitar presiden, mungkin watimpreslah yang "terlupakan dan tidak dianggap penting dan dianak tirikan " karena terkesan hanya sebagai pelengkap penderita untuk mematuhi peraturan sehingga akan dilantik last minute. Rencananya watimpres akan dilantik Senin besok atau sehari menjelang deadline pelantikan tanggal 20 Januari 2015 sehingga terkesan hanya sekedar untuk mengejar deadline dan mengikuti UU tentang watimpres saja
Padahal logikanya ini organ amat penting yang seharusnya diprioritaskan diawal masa jabatan karena presiden tentu butuh pertimbangan ketika memasuki periode krusial : pemilihan menteri, Jaksa Agung, Kapolri dan lembaga lainnya. Itu kalau memang tujuan adanya watimpres adalah benar – benar menjadi sebuah lembaga produktif yang menelorkan pertimbangan – pertimbangan konstruktif dalam masa pemerintahan nantinya.
Tapi publik mungkin memang maklum kalau watimpres resmi ini gak penting - penting amat makanya gak ada yang peduli, toh sudah ada watimpres dibelakang layar yang sangat powerfull seperti dalang yang mampu mendikte presiden dalam memilih menteri, jaksa agung hingga kapolri. Dan justru perhatian publik memang lebih tersita pada watimpres bayangan ini sehingga telunjuk publik langsung mengarah ke Surya Paloh ketika berbicara tentang Jaksa Agung dan Megawati ketika berbicara tentang penunjukan Komjen BG sebagai calon tunggal Kapolri menggantikan Jendral Sutarman.
Saking powerfullnya watimpres bayangan inilah seorang Muhaimin Iskandar yang notabene tak ada hubungan parpol dengan presiden dan hanya karena sekoalisi bisa tetap nekat ingin menteri tetap bisa jadi ketua parpol dan terkesan ngebet ingin jadi menteri dan hanya bisa dihentikan oleh kehebohan stabillo KPK pada beberapa calon menteri Jokowi. Maka tak heran banyak pendukung Jokowi yang karena ingin membela justru sering mengkambinghitamkan ketum parpol Koalisi sebagai watimpres sejati bagi Jokowi.
Karena saking gak pentingnya watimpres inilah mungkin yang membuat para ketum parpol tak tertarik mengisinya, toh lebih enak menjadi dalang dibelakang layar, lebih gampang mendikte dan cuci tangan. Dengan berada diluar sistem resmi toh mereka tetap bisa membisiki dan menasehati presiden yang seharusnya wewenang watimpres, bahkan kalau perlu memaksa dan mengancam yang bahkan watimpres resmipun tak bisa melakukannya. Jadi buat apa jadi watimpres resmi kalau itu membuat mereka kelak jadi kambing hitam?
Maka ya wajarlah kalau sekelas buya Syafii Ma'arif tak tertarik masuk, daripada kredibilitasnya kelak hancur karena watimpres betulan kalah taji dari watimpres siluman. Saya rasa beliau punya kalkulasi matang kenapa tak mau menjadi anggota atau bahkan ketuanya, karena ketika kelak presiden dihadapkan pada dua pilihan, mengikuti watimpres resmi atau siluman, tentu dapat ditebak kemana arah presiden akan melangkah, apalagi kalau tak ada back up rakyat seperti kasus penolakan komjen BG kemarin.
Untuk seseorang yang masih menjaga kredibilitasnya seperti beliau tentu telah masak menimbang, untuk apa mempertaruhkan kredibilitas dan merusak nama baik diusia senja, padahal semua juga tahu bahwa Harimau mati meninggalkan belang, sementara manusia mati meninggalkan nama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H