You who had said you waited for me. you who had welcomed my love. Now u’re colder than a person you meet for the firs time.
Doo terhuyung memasuki apartemen. Sudah hampir jam tiga dinihari. Ia melihat sekilas ke arah kamar. Apa Mirai sudah kembali? Harusnya sudah. Ah, tapi siapa yang peduli?. Bahkan meski dia ada, kebisuan akan tetap menghantui mereka. Ia berjalan pelan menuju kamar. Di pandanginya wajah Mirai yang tengah tertidur,
“Kau, apa kau bahagia saat ini?” bisiknya pelan. Doo mendekatkan wajahnya berpalah~pelan~ ia menunggu beberapa saat untuk meyakinkan diri. Perang dingin ini, kapan akan berakhir? Siapa yang akan menjadi pemenangnya?. “Apa kau tidak bisa~ Huk,” ia tersentak. Perutnya terasa diaduk. Cepat ia berlari ke kamar mandi. Kepalanya seperti dihantam godam raksasa.“Ah. Berapa botol aku minum tadi? Berapa?.~sial”
Seseorang menepuk pundaknya pelan. Memaksanya memuntahkan semua yang ada diperutnya. Ia meringis. Mirai mengangsurkan segelas air, memperhatikannya hingga ia meneguk tetes terakhir air dalam gelas itu.
“Bersihkan badanmu lalu tidurlah, masih banyak yang harus kau kerjakan besok” ucapnya pelan lalu meninggalkan Doo dalam kamar mandi. Doo menghembuskan nafas berat. Kali ini, sepertinya memang sudah berakhir.
***
“Dojoon-ssi?.” Sebuah suara~yang terdengar ragu~memanggilnya pelan. Ia menoleh, matanya tertuju pada seseorang. Dahinya berkerut, mengingat-ingat dimana mereka pernah bertemu.
“Se…”
“Yes. Sekar imnida. Kita pernah bertemu sebelumnya. Di camp anak-anak penyandang disabilitas. Remember?.”
Doo terpaku, tentu saja ia ingat. Banyak hal penting yangterjadi selama satu minggu camp itu berlangsung. Bagaimana mungkin mereka bisa bertemu di sini?
“Lama tak berjumpa, Sekar-ssi. Beberapa kali aku berkunjung ke kantormu, kau tak pernah ada.”
Sekar tersenyum lebar. Senyum yang hangat. Dulu dia sering melihatMirai tersenyum seperti itu.
“Aku dipindah tugaskan di Tiongkok. Setelah itu pulang ke Indonesia untuk beberapa project.” ucapnya santai, “Kapan-kapan kalian harus liburan ke Indonesia. Kami punya matahari yang indah di sana.
“Kalian?” tak sadar Doo merapal kata tersebut.
Sekar tampak terkejut. “Dojoon-ssi, anda tentu tidak ingin berbulan madu sendirian kan?”
Doo tersenyum~ sebaik mungkin. Agar Sekar tak curiga.
“Bulan depan anda bisa datang?”
“Ya?”
“CH mengadakan acara amal tahunan”ucap sekar sambil mencari sesuatudari dalam tasnya. Sebuah buklet. “Tahun ini kita concern pada korban child abuse” diserahkannya buklet tersebut pada Doo. Ia menerimanya begitu saja. “Apa Mirai belum memberi tahu anda? Dia salah satu volunteer kami.”
“Sebisa mungkin aku akan datang” ucap Doo atar, “Terimakasih undangannya.” Doo sakit- ia merasa sakit. Tapi untuk apa?
“I have to go Dojoon-ssi. Senang bisa bertemu di sini,” ucap Sekar sambil menjabat tangan Doo. “Sampai bertemu di camp.”
Doo mengangguk, membiarkan Sekar berlalu begitu saja.
“Dojoon-ssi” Panggil sekar tiba-tiba. Doo berbalik
“Ya?”
“Apa kita bisa bicara sebentar?.” Tanyanya sembari berjalan mendekat. “Tidak akan lama”
***
Im afraid that won’t be able to see and touch you anymore
“Apa tidak masalah jika saya bertanya sesuatu?.” Sekar membuka pembicaraan. Beberapa saat setelah pesanan mereka datang. “Saya ingin bertanya sebagai seorangNoona.”
Doo diam sesaat. Ia bertemu Sekar setahun yang lalu. Perempuan dihadapannya itu adalah Vice president Children Hope. Sebuah Ngo yang focus pada isu anak. Sekar keturunan asli Indonesia. Mungkin karena itu ia selalu terlihat hangat.
“Nee” akhirnya Doo membuka suara. Sekar tersenyum, diseruputya kopi panas yang sengaja ia pesan tanpa campuran.
“Dojoon-ssi dan Mirai, apa kalian baik-baik saja?.”
Doo diam sesaat. ia tak tahu harus menjawab apa.
“Seusai camp tahun lalu, sebelum aku ke Indonesia. Aku bertemu Mirai di gereja.”
Doo tersentak kecil, “Are u…?”
“No Im not” balas Sekar sambil tersenyum, “Im muslim. Saat itu saya mengantar anak-anak camp ke gereja sebelum mereka pulang.”
Doo menganggu, ikut tersenyum.
“Saya merasa, kalian adalah pasangan yang diberkahi”
“Benarkah?”
Sekar menganguk yakin, “Yang dibutuhkan seseorang, sebenarnya hanya rasa aman dan nyaman bersama pasangan. Maaf kalau saya terkesan tidak sopan. Tapi saya akan sangat ikut menyesal kalau hubungan kalian berakhir begitu saja.” Sekar menekan intonasinya, “Anda tahu maksud saya kan, Dojoon-ssi?.”
Tentu saja ia tahu, camp hampir bergolak karena ulahnya setahun lalu. Kalau bukan karena Sekar, mungkin dia harus tinggal di panti social saat itu.
“Waktu selalu bisa membuat seseorang berubah.” Desah Doo pelan.
“Tapi selalu ada pilihan” sahut Sekar cepat. Merasa gemas dengan ekspresi flat Doo. “Anda tahu Dojoon-ssi, cinta yang anda maksudkan~ yang selalu meletup bak kembang api setiap kali bertemu~ hanya akan bertahan satu tahun. Mereka akan memudar, seiring berjalannya waktu,” Sekar mengambi nafas, menimbang sejenak, semoga dia melakukan hal yang benar. “Dibutuhkan sesuatu yang lebih dari itu untuk membuat umur cinta kalian lebih panjang.” Ia menyeruput kopi panas yang sengaja dipesannya tanpa camburan. “Sesuatu yang lebih long lasting selain cinta. Sesuatu yang selalu menjadi alasan bagi kalian untuk tidak saling meninggalkan.”
Doo masih terdiam,
“Sesuatu yang membuat Tuhan bangga mempertemukan kalian.”
Kali ini, Doo tersentak. Kalau saja ia tidak sedang dalam suasana serius, dia pasti tertawa terbahak untuk kalimat itu. Tapi ini tidak. Dia tidak bisa tertawa untuk itu. Sekar bangkit dari duduknya, bersiap untuk pergi. “Pikirkanlah Dojoon-ssi. Sebelum terlambat.”
Doo masih terpaku~ entah sudah berapa lama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H