Mohon tunggu...
wahyudi himawan
wahyudi himawan Mohon Tunggu... profesional -

Profesional bidang Sosiologi Lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Paradoks Problematika Pertambangan Timah di Bangka Belitung

26 Januari 2016   04:33 Diperbarui: 26 Januari 2016   04:51 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Wahyudi Himawan (Candidat Doktor Ilmu Lingkungan Unsri)

Bidang kajian: Sosio-Ekologi Lingkungan Pasca Tambang

PNS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

 

  • Menilik polemik yang terjadi akhir-akhir ini tentang pertambangan timah, bagaimana penuntutan mundur direksi PT. Timah oleh IKT/Ikatan Karyawan Timah (demo tanggal 25 Jan 2016), hal tersebut dipicu yang menurut para pendemo adalah karena kurang transparan dan banyaknya hutang PT. Timah (2,3T) serta semakin menurunya performa PT timah yang mengkhawatirkan kelangsungan hidup 5000 lebih karyawan PT Timah.
  • Disisi yang lain, para nelayan yang tergabung dalam HNSI juga berdemo pada hari yang sama, di kantor Gubernur menuntut agar gubernur menepati janji mencabut ijin dan menghentikan aktivitas KIP ( berdasarkan data yang ada kurang lebih 300 ijin laut, dan sisanya pertambangan darat dari total ijin 1010 yang telah berlaku dari 2010-2015, yang akan berakhir antara 2015 sampai 2027), karena mengancam keberlangsungan hidup nelayan dalam mencari ikan, tangkapan menurun, dan melaut semakin jauh (lebih dari 12 mil) yang berdampak pada tingginya biaya transport kapal ke lokasi penangkapan yang belum tentu ikan yang didapat sesuai, sehingga mengakibatkan juga tingginya harga ikan laut dipasar, masyarakat jadi kurang makan ikan.
  • Disisi yang lain lagi, para aktivis lingkungan juga menolak adanya KIP karena akan menghancurkan terumbu karang dan menurunnya atau hilangnya ekosistem biota laut.
  • Dari sisi kebijakan pemerintah sebagai regulator, ijin akan di keluarkan bila semua legal dokumen terpenuhi seperti studi Amdal (Amdalnya beneran atau hanya........??) maka iji dikeluarkan dan ditetapkan.
  • Dari sisi masyarakat, mereka terbagi menjadi 3 kelompok, ada yang setuju, karena selama ini hidupnya dari timah, ada yg menolak karena selama ini hidup mereka dari nelayan, adapula yang acuh karena selama ini kehidupan mereka dari sektor yang lain.

Menyikapi hal tersebut, berdasarkan beberapa data dan kajian yang ada, serta literatur yang saya baca, saya berpendapat sebagai berikut :

  1. Kondisi perekonomian nasional memunculkan kontribusi penting bidang pertambangan, baik dalam peningkatan devisa eksport, perluasan kesempatan dan lapangan kerja, maupun sebagai pendorong perekonomian daerah karena timah masih sebagai barang strategis (berdasarkan keputusan MK).
  2. Permasalahan yang timbul dari kebijakan itu (menurut para pengusaha baik yang tergabung dalam AELI atua yang lain) adalah besarnya pajak, adanya pungli, jalur birokrasi berbelit, ketidakpastian hukum, aspek legal tentang status tanah/lahan, akan menurunkan iklim investasi sehingga roda pembangunan melambat dan peluang kesempatan kerja serta berusaha menyempit.
  3. Aktivitas pertambangan melalui ekploitasi dan ekstraksi sumberdaya alam akan berdampak besar terhadap perubahan fisik, struktur, dan fungsi lingkungan sekitarnya serta dampak sosialnya juga tidak kecil. Interaksi antara industri tambang dan masyarakat sekitar jelas berpotensi melahirkan berbagai persoalan sosial, budaya, ekonomi dan politik yang secara ekologi terjadi perubahan fungsi sosio-ekologi.
  4. Secara sosial ekonomi muncul keinginan masyarakat untuk perbaikan ekonomi kehidupannya. Timah telah menjadi bagian hidup masyarakat Bangka Belitung yang tak terpisahkan.

Mari saya mengajak semua elemen masyarakat baik birokrasi, pengusaha, aparat keamanan, dan lain sebagainya untuk duduk satu meja berdiskusi mencari solusi tentang permasalahan yang kita hadapi ini. Beberapa hal yang saya usulkan antara lain:

  1. Perbaiki pola hubungan kekuasaan dan kepemimpinan yang telah ditetapkan dan melembaga, JANGANLAH memunculkan dominasi-dominasi melalui akumulasi kekuatan dan kekuasaan untuk meningkatkan ekonomi dan politik kelompoknya, sebab akibat yang akan terjadi adalah konflik kepentingan antar kelompok dan tetaplah rakyat yang menjadi korbannya. Hal tersebut diperkuat dengan pengamatan saya, bahwa telah terjadi pertentengan kelas yang terjabarkan dengan sebuah sistem terdiri atas kelas atas(borjuis) dan kelas bawah (proletar), yang diakhiri dengan perlawanan kaum proletar untuk membentuk masyarakat tanpa kelas (perlawanan itu seperti sekarang dalam bentuk demo-demo, mudah-mudahan tidak anarkis).
  2. Kepastian soal status lahan/agraria juga menjadi kunci dari permasalahan ini (memang laut tidak bisa dikapling) namun batas antar kabupaten juga menjadi penting untuk di bahas, jangan sampai terjadi konflik antar daerah, konflik antar hirarki karena persebaran distribusi otoritas yang kurang  merata.
  3. Menurut masyarakat, para pemimpin.....datanglah, temui mereka buat rencana dari apa yang mereka ketahui dan mereka miliki, laksanakan rencana itu bersama mereka, niscaya setelah pekerjaan selesai mereka akan mengatakan bahwa kamilah yang telah mengerjakannya. Karena keluhan mereka adalah tidak merasakan manfaat adanya PT. Timah, mereka yang berada di bibir batas wilayah kuasa penambangan, tapi ketika mereka ingin ikutan menambang dari sisa areal bekas tambang, atau TI apung di sekitar KIP, mereka diburu dan dikejar-kejar seolah seperti pencuri, padahal itu dirumah mereka sendiri.
  4. Kepastian hukum harus ditegakkan agar kuat, katakan ya bila keputusannya ya, dan katakan tidak bila keputusannya tidak, jangan tebang pilih dan pilih kasih dalam memeberikan perijinan serta penegakan dan perlindungan hukum.

 

Demikian sekelumit ulasan dari apa yang terjadi saat ini, mudah-mudahan bermanfaat dan menjadi renungan kita semua.

Palembang, Pagi Subuh tanggal 26 januari 2016

Dalam keprihatinan pikir tentang kondisi daerahku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun