Manusia menari, pengetahuan mengkonfirmasi. Kesenangan berada di depan mata, ketika kebenaran itu terungkap, yang sebelum nya tersingkap oleh kebodohan. Kesenangan, heboh, bahagia, dan bahkan tak karuan menjadi respon utama. Ketika semua itu di hadapkan di depan mata, nuansa positif menjadi reaksi utama, tanpa mereduksi, bahkan lebih pada tendensi hiberpola ekspresi.Â
Perjalanan manusia seringkali dititik resistensi. Ada kala pengetahuan mereka terjebak pada ruang dan waktu klasik, arti kata bahwa kehendak untuk melakukan sesuatu yang berkontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan selalu di dalilkan pada syarat-syarat empirisme. Menjadi pertanyaan adalah apakah empirisme itu salah jika menjadi syarat mutlak dari pengetahuan?.Â
Jawabannya iya, memutuskan empiris sebagai syarat pengetahuan adalah titik kesalahan, namun sangat dibutuhkan pengetahuan empiris sebagai memproduksi pengetahuan. Karena, dalam arti kata yang lebih komprehensif dan holistik, empiris seringkali di letakkan kepada bagaimana memungkinkan sesuatu pengetahuan di konfirmasi oleh apa yang dimiliki subjek dalam internal, yakni tubuh. Apa yang di rasakan, dilihat, didengar, di fikirkan, dan apa yang di inginkan adalah pengalaman pada tataran penggunaan inderawi manusia.Â
Gagasan mengenai kajian Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman indra manusia. Secara etimologi, istilah empirisme berasal dari bahasa Yunani emperia, yang berarti pengalaman. Dalam empirisme, kebenaran hanya dapat diperoleh melalui pengalaman. Bukti empiris diperoleh dari manusia langsung, baik dengan pribadi atau secara kolektif. Yang jelas instrumen yang di bangun dari bagaimana inderawi manusia sebagai sebuah instrumen paling fundamentalis untuk memperoleh pengetahuan tersebut. Gagasan Empirisme termasuk salah satu jenis aliran ontologi dalam filsafat. Dalam empirisme, manusia dapat memperoleh pengetahuan dari pengalaman dengan cara mengadakan pengamatan dan pengindraan, Secara mendalam, bagaimana objek itu sebagai cara memperoleh pengetahuan, posisi utamanya adalah objek sebagai sumber utama pengetahuan dan akal atau rasio sebagai cara mendapatkan pengetahuan dari objek. Sehingga prioritas utama dari asal usul pengetahuan adalah objek.Â
Empirisme menjadi salah satu dari tiga aliran filsafat ilmu di dunia Barat. Pemikiran filsafat pada empirisme memilik sifat yang bertentangan dengan rasionalisme. Pemikiran empirisme dipelopori oleh Thomas Hobbes sebagai reaksi terhadap rasionalisme yang cenderung menatap kebenarannya sejauh pengetahuan rasio atau akal.Â
Jelas, empirisme adalah buah yang menghendaki pengetahuan terjadi sejauh yang dikenali pada subjek instrumental, instrumen berdiri pada kepunyaan manusia, yakni tubuh itu sendiri. Epistemologi empirisme didasarkan kepada karya-karya dari John Locke dan David Hume. Dalam pemikiran keduanya, fenomenalisme-nominalisme dijadikan sebagai dasar dari ilmu. Sesuatu hal dianggap sebagai pengetahuan jika merupakan sebuah fenomena yang dapat dialami secara langsung. Status sebagai pengetahuan tidak dapat diberikan kepada pernyataan yang tidak mengacu kepada objek yang independen. Empirisme menjadi pengetahuan yang muncul dari bagaimana manusia merespon dunia, yang mana dunia hadir, kemudian manusia menjadi subjek memahami dunia sebagai objek pengetahuan, bahkan untuk dirinya sekalipun sebagai sebuah objek pengetahuan. Empirisme meyakini bahwa keseluruhan struktur ilmu dapat diketahui menggunakan metode induksi.
Mengenal pengetahuan adalah proses bagaimana subjek mengkonfirmasi, entah itu proses reduksi atau tidak, yang jelas semua itu ada tataran pertanggungjawaban. Namun, proses pertanggungjawaban dalam ruang empirisme lebih mengedepankan probabilitas inderawi manusia, sehingga lebih mudah untuk di tunjukan.Â
Namun bukan berarti itu kemutlakan, apalagi dijadikan postulat dalam ilmu pengetahuan. Sebab, empirisme adalah bagian syarat yang paling populer dan paling mudah dalam memperoleh pengetahuan. Karena instrumen dari empirisme adalah berasal dari tubuh sebagai kepemilikan diri manusia sendiri. Sehingga, jelas tidak menghapus kemungkinan melahirkan banyak pengetahuan.Â
Memproduksi pengetahuan memang hal yang sulit, apalagi semua harus dipertimbangkan pada tataran yang lebih kompleks, Semisalkan pada kontekstual zaman, yang jelas empirisme sebagai faham mengandalkan instrumen tubuh manusia lebih kepada apa yang di rasakan subjek dengan intersubjek lainnya. Dengan demikian, tidak bisa mengkonfirmasi secara objektif. Namun, titik terang yang sama harus disepakati dalam hal ini, empirisme mendorong pengetahuan itu lebih pasti, Sebab sejauh apa yang diamati, dirasakan, didengar dan di uji bisa di pertunjukan. Walaupun demikian jika dalam mendalami sebuah fenomena atau pun objek pengetahuan, hanya sebatas tataran pengenalan pengamat subjek.Â
Inilah kekurangan empirisme sebagai pengetahuan. Karena ia melihat objek sejauh apa yang diketahui pengalaman, sehingga hanya menemukan fundamental dari pengetahuan. Namun ruang yang lebih dalam dari objek tersebut sebagai pengetahuan masih banyak kecacatan, sehingga sangat jelas empirisme tidak menjadi syarat mutlak pengetahuan.Â