[caption id="attachment_303883" align="aligncenter" width="480" caption="Ilustrasi salah satu plang tertulis kelompok simpan pinjam perempuan"][/caption]
Seorang penulis Kompasiana, awam sekali pun, pada dasarnya menggelar semacam perangkap bagi pelibatan pembacanya, sebuah perkara yang awalnya terlihat begitu sederhana, sesungguhnya teramat menggores semangat manusiawi. Baru setelah serangkaian penelusuran dan pendekatan, sang penulis terjaga dan menemukan dirinya sendiri ikut andil dalam semacam pengayaan batin, atau, mungkin lebih emosional, satu babak kehidupan seorang penulis yang kepadanya kita anggap sebagai penulis yang cakap dan inspiratif dalam menyajikan setiap tulisan. Orang yang kita rindukan selaksa harapan lewat tulisan. Atau pun, penulis yang kita idam-idamkan padanya kita sematkan voted menarik dan bermanfaat.
Tetapi ketika kata telah disuratkan, seorang penulis harus (bila mungkin) mempertahankan luapan pemikiran berlangsung terus menerus. Sembari menanti respon sekadarnya. Seandainya, saya kadang-kadang harus berlaku bijak dan sedikit sekali berucap, dan terkadang bimbang dan banyak berceloteh, maka yang patut dipersoalkan adalah hadirnya sekumpulan orang hingga ribuan pembaca yang masih enggan berkomentar. Kalau pun di sana ada komen, masih sebatas absensi kehadiran dan cenderung haanya sekadar basa basi belaka.
Setiap penulis sesungguhnya butuh pembaca yang kritis, minimal memberi penilaian plus minus tulisannya. Tentu tak semua pembaca punya daya kritis, paling tidak memberi apresiasi sepantasnya. Karena seseorang tidak lepas dari berpikir tetapi apakah semua yang dipikirkan dapat dikatakan kritis? Jawabannya tentu tidak. Seseorang dapat dikatakan berpikir kritis di antaranya ketika ia banyak membaca dan menyimak informasi yang berimbas pada ketajaman dalam menelaah suatu tulisan.
Jadi, seorang penulis seharusnya dapat berpikir kritis (critical thinking) dan membaca kritis (critical reading). Dengan berpikir kritis, kita tidak saja memahami apa yang didengar atau dilihat, tetapi juga dapat memberi penilaian dan perbaikan yang dianggap perlu. Demikian juga dengan membaca kritis, kita dapat menilai dengan membandingkan berbagai hasil bacaan dan memaparkan tulisan dengan mengacu pada pendapat yang kita anggap sesuai dengan apa yang sedang ditulis.
Berpikir kritis dicirikan antara lain dengan mampu memberikan penilaian dan tidak memihak. Kemudian mampu mengantisipasi kemungkinan atas konsekuensi dari suatu tulisan. Hal lain, menyadari fakta bahwa pemahaman seseorang selalu terbatas. Lantas, mengakui kekurangan terhadap pendapatnya sendiri. Dan dapat belajar secara mandiri.
Untuk menemukan kekritisan berpikir, beberapa pertanyaan yang dapat membantu semisal apakah yang menjadi topik dan kesimpulannya seperti apa ? Apa yang menjadi argumentasinya termasuk apa yang cuma menjadi asumsi ? Adakah nilai yang ingin dikemukakan berikut informasi penting yang luput dari perhatian penulis ?
Bertalian dengan itu semua maka membaca dengan kritis menjadikan tulisan bermakna dengan sudut pandang setiap pembacanya. Membaca kritis mengajak pembaca untuk motif penulis dan coba menilainya. Pembaca tidak sekedar menyerap apa yang ada, tetapi ia bersama-sama penulis berpikir tentang masalah yang dibahas. Membaca secara kritis berarti kita harus mampu membaca secara analisis dengan melakukan penilaian. Dalam membaca akan terjadi interaksi penulis dengan pembaca yang saling mempengaruhi sehingga terbentuk pengertian baru. Bahkan memunculkan pengetahuan baru yang tak terduga. Adanya interaksi antara penulis dan pembaca, maka tidak hanya mengerti maksud penulis tetapi ada upaya membandingkan dengan pengetahuan yang dimiliki setiap pembaca.
Hal terakhir yang ingin saya kemukakan, penulis adalah juga pembaca. Namun pembaca belum tentu penulis. Maka tugas penulis adalah membuat pembaca dekat dengan tulisan sekaligus memberi penilaian. Ada banyak penulis Kompasiana. Berbagai tema dan topik mereka suguhkan. Namun selera dan pilihan pembaca menjadi tersandera. Tidak sedikit tulisan dengan topik tertentu penilaian Admin Kompasiana, menggiring pembaca untuk antre disitu. Maka, –pendapat saya- mudah ditemukan tulisan yang berbobot, ada kebisuan pembaca di sana. MIRIS
Ada banyak hal yang perlu dikerjakan, banyak hal mesti diperbincangkan. Kurang lebih itulah fakta-fakta yang meyakinkan sekaligus menyenangkan bagi sebentuk jasa pelayanan seorang penulis. Kiranya sebuah pelayanan yang dengan bangga dan penuh terima kasih dipersembahkan. Catatan ini adalah berkah bagi mereka yang berkesusahan di dunia pena, dan tidak semakin membuat kemilau dirinya sendiri. Penghambaan hidup mengajarkan spirit kemuliaan. Rasanya cukup menyenangkan berbagi dan jauh dari sulit mengajarkan sesuatu saat anda ingin tertawa adalah pilihan pelit untuk melakukan satu hal tanpa menyinggung soal lain sama sekali.
Sebagian sifat penulis atau sepenggal perjalanan hidupnya bagai melucuti buku yang hambar. Namun geliat buah pikir yang diolah dengan susah payah itu berarti melipatgandakan pengalaman dan melatih perasaan simpati.
Mari duduk sambil ngopi dan berguyon mesra tentang 'dunia tulis menulis'..
Salam Kompasiana
sumber foto : DA. Suriamiharja via FB
Profil dan Bacaan Terkait
Kompasiana : Penulis Membaca dan Pembaca Menulis
Refleksi Jalan Bersama Kompasiana 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H