Kecemasan muncul dari pengetahuan yang sekedar, tidak mampu menembus semua pertanyaan yang ada di kepala. Pertanyaan tersebut hanya sampai pada dinding Kepenasaran, tidak sampai pada bagian dalam nya. Manusia tidak tahu sampai titik mana ia melihat sisi tersebut, bahkan rasa tidak peduli pun rasanya sudah melekat sejak mereka terdogma pada sebuah konstitusi ideologis, doktrin dan kepentingan baku lainnya.Â
Kecemasan selalu eksis pada tatanan itu, bahkan tidak ditemukan kebenaran sejauh ia di ketahui dan di pertahankan. Perlu di pertegas kembali bahwa kecemasan adalah antek dari pengetahuan yang tidak di capai, kecemasan yang dialami oleh setiap orang pun berbeda-beda.Â
Tentang bagaimana kecemasan seorang laki-laki yang di tinggal selingkuh oleh pacarnya, tentang kecemasan seorang bapak yang belum mendapat kan penghasilan untuk makan keluarganya, tentang kecemasan seorang pejabat publik yang tidak mampu mewujudkan visi misi atau kepentingan nya, dan bahkan tentang seorang ilmuwan yang mati penasaran pada kajian risetnya.Â
Semua kepenasaranan yang dijelaskan di muka tadi bentuk dari kecemasan yang berstrata tertentu. Dalam bagian yang lebih partikular dalam kajian singkat ini, akan di bedah dengan pisau singkat tentang bagian akhir dari kecemasan dan kepenasaranan seorang ilmuwan atas riset dan teorinya.Â
BAGAIMANA ARTINYA?Â
Ilmuwan adalah orang-orang yang memiliki kemampuan untuk membedah ilmu pengetahuan dengan cara logis, sistematis dan terstruktur dengan buku panduan ilmiah. Para ilmuwan selalu berasaskan pada dasar rasionalisme sebagai spekulasi dan keberangkatan untuk mempertanyakan segala hal, kemudian asas kedua berupa pengalaman seorang ilmuwan yang disebut sebagai empiris, sebuah trik menjalankan program ilmu pengetahuan ilmiah dengan melihat, mengamati, bahkan menganalisis fenomena menggunakan alat indera maupun alat bantu secara langsung.Â
Para ilmuwan selalu berangkat pada berbagai pertanyaan yang cenderung realistik, meskipun banyak misteri yang tidak bisa di pecahkan oleh para ilmuwan hingga hari ini. Salah satunya ialah mengenai pengetahuan kuantum berupa fisika kuantum yang membahas soal partikel super atomik. Tentu para ilmuwan memperdebatkan banyak hal didalamnya, sampai-sampai tidak ditemukan titik jawaban yang memuaskan.Â
Setiap ilmuwan keras kepala pada teori mereka masing-masing, tentang semua yang ada di dunia mampu untuk dikenali, sejauh ia dicari. Berbeda dengan yang lain, tentang keberadaan semua pengetahuan didunia tidak secara total dikenali karena sebuah keterbatasan. Sebenarnya dua pandangan berbeda ini berada pada titik satu pertemuan yang singkat untuk di atasi, berupa waktu dan fasilitas nya, yakni apapun yang belum dikenali manusia sejauh ini soal waktu saja yang dinanti, karena pada faktanya waktu mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia hingga detik ini. Begitupun soal fasilitas yang dimiliki manusia, ketika mereka menciptakan alat canggih, mereka berada pada titik dimana yang tak dikenali menjadu teridentifikasi.Â
Dua fase di sebelumnya inilah menjadi kecemasan para ilmuwan, bahkan mereka selalu berusaha menemukan jawaban di celah ketidaktahuan. Dengan prinsip dasar mempertahankan kebenaran yang lama, selagi belum terbantahkan (baca prinsip falsifikasi karl Popper). Kecemasan para ilmuwan atas teori nya terbentuk dengan lapisan yang lain, artinya bahwa ilmuwan tidak pernah memecahkan jawaban secara seluruh dari teorinya, melainkan mereka menjawab pertanyaan teori mereka dengan beberapa hal yang bisa mereka capai, sisa dari bagian yang lain menjadi misteri dan akan menjadi PR berat para ilmuwan lain  atau dirinya untuk menjawab.Â
Semisal nya soal alam semesta, dimana banyak para ilmuwan menemukan planet di alam galaxy ini, bahkan mereka memberikan nama dengan sebutan yang begitu unik dari bagaimana bentuk ataupun keunikan lainnya. Namun pada sisi lain, tidak semua planet yang ditemukan dan dinamain dikenali secara lebih dalam. Selalu ada pertanyaan besar yang bermunculan. Adapun contoh lain dari teori para ilmuwan tentang takdir yang mereka amati dan analisis dari gen individu. Namun sisi lain, ilmuwan tidak menemukan kebenaran yang paling kuat, melainkan mereka mengutamakan jawaban yang diketahui dengan sistem ilmiah, meskipun suatu saat nanti salah, maka yang dilakukan oleh ilmuwan adalah memperbaiki dan memberikan pengulangan kebenaran baru.Â