Rapuhhh.
Sepotong rindu dalam cengkaraman malu..
Ia tak lagi bersanding dalam kenangan.
Tak juga bersinggah pada harapan lansia...
Kau bebal dan banyak sangkal..
Setiap aba-abaku kau tak lagi peduli..
Langkah aksara pula kau samakan dengan perih..
Ia tak mendidih, namun bekasnya tak lekas pulih.Â
Kuberitahu wahai pencandu yang duduk di pojok sunyi...
Bahwasanya cintamu sudah mati setelah merindu yang tak ditepati...
Ia tidak sekedar berduka, tetapi menghadirkan luka lama yang tak ingin ku ingat kembali..
Yahhh... Inilah candumu...
Bebal yang tak berarti apa apa lagi..
Aku tak yakin kau bisa melukis luka lama dengan cara badut mu..
Aku sudah terbiasa akan kisah rinduku yang keras untuk memilikimu.
Dayaku tertahan.
Mataku menatap sinis...
Jiwaku merayu...
Bibirku membisu.
Kau tatap aku dengan kesungguhan...
Aku hingga lupa. Bahwa dukaku yang lama sudah sembuh secepat kau berikan aku warna.
Konon...
Rapuh akan mengisahkan pemakaman rindu yang tersesat....
Diombang-ambing dalam derasnya harapan.
Sekarang pun, ia bersemayam pada rindu tak lagi massa peduli..
Namun, ia kembali dengan langkah yang sama seperti kemarin..
Duka yang larut kini menjadi sejuta tawa tak terhenti...
Ini adalah bebalku dan tentangmu "waktu yang belum sempat kau abaikan, kini menjadi kisah yang menghangatkan"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H