Mohon tunggu...
Wahyu Wiyatni
Wahyu Wiyatni Mohon Tunggu... -

Tetap Tenang Demi sebuah Harapan, walau dihadang beRbagai g0ncangan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gangsir Ngenthir, Warisan Asli Kesenian Merapi

4 Mei 2012   06:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:44 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gangsir Ngenthir merupakan salah satu jenis kesenian tradisi dari lereng Gunung Merapi. Tepatnya di Desa Karanganyar, Kelurahan Ngargo Mulyo, Kecamatan Dukun, Kab. Magelang, Jawa Tengah. Kesenian yang kini masih menunjukkan eksistensinya tersebut hidup bersama kelompok seni Jalantur, dalam satu atap sanggar seni Mbah Surandi.

Kesenian yang hidup selama kurang lebih 50 tahun tersebut sering pula dijuluki dengan istilah jangkrik ngenthir. Istilah-istilah itu berasal dari Jawa yaitu gangsir: hewan jangkrik, dan ngenthir: berbagi suara. Filosofi sederhananya adalah gangsir yang berarti jangkrik sawah. Apabila salah satu bersuara pada waktu belum senja, maka jangkrik-jangkrik yang lain akan mendatangi lubangnya, dan kemudian memakan jenisnya (jangkrik-jangkrik yang lain)-kanibal.

Menurut penuturan Mbah Jimu-seorang sesepuh desa, kesenian itu diambil dari cerita Keraton Mataram. Akar ceritanya adalah peperangan Babad Tanah Jawa, antara Haryo Penangsang dengan Sutowijoyo yang berebut kekuasaan di Demak Bintoro.

Awal mula lahirnya kesenian ini yaitu dari Mbah Marto Sutar yang dirintis sejak tahun 1956. Kemudian diteruskan oleh Mbah Jimu sampai sekarang ini.

Dari sejarah pertunjukannya, kesenian ini dimainkan pertama kali di Desa Banaran, Kelurahan Keningar, dalam ritual mitoni (tujuh bulanan) Sutar (anak mbah Marto), yang saat itu masih dalam kandungan. Namun dalam perkembangannya, kesenian ini dapat disajikan dalam upacara adat apapun yang berkembang dalam masyarakat sekitar. Di antaranya, yaitu syukuran, mauludhan, suran dan lain-lain.

Musik dan tariannya sejak dahulu sampai sekarang tidak mengalami perubahan yang signifikan, hanya saja terdapat penegasan gerak tari yang bertujuan untuk mendalami karakter tokoh yang dimainkan. Mereka tetap menjaga eksistensi dan keaslian kesenian  yang diberikan oleh sesepuh dulu dan sebagai amanah yang harus dijalaninya.

Permainannya pun tidak begitu sulit dan rumit, di mana musiknya cenderung seragam (monotone). Teknik gerakan tariannya pun sederhana, yang banyak mengadopsi dari tarian Jaran Kepang gaya Yogyakarta dan peperangan. Kesenian ini telah melakukan pementasan di berbagai tempat di sekitar kota Magelang sampai keluar daerah.

Instrumen yang dipakai untuk mengiringi gangsir ngenthir ada 3 buah bende, yang masing-masing bernada 1 (pangarep), 6 (pendamping), 5 (penutup/jur), dan sebuah trunthung dalam laras slendro. Pangarep dan pendamping dibunyikan secara imbal, serta penutup berfungsi sebagai aksen ketukan. Sedang trunthung berfungsi sebagai pembuka, pengatur irama dan tari selain peluit. Warna suara trunthung ada dua macam, yaitu dengan dipukul secara polos dan dipukul seketika ibu jari menekan membran, sehingga menghasilkan warna suara yang berbeda.

Dikutip dari laporan hasil PKL Jurusan Etnomusikologi Angkatan 2009, tanggal 21 Februari 2012.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun