Mohon tunggu...
Wahyu Chandra
Wahyu Chandra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan blogger

Jurnalis dan blogger, tinggal di Makassar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kalla, Muhammadong dan Habibie

12 September 2019   07:12 Diperbarui: 12 September 2019   07:59 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di kampung saya, ada tiga nama yang melegenda, identik dengan pencapaian sebuah kesuksesan dan kebaikan, yaitu Haji Kalla, Muhammadong dan BJ Habibie.

Ketika orang bicara tentang kekayaan, maka pembandingnya selalu kepada Haji Kalla. Kesuksesan ayah Wapres Jusuf Kalla ini digambarkan dengan banyaknya mobil yang dimilikinya. Istilah Bugis-nya 'Pabbalu Oto' atau penjual mobil.

Kalla adalah simbol kesuksesan dalam usaha, sebagaimana Gobel di Manado dan Gorontalo. Bagi kami di kampung, tak ada yang lebih sukses selain Haji Kalla. Ia bukan sekedar pedagang, tetapi pedagang mobil dengan show room yang berada hampir di seluruh daerah di Sulsel.

Sosok kedua adalah Muhammadong. Ia seorang Qori (pembaca Al Quran) internasional. Dikenal dengan suaranya yang merdu dan melengking. Rekaman suaranya setiap hari diperdengarkan di 'corong-corong' masjid. 

Kebetulan ia berasal dari kampung saya, Pinrang, yang kemudian merantau ke Jakarta. Begitu tenarnya, ketika ada orang yang berucap kasar, maka nasehat yang diberikan padanya 'Muhammadong naik haji karena mulutnya, sementara kamu nanti masuk penjara karena mulutmu.'

Muhammadong adalah sosok ideal dalam hal kepatuhan pada ajaran agama. Jadikan mulutmu sebagai berkah, seperti halnya Muhammadong, jangan sebaliknya. Begitu pesan orang tua kepada anak-anaknya.

Sosok ketiga adalah BJ Habibie. Meski jualannya 'lebih kaya' dari Haji Kalla yaitu pesawat terbang, Habibie justru dikenal sebagai kegeniusan otak. Orang tua berlomba-lomba memberi anaknya dengan nama Habibie, dengan harapan akan secerdas Habibie. Semua anak pun seperti serempak menjawab 'mau seperti Pak Habibie' ketika ditanya cita-citanya.

Terkait penamaan nama anak dengan Habibie ini ada sebuah cerita yang lucu. Ada seorang tetangga saya menamai anaknya dengan nama Habibie. Namun tak seperti harapannya, anaknya justru malas sekolah dan bahkan tak naik kelas. Ia kemudian merasa malu menamai anaknya dengan nama Habibie. Mau mengganti nama juga sudah tidak memungkinkan karena sudah tercatat di akta dan data sekolah.

Ketiga orang tersebut telah wafat dengan membawa nama baik, seperti sebuah pepatah 'Gajah mati meninggalkan gading, Harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama (baik)'.

Selamat jalan Pak Habibie.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun