Mohon tunggu...
Wahyu Chandra
Wahyu Chandra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan blogger

Jurnalis dan blogger, tinggal di Makassar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengapa Api Kecil Cepat Membesar?

18 April 2011   01:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:42 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi-pagi saya dikejutkan teriakan dari rumah sebelah, kebakaran! kebakaran! Orang-orang pun berdatangan. Ternyata sumber kebakaran yang dimaksud adalah kompor gas bertabung 3 kg yang meledak. Kebanyakan orang yang datang hanya bisa melongo, sementara sebagian kecil sibuk mengumpulkan barang, dan ada yang secara inisiatif segera mengambil pasir. Tak berapa lama api pun dapat dipadamkan. Sumber foto: koranbogor.com Saya sendiri tak begitu panik karena dua hal, pertama, karena efek luberan gas takkan terjadi, karena rumah itu, sebuah warung, pintu dan jendelanya semuanya terbuka. Kedua, rumah itu berdinding dan atap beton cor. Api takkan dengan mudah menembusnya. Saya lalu mengingat-ingat beberapa kebakaran yang pernah saya saksikan langsung ataupun nonton dari tv-tv. Lebanyakan api berasal dari sumber api yang tergoling kecil, kompor gas yang meledak, listrik konslet atau lilin yang terjatuh (karena pemadaman yang sekarang jadi trend banyak orang menggunakan lilin sebagai penerang, meski beresiko besar). Mengapa api yang dulunya kecil begitu cepat menyebar dan membesar? Mengapa di awalnya, api kecil itu, begitu susah dipadamkan, meski si pemilik rumah sebenarnya ada di tempat kejadian saat itu? Jawabnya sepele. Karena kita menginginkannya. Dan itu karena kepanikan dimana tak ada kejernihan pikiran di sana. Di saat kebakaran, jarang orang bisa berpikir jernih. Dan yang paling parah adalah orang kasak-kusuk itu bukan berkeinginan memadamkan api. Yang ada di benak mereka adalah menyelmatkan barang-barang atau harta bendanya. Tak ada yang berpikir jernih, misalnya, mengambil pasir basah atau karung basah. Terkadang malah dengan sembrono orang menyiram kompor gas yang menyala dengan air, yang justru membuat apinya semakin membesar. Api semakin membesar, meminjam istilah Rhonda Byerne dalam bukunya yang masyur "The Secret", karena kita memang menginginkan api itu membesar dan mendorong semesta untuk mewujudkannya, dengan jalan terus membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya: api besar yang melumat segalanya. Kita seperti menyemangati api 'ayo terus menyala! ayo terus menyala! Secar tak sadar kita sebenarnya telah pasrah dengan apa yang akan terjadi. yang ada di pikiran kita adalah meminimalkan kerusakan dengan berupaya menyelamatkan apa saja yang bisa diselamatkan. Tindakan yang rasional sebenarnya, meski dalam sejumlah kasus itu merupakan pengambilan kesimpulan yang terlalu cepat atau malah tergesa-gesa, karena kita sebenarnya masih bisa melakukan sesuatu seandainya mampu berpikir secara tenang dan jernih. Saya teringat ucapan seorang teman, beberapa tahun lalu dalam sebuah kebakaran besar yang hampir menghanguskan kantor saya. Menurut teman tadi, yang dibutuhkan pada saat kebakaran adalah seseorang yang berpikiran jernih, tenang dan tidak terpengaruh secara psikologi akan kebakaran tersebut. Keberadaan orang tersebut akan membuat api mudah dipadamkan, karena ia mampu memikirkan solusi-solusi yang ada dengan cepat dan tepat, karena dipikirkan secara jernih dan tenang. Dialah  yang bisa 'membujuk' api itu untuk segera padam dengan keinginan dan keyakinan besar yang dimilikinya. Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun