Mohon tunggu...
WAHYU TRISNO AJI
WAHYU TRISNO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Selalu sehat para kaum berfikir

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Aku Berfikir, Maka Aku Tak Bisa Tidur

12 Desember 2024   01:12 Diperbarui: 12 Desember 2024   01:12 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Redbubbles / Pinterest

Aku befikir, maka aku tak bisa tidur. Begitulah semua manusia mungkin yang di kutuk dengan fikirannya, fikiran yang rumit dan tidak pernah membatasi dirinya untuk berhenti pada jawaban dan pertanyaan. Mereka di penuhi dosa-dosa kepenasaranan. Lalu berharap ada pahala untuk menjawabnya, manusia memang penuh dengan misteri, berusaha membuat diri mereka sebagai alat untuk mengetahui segalanya, namun pada akhirnya mereka bingung sendiri. Dan kita semua, aku, kamu dan bahkan segalanya adalah ruang misteri alam yang tak bisa terpecahkan. 

Disitulah kita duduk sekarang, bingung, tidak tahu bagaimana. Kita memilih untuk mencari tahu sebanyak mungkin pengetahuan, namun akibat sering berfikir, membuat kita tak bisa tertidur, memilih untuk menjawab banyak hal. Sehingga pantas untuk mengatakan orang-orang yang sering berfikir dan selalu berfikir di kutuk akan fikiran nya, salah satunya adalah dengan mereka tidak bisa tidur.

Sehingga Manusia dalam keberadaan yang paling mendalam sebagai sebutan makhluk penanya dan bertanya. Ungkapan Rene Descartes, "Aku berpikir, maka aku ada", adalah sebuah deklarasi eksistensi yang menuntun manusia untuk masuk ke ruang pertanyaan tanpa akhir. Berpikir membuka jalan menuju kesadaran, tetapi juga menciptakan labirin keraguan yang tak pernah selesai. Seperti pisau yang tajam, rasio melahirkan pertanyaan demi pertanyaan, hingga jawaban yang ditemukan hanya menjadi awal dari pertanyaan baru. Dalam perputaran ini, manusia seolah terkutuk oleh pikiran yang terus mengusik, menggugah, dan menguji, hingga akhirnya kehilangan kemampuannya untuk sekadar beristirahat dalam keheningan. Pikiran adalah paradoks: ia adalah kunci untuk memahami, namun juga jebakan yang membawa manusia pada kekalutan dan kebingungan tanpa akhir.

Manusia berdiri di persimpangan pengetahuan dan kebingungan, tak pernah sepenuhnya puas dengan apa yang ditemukan. Setiap jawaban membawa kita pada rasa haus yang lebih besar untuk bertanya lagi, dan setiap pertanyaan membuka pintu ketidaktahuan yang lebih luas. Maka, tidak mengherankan jika berpikir, pada hakikatnya, adalah sebuah petualangan eksistensial yang menuntut pengorbanan. Tidur menjadi barang mewah bagi mereka yang berani menelusuri lorong-lorong pikirannya sendiri, sebab rasa ingin tahu adalah kutukan sekaligus anugerah. Kita, dengan segala dosa penasaran yang kita bawa, terus mencari makna dalam keheningan malam, terjaga oleh pikiran-pikiran yang tak pernah berhenti berlari. Dan di sanalah kita menemukan esensi diri: Aku berpikir, maka aku tak bisa tidur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun