Wahai malam dan segala tentang gelap-gulita, kuingat malam disaat aku mulai musnah sampai tak tersisa. Bahkan aku sadar pada malam itu, ketika aku buka  siapa-siapa, dan bahkan tidak pernah ada. Waktu itu aku mulai tahu, bahwa siapa aku yang sebenarnya, dan menjadi tahu bahwa tidak ada satupun aku selain dirinya.Â
Malam itu, malam seperti biasa-biasanya. Aku mendatangi sebuah dunia yang penuh dengan hangatnya ilmu pengetahuan, dan nyamannya dengan dakwah keagamaan. Bahkan aku tak tahu, apa yang akan seterusnya terjadi padaku.Â
Saat masa itu, rasa percaya diri untuk belajar banyak hal terasa, tak ada sedikit pun rasa khawatir, takut, sadar diri saat aku duduk bersiap untuk mendengar dakwah keilmuan dari orang hebat waktu itu. Aku menatap judul di depan layar yang tersorot proyektor, tertulis jalan menuju Allah. Aku membacanya dalam hati sambil tetap percaya diri memahami tentang aku yang bisa ikut berjalan menuju Tuhan.Â
Ketika kajian itu di mulai, semua hening, semua terdiam, kemudian ucapan salam dibuka oleh seseorang sebagai lantunan awal pembukaan. Selepas itu lah, kajian dari orang hebat itu dimulai, dengan ucapan "bismillah" Ia memulainya dengan perlahan-lahan, pelan-pelan, Â sangat indah dan mudah untuk memahami setiap bait-bait kata-kata yang keluar dari mulutnya.Â
Saat itu aku masih menginjak diri di bumi, bahkan mengatakan sebelum berangkat sampai perjalanan jauh. Dalam setiap penyampaian, kudengarkan dengan hikmat, dengan semangat, sampai pada perjalanan jauh, aku menemukan perjalanan ku tidak pernah sampai, aku malah saat itu sedang di fase terjauh dengan Tuhan, bahkan paling jauh.Â
Kajian tentang sampai ke Tuhan dengan perjalanan membuatku tersadar, bahwa perjalanan kita menuju ke Tuhan bukan perjalanan singkat, bukan perjalanan  ibadah wajib saja. Memang tidak ada yang salah, tetapi langkah perjalanan menuju Tuhan itu panjang, karena kita tidak pernah benar-benar sampai jika kita masih mengatakan kita adalah ada.
Kajian itu membuatku tersadar, bahwa aku belum sampai di langkah awal sekalipun menuju Tuhan. Aku masih di titik yang tak tahu aku sudah berjalan atau baru menyiapkan. Aku menyadari bagaimana ibadah, hidup dan matiku adalah kehidupan yang memang niscaya berjalan dan tak pernah bisa terhindari.Â
Manusia, dan aku dan semua nya adalah ciptaan Tuhan, ketika kita ingin berjalan menuju nya, bukan untuk kita yang percaya diri untuk bertemu dengan bangga hati telah beribadah lama. Tetapi, perjalanan menuju Tuhan adalah proses kepasrahan dan rendah hati akan ibadah.Â
Orang-orang saleh dan salehah di masa lampau punya perjalanan sendiri untuk sampai ke Tuhan. Mereka dalam berbagai pendekatan dan langkah panjang punya hierarki tentang perjalanan itu, kadang mereka sampai di tengah kepasrahan, kesederhanaan, ketergantungan, dan kadang ada orang-orang yang sampai kepada pelepasan diri, rasa yang sudah tidak ada lagi selain Tuhan, bahkan lebih jauh lagi adalah mereka yang mulai merasakan diri nikmat sejati adalah bertemu Tuhan, dan proses diberikan cinta oleh Tuhan lah yang menjadi satu-satunya tujuan.Â
Jauh dari itu juga, manusia dalam perjalanan lebih jauh memiliki rasa cinta atas Tuhan tanpa alasan, dan berharap cinta Tuhan padanya. Lalu dalam pemahaman Radikal dalam perjalanan itulah yang melahirkan cinta yang sangat sangat mendalam seperti kesatuan diri dengan Tuhan. Kesatuan diri ini menjelaskan tentang semua dari yang sesuatu itu adalah ciptaan Tuhan, sehingga puncak perjalanan dalam pandangan ini adalah peleburan dan penyatuan diri dengan Tuhan.Â