Mohon tunggu...
Wahyu Chandra
Wahyu Chandra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan blogger

Jurnalis dan blogger, tinggal di Makassar

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Wacana Perlindungan Hukum bagi Aktivis HAM

9 Juni 2010   04:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:39 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maraknya upaya kekerasan terhadap kriminalisasi aktivis HAM mendorong lahirnya sebuah wacana pembuatan UU Perlindungan HAM sebagai Jaminan bagi Pembela HAM di Indonesia. Upaya yang diprakarsai oleh Imparsial ini dilaksanakan di sejumlah kota besar di Indonesia. Untuk Makassar, kegiatan yang dilaksanakan atas kerjasama Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) ini bertempat di Hotel Singgasana, Rabu (09/06).

Meski keberadaan UU ini merupakan suatu hal yang positif dengan niat tulus dalam memajukan penegakan HAM di Indonesia, namun tidak semua aktivis serta merta menerimanya. Setidaknya ada sejumlah catatan penting dalam UU ini yang perlu mendapat perhatian besar, khususnya terkait dengan pendefinisian pekerja HAM itu sendiri.

Hal ini antara lain diakui oleh A.Zohra Baso, aktivis perempuan dari Makassar. Menurut Zohra, perlu diperjelas tentang siapa saja yang termasuk dalam aktivis ataupun pekerja HAM itu agar nantinya UU ini bisa benar-benar maksimal dalam pelaksanaannya. “Jangan sampai UU ini hanya menjadi bumerang dan dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu dengan mangatasnamakan diri sebagai pembela HAM untuk kepentingan-kepentingan tertentu yang justru merugikan pembela HAM yang sebenarnya, ungkap Zohra.

Justru selama ini, lanjut Zohra, dengan tidak adanya UU yang secara spesifik melindungi aktivis HAM mampu memacu kreativitas para pekerja HAM. Zohra mencontohkan berbagai aktivitasnya yang kerap mendapatkan tekanan berbagai pihak.

Hal senada diakui oleh Direktur LBH Makassar, Abd Muthalib. Menurutnya, UU yang ada selama ini sebenarnya sudah cukup, tak perlu lagi ada pengkhususan. Muthalib juga mengkhawatirkan UU ini dapat disalahgunakan oleh orang-orang tertentu dengan kepentingan mereka.

Pakar hukum dari unhas, Prof Aminuddin Ilmar, yang juga menjadi salah satu narasumber dalam diskusi ini juga mempertegas perlunya definisi operasional yang jelas tentang siapa saja yang termasuk sebagai pekerja HAM. Ia juga mengusulkan agar nama UU ini diganti menjadi UU Perlindungan Pekerja HAM.

Urgensi lahirnya UU ini sebagaimana diungkapkan Swandaru dari Imparsial, memang didorong oleh maraknya kasus kekerasan dan kriminalisasi terhadap aktivis HAM selama ini. Menurut catatan Imparsial, dari tahun 2003 – 2004 saja jumlah pembela HAM yang menjadi korban sebanyak 152 orang dengan pelaku kekerasan terbesar adalah Polisi (125 kasus) dan Brimob (14 kasus). Sebagian besar kasus itu mencakup penganiayaan (39 kasus), penangkapan/penculikan (26 kasus) dan intimidasi/ancaman (21 kasus).

Terkait dengan definisi pembela HAM ini, menurut Swandaru, adalah orang-orang yang melakuykan pembelaan HAM yang dapat menimbulkan ancaman bagi dirinya. Seseorang melakukan aktivitas pembelaan HAM karena memang sudah menjadi tupoksinya, seperti jaksa ataupun polisi, tidak termasuk dalam definisi ini. Ia juga menambahkan sejumlah kriteria untuk pembela HAM, antara lain tidak partisan, imparsial (tidak memihak), non violence, non combating.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun