SBY bikin ribut-ribut lagi. Kali ini secara vulgar ia menyatakan akan adanya upaya people power atau aksi besar-besar atau revolusi sosial pada 9 desember mendatang, yang bertepatan dengan hari korupsi internasional. Seperti mendapatkan panggung baru, ia berujar:
"Saya harus sampaikan seperti itu supaya tidak surprise. Apa pun yang ada di Jakarta, jangan mengganggu konsentrasi untuk menjalankan tugas kita untuk menyukseskan pembangunan dan dapat meningkatkan tugas kita....."
Banyak yang berkomentar tentang pernyataan pak beye ini, yang dinilai tidak bijak dan hanya memperkerus situasi yang memang sudah keruh...
Pertanyaannya, koq semua jadi heran dengan statement sby ini. Toh ini bukan untuk pertama kalinya presiden kita ini menyatakan sesuatu kejadian yang dianggapnya akan terjadi? Apa kita sudah lupa pada peristiwa Bom Kuningan bulan Juli lalu, yang tiba-tiba mengaitkan peristiwa itu dengan ancaman yang akan menimpa dirinya. Tak tanggung-tanggung, SBY malah secara 'samar-samar' menunjukkan identitas orang yang berada di balik semua itu.
Tindakan SBY tentu saja adalah bagian dari tindakan pereventif, yang tentu saja, bertujuan untuk mencegah agar hal itu tidak benar-benar terjadi. Di satu sisi ia juga ingin dirinya adalah 'korban' dari sebuah konspirasi besar dari sekelompok orang yang berseberangan dengan dirinya. Bisa pun statement ini bermakna sebuah warning dari sby. sby seakan-akan berkata pada mereka, "Sia-sia saja kamu aksi, toh kami sudah tahu koq rencana kalian...."
Lalu bagaimana kita seharusnya membaca statement pak beye tersebut?
Jika membaca hal itu sebagai bagian dari strategi komunikasi politik, maka bisa saja kita melihatnya sebagai suatu tindakan 'brilian'. Sebuah tindakan pencegahan sebelum sesuatu itu benar-benar terjadi dengan mengkomunikasikannya pada khalayak ataupun terhadap orang-orang uang merencanakan aksi tersebut. Ibaratnya bila suatu hari seseorang menyatakan pada kita bahwa seorang pencuri akan menyantroni rumah kita, lalu sebagai tindakan jaga-jaga kita mengumumkan di mesjid bahwa seseorang pencuri diketahui akan memasuki rumah kita. harapannya, pencuri akan membatalkan niatnya ataupun warga lain akan ikut menjaga rumah kita agar tidak kecurian.
Namun dari segi etika politik tentu saja memiliki pemaknaan yang lain, dengan kapasitas sby sebagai kepala negara.
Seorang teman yang saya tanyakan pendapatnya tentang statement ini menjawab dengan lugas: "Ah, seperti gak tau SBY aja....."
Salam Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H