Sektor perkebunan kelapa sawit tampaknya tak pernah lepas dari problem dan konflik kepentingan. Setelah maraknya black campaign terhadap penyumbang besar devisa negara ini, konflik-konflik sosial dengan penduduk dan petani lokal, kini kembali muncul berbagai macam reaksi dari para stakeholder sehubungan dengan rencana pemerintah yang akan memutihkan (melegalkan) 3,3 juta hektar kebun sawit ilegal yang berada di kawasan hutan.Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Lobby Kantor Kemenko Marves pada Jumat (23/6/2023) Saat ditanyai awak media perihal Undang Undang (UU) Cipta Kerja yang memberikan kesempatan kepada lahan sawit ilegal tersebut untuk diputihkan memberikan pernyataan, bahwa pemerintah terpaksa melakukan pemutihan karena tidak memungkinkan sawit yang berada di lahan tersebut ditebangi. Target batas akhir penyelesaian di UU Cipta Kerja pada tanggal 2 November 2023. Pemilik kebun sawit yang lahannya masuk dalam kawasan hutan nantinya diwajibkan membayar pajak dan taat hukum sesuai peraturan yang berlaku.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara selaku Ketua Tim Pelaksana Satgas Sawit pada kesempatan yang sama membenarkan bahwa hal itu dilakukan agar pelaku usaha sawit menjadi lebih taat hukum.
Merespons hal ini, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, menilai tidak seharusnya semuanya dibebankan kepada pelaku usaha. Sebab, menurutnya ada beberapa kebun milik perusahaan yang Hak Guna Usaha (HGU) nya sudah terbit sebelum pemerintah menetapkan kawasan hutan tersebut.
Reaksi keras berupa kecaman atas rencana pemutihan tersebut muncul dari para penggiat lingkungan. Melalui akun Instagram resminya, Greenpeace memposting foto kebun sawit dengan caption 3,3 juta hektar (seluas 45 kali Singapura) lahan sawit ilegal dilegalkan disertai komentar "...enaknya jadi Oligarki Sawit di masa pemerintahan @jokowi. Bisa bebas babat kawasan hutan buat dijadikan perkebunan sawit tanpa izin, begitu luas hingga totalnya mencapai 45 kali luas negara Singapura. Lalu bukannya dikembalikan menjadi kawasan hutan sebagaimana mestinya, tapi malah dilegalkan oleh pemerintah menggunakan dasar hukum UU Cipta Kerja yang problematik dan dinyatakan inkonstitusional oleh @mahkamahkonstitusi..."Â
"...Hmm... Kira-kira siapa ya pemilik berbagai perkebunan sawit ilegal ini sampai-sampai pemerintah terpaksa memutihkannya. Soalnya kalau rakyat kecil yang menduduki tanah negara, biasanya sudah pasti digusur..."
Unggahan ini mendapat 34.171 like dan beragam komentar dari masyarakat serta penggiat lingkungan lainnya.
Kiranya sentimen negatif ini bisa dimaklumi karena 2 tahun sebelumnya analisis Greenpeace Indonesia dan The Tree Map merilis penemuan perkebunan sawit ilegal seluas 3,12 juta hektar berada dalam kawasan hutan hingga akhir tahun 2019. Seperti dikutip dalam laporan Greenpeace Indonesia, setidaknya terdapat 600 perusahan perkebunan di dalam kawasan hutan, dan sekitar 90.200 hektar perkebunan kelapa sawit berada di kawasan hutan konservasi. Temuan ini membuktikan bahwa perkebunan kelapa sawit beroperasi di hampir semua kategori kawasan hutan, mulai dari taman nasional, suaka margasatwa, bahkan di situs UNESCO.
Tampaknya pemerintah maupun para stakeholder saat ini dihadapkan pada persoalan yang dilematis. Adalah permasalahan yang cukup pelik untuk dicari sebuah keputusan strategis yang terbaik guna menyelesaikan sekaligus mengakomodir semua kepentingan. Pertanyaan-Pertanyaan yang cukup krusial adalah:
- Jika rencana pemutihan konsiten dijalankan apa loss and benefitnya? Apakah itu sebuah keputusan yang tepat jika dibandingkan dengan resiko dan konsekuensi yang mengikutinya?
- Jika tidak ada pemutihan, dan sebaliknya Pemerintah menjalankan supremasi hukum apa dampaknya bagi keberlangsungan usaha di lahan ilegal itu sendiri? Bagaimana nasib para pekerjanya?
- Jika lahan-lahan ilegal tersebut dikembalikan ke fungsi semula sebagai hutan konservasi apa dampaknya positifnya bagi negara terutama pemerintah daerah dan masyarakat lokal?
- Siapa saja yang mendapat pemutihan, setiap orang (rakyat) atau hanya korporasi?
Jadi pemutihan itu harus jelas kemana arah dan tujuan nya sebab korporasi yang sekarang menguasai jutaan hektar itu semua ilegal