Mohon tunggu...
Wahyu Chandra
Wahyu Chandra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan blogger

Jurnalis dan blogger, tinggal di Makassar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Reuni Terindah

24 Januari 2010   16:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:17 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Semua wajah melongos tak percaya ketika sosok itu muncul dari balik pintu kaca. Seperti melihat hantu berkelebat di sore hari. Entah berapa lama waktu sempat terhenti hingga akhirnya tawa riuh kemudian memecah perhatian hampir semua pengunjung food court itu.

Unbelieved….!” terdengar suara riang Malik dari sudut ruangan. Yang lain juga bersorak dengan bahasanya masing-masing.

“Ini benar kamu kan, Kris?” Andre sepertinya belum percaya dengan apa yang di depannya. Kris Adityo tampak terlihat canggung dengan pesta penyambutan yang tak disangka-sangkanya itu.

“Seberarti inikah diriku bagi kalian?” Kris mencoba mengimbangi kekikukannya yang disambut tawa yang lebih riuh dari teman-temannya.

“Sssttt....” Monica mencoba mengingatkan di mana mereka sedang berada, tapi yang lainnya tampaknya tak perduli.

“Tenang aja, pak manajer ada di sini. Tak akan ada yang berani menegur kita,” bisik Ashri, yang lagi-lagi disambut ledakan tawa dari mereka semua. Mustafa yang memang manajer di food court itu hanya bisa geleng-geleng kepala tanpa melepaskan senyumnya.

Mereka pun duduk melingkari tiga meja yang dijadikan satu. Ada sepuluh orang yang berkumpul dalam reuni itu, tanpa menghitung ekor mereka masing-masing. Jumlah yang cukup besar dibanding reuni-reuni sebelumnya. Dan yang membuatnya istimewa karena inilah pertama kali dihadiri oleh Kris. Bocah Ajaib. Kebanggaan almamater mereka.

”Sumpah Kris. Aku benar-benar nggak nyangka melihat kamu di reunian ini. Tahun-tahun lalu ada saja alasan kamu nggak bisa hadir. Lagi Paris lah, Beijing lah. Dan kita selalu ngerti alasan ketidakhadiranmu. Justru sekarang kita malah nggak ngerti kehadiranmu.”

”Jadi aku nggak diterima nih ceritanya. Oke, aku pulang aja ya...” Kris berpura-pura hendak beranjak pergi, dengan wajah yang dipaksakan serius.

“Eeee....sabar-sabar,” beberapa orang mencoba menahan dan kembali ledak tawa terdengar memenuhi ruang yang semestinya steril dari kegaduhan itu.

“Kita senang koq kamu ada di sini. Sudah lama tak ada kesempatan seperti ini. Ini benar-benar waktu berharga buat kita-kita...” ujar Wini tersenyum tipis sambil menyanggah dagunya dengan kedua tangannya.

”Hmm..tolong perjelas, ’kita’ ini siapa. Jangan-jangan kami yang tak tahu masalah ini ditunggangi nih,” protes Malik yang disambut cekikan temannya yang lain.

Wini sesaat tampak salah tingkah, namun ia berusaha menutupi gerak-geraik yang tak terharapkan dengan tetap tersenyum, seperti tak ada makna apa-apa dari sindiran itu. Wini memang adalah kisah lama bagi Kris. Di masa mahasiswa, tiga tahun lamanya mereka berpacaran hingga akhirnya hubungan itu kandas tanpa ada yang tahu penyebabnya, selain mereka berdua. Anehnya, putusnya hubungan mereka tak terdeteksi oleh siapa pun. Entah karena Kris dan Wini yang pandai menyembunyikan keretakan hubungan mereka, atau karena memang semua orang takkan pernah ada yang percaya jika mereka kelak akan terpisahkan. Seperti kisah Gali dan Ratna. Semuanya berlalu tanpa ada yang menyadarinya, hingga kemudian terdengar kabar Wini akan menikah dengan lelaki lain pilihan keluarga. Ketika semuanya protes dengan rencana pernikahan itu, Wini baru angkat bicara. Dan itu terjadi dua tahun kemudian. Mereka baru benar-benar percaya ketika Kris datang ke pesta pernikahan itu dengan sangat santai, seperti tak ada ekspresi sesal dan kecewa sedikit pun di wajahnya.

Wini kini sudah memiliki seorang puteri berumur 4 tahun. Gadis yang kini sibuk bermain dengan anak-anak teman-temannya yang lain.

Kris masih tak mampu berkomentar apa-apa. Ia membiarkan teman-temannya mencacinya satu persatu. Perihal kehadirannya yang sangat sulit diharapkan di setiap acara kumpul-kumpul angkatan. Ataupun tentang hubungannya dengan gadis setengah bule yang tak pernah dikenalkannya pada mereka. Hanya Gery yang tampaknya tak begitu banyak berkomentar. Ia hanya tersenyum-senyum saja setiap ada celutukan yang mengundang tawa.

Gery lah satu-satunya temannya yang paling sering berkomunikasi dengannya, sekali sebulan atau malah tiga bulan. Itu pun lebih banyak lewat telpon. Dari Gery pulalah semua informasi tentang Kris berasal yang kemudian tersebar kemana-mana. Sehingga ketika teman-temannya menyinggung sesuatu yang pribadi tentang dirinya, maka Kris akan segera melirik ke Gery dengan kepala digelengkan. Gery pun hanya bisa cekikan sambil mengangkat kedua tangan tanda menyerah.

”Jadi kapan undangannya disebar nih, Kris. Tunggu apa lagi. Ingat umur Nak,” Malik melancarkan jurus intimidasinya. Jurus yang selalu ditunjukkannya jika bertemu dengan temannya yang masih lajang. Ia sendiri sudah menikah 4tahun lalu dan kini punya dua anak.

“Iya, udah nggak sabar nih. Minimal kita dikenalin pada gadis bule itu. Siapa sih namanya?” Murni yang juga sudah berkeluarga ikut nyelutuk.

”Devy..!” Gery yang menjawab.

”Cakep nggak, Ger?” sambung Murni.

Gery mengangkat kedua jempol tangannya dan meminta dua temannya yang duduk di sampingnya melakukan hal yang serupa. Aksi komikal mereka sontak membuat tawa semua orang meledak kembali.

“Wah, pantasan aja kita tak pernah disapa lagi,” kini Wini yang menyelutuk dan itu kembali membuat semua orang terbatuk-batuk menggoda.

“Sabarlah. Semua akan ada waktunya. Ia juga sudah lama koq pengen kenal dengan kalian semua. Cuma kesempatan aja yang nggak ada. Ketika aku ada waktu dianya yang nggak punya, dan begitu pun sebaliknya.”

”Wow...benar-benar keluarga super sibuk!” celutuk Malik. Yang lain hanya tersenyum tak berkomentar.

“Koq sekarang nggak ikut, Kris?” giliran Gery yang bertanya.

“Dua bulan kemarin ia ke Paris. Ia ikut kursus desain selama setahun. Jadi kalau menunggu dia datang maka itu berarti harus menunggu 10 bulan lagi dong.” Kris tersenyum sambil mempermainkan sedotan minumannya di gelas yang ada di depannya.

Semua perhatian masih terarah padanya. Pertemuan itu benar-benar hari untuk Kris. Semua orang merasa bahagia dengan pertemuan itu. Mungkin itulah reuni terindah bagi mereka. Tak terkecuali dengan Kris. Meski ia baru pertama kali mengikuti acara reunian setelah sekian tahun tapi waktu kebersamaan itu terasa begitu berharga dan tak ingin dilepasnya. Sesuatu yang sejak lama sangat diharapkannya.

***

Setelah malam telah agak larut, acara reuni pun itu pun disudahi. Semua orang beranjak pulang. Tak seperti teman-temannya yang lain, Kris tidak menuju tempat parkir, ia justru menuju pinggir jalan raya.

Gery yang berada di belakangnya tiba-tiba memanggil.

“Mau kemana, Kris? Memang mobilmu diparkir dimana?”

Kris menggeleng, “Naik taksi,” ujarnya singkat.

”Lho mobilmu kenapa? Ikut aku aja.”

”Nggak merepotkan nih?”

”Ya, nggak lah. Cuma...aku benar-benar heran...kamu benar naik taksi?”

Kris tertawa sambil merangkul temannya mengajak segera berangkat. Bersama Gery tampak seorang gadis cantik yang sempat diliriknya pada acara kumpul-kumpul sebelumnya. Ia duduk di belakang, terpisah dari kelompok mereka.

”Itu pacar kamu?” bisik Kris sambil melirik ke arah gadis itu yang berjalan di samping mereka.

”Hus...ini adikku Reina. Masa kamu lupa sih.”

Kris menghentikan langkahnya dan menatap lekat ke gadis itu yang tiba-tiba juga merasa canggung dengan perhatian yang ditujukan pada dirinya.

”Ini Reina adik kamu yang dulu masih SD itu?”

Gery mengangguk sambil tersenyum bangga, ”Cantik kan?”

Kris sepertinya benar-benar tidak percaya. Reina menjadi semakin canggung sekarang. Kris masih tak melepaskan tatapannya pada gadis yang dulu sering digodainnya itu.

”Jangan lebay gitu dong Kris. Biasa aja lah. Ntar Reina malah kegeeran.”

Reina yang disinggung tersenyum malu sambil berusaha mencubut kakaknya yang segera menghindar sambil cekikan. Bertiga mereka menuju parkiran dimana sebuah Nissan-Honda berwarna perak berada, tampak menyolok dibanding mobil-mobil lain.

”Aku benar-benar nggak percaya kamu mau hadir dalam pesta rakyat tadi, Kris. Kirain kamu Cuma bercanda waktu di telpon bilang mau datang,” ungkap Gery ketika mereka sudah dalam perjalanan pulang.

”Pesta rakyat?” Kris sepertinya tak mengenal kata-kata itu.

”Iya, dibandingkan dengan pesta-pesta yang sering kamu hadiri. Apalagi sekarang masih suasana lebaran. Bertamu di rumah-rumah pejabat dan relasi yang kaya-kaya pasti sebuah kesempatan yang terlalu mewah untuk ditinggalkan.”

”Giliran kamu yang lebay, Ger,” ujar Kris sambil tersenyum menggeleng. Ia lalu berbalik ke jok belakang dimana Reina sedang asyik dengan BB-nya.

”Kamu benar-benar Reina, ya?” tanya Kris dengan nada komikal.

Gery yang ada di samping meninju lengannya sambil cekikan. ”Masih nggak percaya rupanya. Ya udah Reina, buka topengmu supaya sang pangeran ini benar-benar percaya.”

Reina yang sepertinya asyik SMS-an tak mampu menahan tawanya. ”Iya, kak Kris, saya benar-benar Reina. Kalau kakak mungkin udah lupa, aku nggak pernah lupa koq,” ujar gadis itu dengan nada ceria dan tampak sangat dewasa.

Gery sekilas melirik ke samping dan tersenyum mencari tatapan percaya dari Kris.

Kris yang kini merasa canggung. Tadinya ia menduga gadis itu akan diam saja dan hanya menanggapinya dengan senyum dikulum, tapi jawaban singkat dari gadis itu membuatnya sedikit pangling.

”Masih sekolah, kuliah atau...”

”Halooo...Udah kuliah kali kak. Ini juga sudah tahun ketiga. Memangya face-ku ini masih seperti anak SMA, ya?” tukas Reina sambil cekikan. Kris yang tampaknya semakin pangling, melahirkan senyum kemenangan di wajah Gery.

”Hebat kan adikku? Haha..siapa dulu dong kakaknya.”

Kris hanya bisa garuk-garuk kepala, yang membuat Reina cekikan.

Tapi suasana canggung itu hanya berlangsung singkat. Hanya dalam beberapa waktu saja suasana menjadi sangat akrab. Mereka saling tertawa dengan ceritanya masing-masing.

”Tahu nggak Kris. Reina ini sangat mirip dengan kamu di masa mahasiswa dulu.”

”Maksud kamu?”

”Iya. Dia benar-benar prototype dirimu. Melihat dia itu sama halnya dengan melihat dirimu.”

Kris sepertinya bingung. Begitu juga halnya dengan Reina yang mulutnya tiba-tiba jadi manyung. Ia berusaha mencubit lengan Kakaknya tapi lalu mengurungkannya karena tak ingin terlihat Kris.

”Reina itu seperti kamu, yang sok mengurusi segalanya, sok peduli segalanya, hingga kadang lupa kalau punya keluarga, punya kakak yang cakepnya minta ampun, atau punya rumah yang wajib ia sambangi setiap hari.”

Kris yang sepertinya mulai mengerti perkataan Gery kemudian tertawa lepas. Mulut Reina menjadi semakin manyung dan benar-benar tak tahan untuk tidak mencolek kakaknya agar menghentikan pembahasan itu.

”Dan satu hal Kris,” Gery mendekatkan bibirnya ke telinga Kris untuk membisikkan sesuatu, ”Keikutrsertaan Reina dalam reuni kita ini....awwwww.” Cubitan Reina benar-benar telah mendarat mulus di lengan Gery, yang membuat pegangan stir Gery terlepas sejenak.

“Stop kak. Aku turun di sini!” Reina sepertinya benar-benar marah. Sepertinya ada bola air yang akan segera meledak di kelopak matanya.

Gery yang tidak menyangka serangan kilat itu kembali ke posisinya semula sambil terdiam, meski masih terlihat sisa senyum tertahan di wajahnya.

Kris yang menyadari situasi yang kurang enak itu menyikapi suasana dengan bersiul-siul dengan nada-nada lucu. Tawa Gery tiba-tiba meledak, dan sesungging senyum kembali terlihat di wajah Reina yang masih kemerah-merahan menahan malu dan dongkol.

“Mau langsung pulang atau kita jalan-jalan dulu?” tanya Kris kemudian, yang lebih terlihat permintaan persetujuan agar mereka menikmati malam yang masih terlalu pagi untuk ditinggalkan.

Gery melirik ke spion, seperti meminta persetujuan Reina.

”Terserah,” jawab Reina pasrah, dengan senyum kecil dan licik yang dicoba ditekannya agar tak terlihat siapa pun. Tapi mata Gery terlalu jeli. Ia melihat guratan tipis itu. Senyum yang biasa dilihatnya ketika adiknya itu sedang menyembunyikan kebahagiaan yang enggan ditunjukkannya pada siapa pun. [1]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun