Mohon tunggu...
Wahyu Chandra
Wahyu Chandra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan blogger

Jurnalis dan blogger, tinggal di Makassar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sang Malaikat Maut (3)

12 November 2009   01:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:22 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Saya menyebutnya sebagai Assassin yang terkutuk dan suka melarikan diri. Mereka menjual diri mereka, haus darah, tega membunuh orang-orang tak bersalah demi uang dan tidak memperdulikan kehidupan dan keselamatan mereka sendiri. Serupa hantu, mereka sanggup mengubah diri menjadi segala sesuatu, meniru sikap, pakaian, bahasa, kebiasaan, dan tingkah laku bermacam-macam bangsa dan rakyat. Sembari bersembunyi di balik penyamaran, mereka menebar kematian kapan pun mereka mau.

Saya belum pernah melihat mereka. Saya mengetahui mereka hanya melalui nama mereka dan aneka macam tulisan. Saya tidak mengetahui lebih banyak. Saya juga tak dapat menunjukkan bagaimana kebiasaan-kebiasaan atau ciri khas mereka yang lain. Saya, atau orang lain, sungguh tidak mengetahui mereka. Saya juga tidak tahu cara memanggil nama mereka. Mereka menyembunyikan nama mereka rata-rapat karena mereka melakukan pekerjaan yang buruk dan sangat dibenci banyak orang.

Satu hal yang saya ketahui, untuk menjaga dan melindungi raja, jangan izinkan seorang pun dalam rumah tangga kerajaan yang melayani keperluan raja, betapapun sepele pekerjaannya, menyembunyikan asal-usul, tempat, keturunan, keadaan, dan orang-orang yang benar-benar diketahui.

Begitulah risalah yang disampaikan Brocardus, seorang pendeta Kristen Jerman, kepada Raja Philip VI dari Perancis pada tahun 1332, tentang keberadaan sekelompok pembunuh bayaran yang sangat berbahaya ketika sang raja tengah menimbang-nimbang mengirim pasukan untuk merebut kembali tempat-tempat suci umat Kristen.

Bagi Brocardus kaum Assassin adalah sejenis orang sewaan, pembunuh rahasia yang sangat terampil dan berbahaya. Meski Brocardus menyebut sang Assassin sebagai bahaya dari Timur namun tak pernah menghubung-hubungkan mereka dengan tempat, sekte atau bangsa tertentu. Dan bahkan tak menghubung-hubungkannya dengan agama atau tujuan politik tertentu. Bagi Brocardus, mereka hanyalah pembunuh andal yang keji dan bengis, sehingga orang mesti dikawal agar selamat dari sergapan mereka.

Di abad ke-13, kata Assassin dengan segala bentuknya menjadi lazim digunakan di Eropa untuk menyebut sekelompok pembunuh bayaran. Sejarawan kuno Fiorentina, Givanni Villani, yang meninggal pada 148, mengabarkan bagaimana Pangeran Lucca mengirim ‘Assassin’ ke Pisa untuk menghabisi seorang musuh yang merepotkannya.

Kata Assassin pun kemudian menjadi lazim digunakan untuk menyebut seorang pembunuh, khususnya seorang yang membunuh dengan sembunyi-sembunyi, yang korbannya adalah tokoh tenar, sedangkan motifnya adalah fanatisme dan keserakahan.

Meski orang-orang akan menyebutnya sebagai seorang Assassin atau pembunuh bayaran, namun ia lebih menyukai dirinya disebut sebagai malaikat maut. Dan begitulah memang orang-orang menyebutnya: Sang Malaikat Maut. Ia sendiri telah lupa dengan namanya yang sebenarnya, nama yang telah menyertai sebagian besar dari sejarah kehidupannya. Nama yang bapak dan ibunya pilihkan secara hati-hati dengan harapan nama itu akan melekatkan sifat tertentu padanya, sebagaimana biasa orang tua-orang tua mana pun melakukannya. Nama adalah cerminan jiwa dan diri, begitu seorang filsuf mengatakannya. Hanya saja, nama apapun yang digunakannya, orang-orang akan tetap menyebutnya sebagai Sang Malaikat Maut. Meski seorang pembunuh bayaran adalah seseorang yang rela menukar kehidupan orang lain demi sebuah upah yang tak sedikit, dalam konteks dirinya, sang Malaikat Maut berkilah bahwa meskipun ia memang sangat sering membunuh orang, namun semuanya ia lakukan tidak semata karena bayaran uang. Ia memilih korbannya. Ketika seseorang memintanya melakukan sebuah pembunuhan, ia tidak akan segera mengiayakan. Ia akan mempelajari dulu si korban, lalu kemudian memutuskan. Jika ia senang dengan profil korban, maka masalah bayaran tidak akan menjadi masalah. Bayaran hanya sekedar menjadi pembuktian bahwa si klien benar-benar menginginkan pembunuhan itu, seperti sebuah stempel ataupun lisensi. Tepatnya sebuah mahar.

Sang Malaikat Maut adalah seorang pembunuh sejati, seniman besar dalam bidang bunuh membunuh. Ia seseorang yang berdedikasi dan disiplin pada pekerjaannya. Ia selalu melakukan pekerjaannya secara matang, terencana dan memperhitungkan segala sesuatunya dengan baik, sehingga presentase kesuksesannya mencapai kesempurnaan. Ia memahami manusia sebagaimana ia memahami segala sesuatu tentang dirinya dengan baik. Bagian manapun dari dirinya adalah senjata yang berbahaya, meskipun terkadang ia tetap membutuhkan perlengkapan-perlengkapan teknis seperti yang biasa dipunyai seorang pembunuh bayaran.

Ia memiliki ratusan koleksi senjata pembunuh, mulai dari yang sangat efisien hingga yang rumit dan merepotkan. Terkadang ia adalah seorang sniper atau penembak jitu, sehingga ia melengkapi dirinya dengan senjata-senjata berlaras panjang dengan kaliber yang besar. Dalam beberapa kontrak pembunuhannya dengan CIA, agensi mata-mata dari Amerika, ia kerap menggunakan cara ini dalam membunuh korban-korbannya. Ia punya puluhan pistol dari berbagai pabrikan, yang sebagian dibelinya melalui internet dengan prosedur yang rumit, dan sebagian lagi dibelinya diperoleh dari transaksi pasar gelap. Dalam beberapa kasus, ia membuat sendiri senjatanya, disesuaikan dengan jenis korban dan tingkat kerumitan pekerjaannya. Dalam beberapa kasus lainnya, ia tak usah repot-repot menyiapkan senjata, karena kliennya-lah yang akan menyiapkan semua perlengkapan yang dibutuhkan. Ini biasa berlaku jika tidak mampu menyelundupkan senjata yang dibutuhkan ke daerah dimana ia harus beroperasi.

Bagaimana ia mendapat klien? Ia seseorang anonim sulit dikenali oleh orang kebanyakan. Meski tak dikenali, namun segelintir orang memahami cara ia bekerja. Ia telah menciptakan sebuah sistem yang rumit dimana tak seorang pun dapat melacaknya. Bila korban dan harga disepakati maka uang akan ditransfer ke sebuah rekening di Bank Swiss dalam dua tahap. Tahap pertama adalah uang jadi, biasanya setengah dari harga yang disepakati. Tahap kedua dilakukan setelah semua proses pembunuhan itu dilakukan. Jangan coba-coba untuk berbuat curang karena Malaikat Maut, yang sangat benci dengan penghianatan, akan mengincarmu dimana pun kamu berada. Tak ada yang bisa bersembunyi darinya karena ia adalah malaikat maut, atau setidaknya titisan darinya.

Jangan pernah coba-coba mempermainkannya, karena ia tahu segalanya. Ia bisa berada dimana saja dan menjadi siapa saja. Ia adalah penyamar yang hebat. Tak ada yang benar-benar tahu perihal dirinya karena ia selalu dapat menyamarkan wajahnya. Bisa jadi tiap hari kau melihatnya dan bahkan mencemohnya karena mungkin bagimu terlihat sebagai seorang pengemis tua yang bau. Ia pun bisa menjelma menjadi dirimu yang bahkan kau pun akan sulit membedakannya dengan dirimu sendiri.

Ia selalu punya kriteria tertentu atas korban yang dipilihnya. Meski seorang klien membayar mahal untuk sebuah pembunuhan, tapi jika si korban tak masuk dalam kategorinya, maka akan ditolaknya secara tegas. Si klien pun tak bisa berbuat apa-apa selain mencari orang lain yang mau melaksanakan tugas kotor tersebut. Pernah suatu ketika seseorang mengontaknya untuk membunuh seorang aktivis. Ia menolak tawaran itu dan beberapa saat kemudian aktivis itu ditemukan tewas di sebuah pesawat terbang yang membawanya ke luar negeri. Aktivis itu kemudian tewas dibunuh dengan racun arsenik, yang dalam kadar tertentu bisa sangat mematikan, racun yang sebenarnya lebih banyak digunakan sebagai racun serangga. Mendengar peristiwa ini, sang Malaikat Maut hanya tersenyum sinis. Ia mengutuk dalam hati pembunuh itu yang sangat tidak profesional itu. Sepanjang pengetahuannya sebagai pembunuh bayaran, membunuh dengan menggunakan arsenik bukanlah tindakan yang bijak. Kelebihan zat ini dalam tubuh manusia akan meninggalkan tanda-tanda yang sangat mudah dikenali bahkan tanpa menggunakan analisa laboratorium. Hanya pembunuh cerobohlah yang melakukan pembunuhan dengan cara ini.

Tak ada yang benar-benar tahu kriteria korban sang Malaikat Maut. Belasan di antaranya adalah politisi di berbagai negara. Sebagian besar lainnya adalah pengusaha sukses, suami yang selingkuh, menteri yang korup, aktivis kotor yang provokator, selebriti yang pongah, pedagang yang curang, agamawan yang munafik dan puluhan profil lainnya. Korban-korbannya kebanyakan adalah pribadi-pribadi yang memang tidak dikehendaki oleh sebagian besar orang. Meski sejumlah korban juga adalah orang-orang yang dianggap panutan masyarakat dan memiliki sifat-sifat mulia. Inilah kontradiksi dari pemilihan korban Malaikat Maut, sehingga pendefinisian korbannya adalah hal yang mustahil dilakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun