Mohon tunggu...
WAHYU TRISNO AJI
WAHYU TRISNO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Selalu sehat para kaum berfikir

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Amor Fati dan Bunuh Diri

18 Februari 2023   14:36 Diperbarui: 18 Februari 2023   14:40 925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita hidup di dunia yang penuh akan warna. Kita tak mungkin bisa menyamakan warna hidup yang dipilih, namun kita bisa mencintai warna yang kita pilih sendiri. Kehidupan penuh akan tantangan dan sebaliknya, kehidupan pula penuh dengan kebahagiaan. Semua itu, merupakan pilihan dari setiap kita. Takdir hadir sebagai satu ketetapan, bagaimana seharusnya kita hidup sesuai dengan takdir yang Tuhan tetapkan. 

Tapi kadangkala, kita merasa bahwa takdir yang kita hadapi sangat berat, bahkan kita pesimis pada takdir milik kita dalam kehidupan. Merasa bahwa kehidupan yang dijalani tak mampu kita hadapi. Bahkan, kita lebih memilih untuk menyerah daripada memperjuangkan kehidupan yang layak untuk kita bahagaikan. Terus mencoba untuk bahagia, namun selalu saja ujung pada hasil nya adalah kesia-sia an. Kekecewaan dan juga penderitaan menjadi hasil yang dibuahinya. 

Jika mengutip perkataan filosof yunani, yakni Socrates. Ia pernah berkata bahwa "hidup yang tak pernah di Uji, tidak selayaknya di hidupi". Jika memanipuasi kata, Ini juga akan sama dengan perkataan bahwa "hidup yang dicintai, sangat pantas untuk dihidupi". Dengan kata lain, hidup yang penuh akan warna perlu kita warnai dengan cinta. Jika penderitaan datang tanpa henti, silih berganti. Merasa hidup yang dijalani hanya sebuah penderitaan, maka kita tidak membutuhkan akhir penderitaan pula, seperti memilih bunuh diri. Akan tetapi, kita bisa memilih mencintai hidup, seperti mencintai takdir yang disebut nya sebagai amor fati, yang membawa kita pada akhir bahagia. 

HIDUP DAN BUNUH DIRI

Beberapa orang yang hidup di dunia ini merasa bahwa hidup yang mereka jalani terlalu berat . Sebagian juga merasa bahwa hidup mereka berjalan dengan lancar-lancar saja. Ada yang menemukan makna hidup dalam setiap perjalanan, ada yang hanya menemukan tujuan hidup, tetapi tidak dengan maknanya. Bahkan, ada yang menemukan dan menyadari takdirnya, sehingga mereka mencintai takdir itu,dengan kata lain mencintai takdir (Amor fati). 

Namun, sebagian orang yang merasa bahwa hidup itu penuh dengan ujian, penderitaan tak mampu mereka hidupi. Mereka merasa bahwa dunia tak pernah berpihak kepada mereka. Setiap kali, mereka berfikir bahwa diri nya dikutuk oleh kehidupan untuk merasakan penderitaan. Seperti halnya takdir mereka miskin, menjadi beban keluarga, pengganguran, ataupun putus cinta. 

Dalam garis besar yang di tarik disini adalah penderitaan selalu menjadi teman sang kehidupan. Menginjak kaki di bumi sebagai seseorang yang ditakdirkan untuk dikasihani. Hidup yang dihidupi terasa bagai sebuah tantangan yang berisi kutukan penderitaan. Merasa bahwa hidup yang dilayaki, tidak pantas untuk mereka. Hingga satu jalan yang dipilih, yakni bunuh diri. 

Bunuh diri merupakan cara melepaskan beban dunia dengan menghilangkan nyawa sendiri. Merasa bahwa hidupnya sudah tiada arti. Dunia tak lagi mentakdirkan dirinya untuk ikut serta bahagia, menikmati sedikit nikmat bahagia. Namun, yang didapatkan hanyalah kesengsaraan dan penderitaan. Hingga pada ujungnya, pemikiran pesimis dan burung sangka pada takdir menjadi bayangan utama. Pada akhirnya, bunuh diri merupakan opsi untuk menyelamatkan diri dari dunia yang tak memberikan sepeserpun kebahagiaan. 

Bunuh diri memberikan setiap orang satu solusi buruk, merusak tubuh bahkan tak lagi merasakan hidup. Memilih bunuh diri merupakan solusi yang dibilang "tidak ngotak". Tidak ada dasar apapun yang memperoleh bunuh diri. Apalagi alasan bunuh diri adalah karena dunia tak berpihak pada kita. Bahkan, kita yang merasa memilih bunuh diri adalah opsi terbaik sudah sepantas nya perlu di rehabilitasi. Perlu diberikan sedikit, atau bahkan perbanyak pengetahuan tentang dunia ini. Memang, kita bukan orang penting jika kita tiada. jikapun kita bunuh diri, seisi dunia tak akan menangisi kita. Namun, kita adalah kita, tubuh kita adalah tubuh kita, dan hidup kita adalah hidup kita. Kita mencintai tubuh kita dan hidup adalah bagaimana kita mencintai orang lain. Tak ingin melukai orang lain yang kita cintai adalah cara kita membahagiakan orang lain. Sebenarnya, setiap diri memiliki tupoksi dan porsi bahagia yang sama, dalam arti bahwa setiap manusia penting di tempat yang tepat dan di saat yang tepat. 

Jika sejauh ini kita tak mampu berfikir seperti itu, yang di fikirkan hanyalah dunia adalah tempat kita dikutuk untuk menderita, bahkan memilih bunuh diri adalah solusinya. Maka yang perlu kita bunuh pertama kalinya bukan kita menghilangkan nyawa. Tapi ketidakpercayaan kita pada hidup, pesimisme kita pada takdir, dan perilaku kita pada akhir usaha. Itulah yang perlu dibunuh pertama kalinya. Kita perlu berusaha semaksimal mungkin melakukannya, membunuh segala hal negatif pada diri kita. Bunuh diri seperti menghilangkan nyawa tidak mengurangi atau menghapus masalah, tetapi menambah masalah. Karena, kita merepotkan orang lain secara sengaja dalam keadaan kita tak bisa apa apa (mati). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun