Program pembangunan sumber daya manusia (SDM) pada sektor pertanian diindikasikan pada peningkatan SDM petani. Peningkatan SDM yang dimaksud adalah peningkatan pengetahuan petani terhadap teknik budidaya tanaman, paling tidak pada komoditas tanaman yang ditanam. Kemudian pada aspek teknologi baik mekanisasi manual maupun teknologi otomasi yang akan menunjang produksi.
Pemerintah dalam hal ini memiliki kewajiban memberikan bimbingan dan edukasi kepada petani. Mengingat jumlah petani Indonesia saat ini lebih dari 30 juta petani. Jumlah yang sangat besar untuk sektor produksi pangan.
Pemerintah kemudian membentuk penyuluh-penyuluh pertanian yang disebar di masing-masing desa dengan tujuan untuk mendampingi petani dan memberikan edukasi terkait pertanian. Namun ketika ditinjau di lapangan keberadaan penyuluh seakan hanya formalitas dan hanya berhubungan dengan pengurus atau pimpinan gapoktan yang ada. Yang seharusnya bersinggungan langsung dengan petani melakukan konsultasi dan tempat mengadu akan keluhan dan persoalan petani kapanpun dibutuhkan.
Petani-petani di desa terutama daerah pelosok jarang sekali berkomunikasi dengan penyuluh. Bahkan lebih parahnya adalah masih banyak petani yang tidak mengetahui siapa penyuluh pertanian di desanya.
Hal tersebut disebabkan kurang sosialisasi dan intensitas pertemuan petani dan penyuluh. Sehingga tidak heran bahwa pada Rapat Kerja DPR dan Kementan di temukan data di lapangan penggunaan kartu tani masih minim hal tersebut karena proses sosialiasi kartu tani masih sangat kurang.
Penyuluh pertanian dan Gapoktan bukan hierarki sebuah kebijakan. Akan tetapi keduanya merupakan mitra yang saling berhubungan. Gapoktan mendapat penyuluhan dan Penyuluh mendapat data riil kondisi produksi komoditas tanaman di daerahnya untuk menyusun kebijakan selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H