Mohon tunggu...
WAHYU TRISNO AJI
WAHYU TRISNO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Selalu sehat para kaum berfikir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ecobodyisme, Penyatuan dengan Alam

2 Desember 2024   10:42 Diperbarui: 2 Desember 2024   12:06 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Chris B / Pinterest

Alam semesta Begitu luas, kita sendiri adalah bagian alam semesta yang tak pernah kita sadari secara total. Ecobodyisme adalah cara manusia untuk memandang siapa kita dan apakah kita berjauhan dengan alam. Ecobodyisme menjadi satu konsep hidup untuk diri yang disebut sebagai Manusia hidup, memiliki tubuh dan tinggal di alam menyatu tanpa disatukan. 

Konsep ecobodyisme menjelaskan bahwa apapun yang ada di luar maupun dalam diri kita, termasuk soal tubuh dan alam adalah satu kesatuan. Kita sendiri memahami alam ini sebagai tempat tinggal manusia, dan kita memiliki tubuh sebagai wujud eksistensi. Sehingga diri sebagai yang bertubuh dengan alam yang ada adalah kesatuan secara alamiah, bukan kita yang membangun nya.

Dalam sejarah panjang, Alam semesta tercipta dengan segala bentuk keunikannya. Manusia tahu itu, tetapi tidak secara utuh otak mereka mencerna. Segala bentuk ketahuan atas alam semesta manusia sedikit mengulik. Tetapi, pada akhirnya semua hanya sebatas hipotesis, bahkan dasar yang mereka katakan objektif dari sarana pengetahuan ilmiah didepankan. 

Jauh dari itu semua, kebingungan terjadi atas pertanyaan. Apakah benar kita hanya satu spesies yang paling istimewa dialam semesta ini, dan apakah ada spesies yang ada di luar kita?. Tentu pertanyaan ini tidak asing dikalangan ilmuwan, pemikir dan astronom. 

Mereka dengan percayanya berlomba-lomba menjustifikasi dengan argumen masing-masing mengenai kehidupan yang lain selain di planet bumi. Argumen mereka memang akan terdengar kuat dan pemberani, disaat diksi diretorik, disaat bukti mulai dipresentasikan. Entah dari mana perbedaan selalu dimunculkan. Tidak ada kesepakatan yang sama, semua memiliki argumentasi atas apakah alam semesta ini hanya milik kita saja?. 

Bagi setiap individu, manusia memang mahluk spesial. Mereka selalu memahami titik tertinggi kesadaran, tetapi kesadaran yang diartikulasi disini tak lain dari pemahaman pencercapan pada yang diketahui. Akal manusia memang bisa menerima sensibilitas atas keingintahuan. Akan tetapi, pada prosesnya semua berakhir pada hipotesis sebagai output. Mamusia adalah ruang isi yang mencoba untuk mengenali keberadaan nya. Bahwa sejak awal tidak ada yang terpisah, semua menyatu tanpa di persatukan, baik itu soal manusia sebagai subjek, tubuhnya maupun soal alam semesta. 

Jika demikian, dunia yang ditinggali manusia hari ini adalah dunia yang bisa menjadi satu kemungkinan besar dari dunia yang lain ada di alam semesta. Akan tetapi ini bagian variabel hipotesis yang bisa saja tidak diterima dan bisa juga diterima. Akan tetapi, kemungkinan atas yang lain terbuka lebar. Apakah alam semesta ini tercipta khusus untuk manusia atau tidak?. 

Manusia mungkin adalah mahkluk spesial, akan tetapi kita tidak mengetahui ada apa yang sebenarnya terjadi pada alam semesta kita. Apakah yang terjadi sebelum big bang 13,8 milyar tahun yang lalu?, dan bagaimana alam semesta ini membuat kita eksis disini, bahkan mengadakan dunia dan seisinya?. 

Tentu pertanyaan ini sekaligus menjadi kerumitan pada ilmuwan hingga saat ini. Mereka punya dalil kecil pada pencarian yang cukup panjang mengenai tatanan alam semesta, akan tetapi ketika mereka duduk manis sembari ditemani minum kopi. Mereka mulai bertanya, ada apa diluar sana sebenar nya?. 

Kebingungan ini menjadi langkah pasti, banyak penemuan hingga kini yang kita dapatkan dialam semesta. Bahkan itu kemungkinan sebagian kecil dan sangat kecil dari pengetahuan kita terhadap alam semesta. Bisa saja bumi yang kita tinggali hari ini adalah sebagian planet yang eksis untuk ditinggali. Dan diluar sana mereka entah disebut apa ada dan mengawasi kita. Benar atau Tidaknya bisa menjadi opsi tetapi tidak bisa dianggap sebagai alternatif kebenaran. Sebab seperti diterangkan bahwa objektif nya sebuah kebenaran ketika apa yang diketahui bisa diterima dengan metodologi maupun metanarasi (tetapi tetap saja menjadi problem atas kebenaran ini). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun