Mohon tunggu...
WAHYU TRISNO AJI
WAHYU TRISNO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Selalu sehat para kaum berfikir

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kritisisme Immanuel Kant: Damainya Akal dan Inderawi Manusia

16 Maret 2022   15:50 Diperbarui: 16 Maret 2022   15:53 3251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Falsafah Kita

"kemampuan manusia mengalami perkembangan sangat pesat jika interpretasi yang di lakukan oleh setiap individual mampu di ekspresikan. Pembuktiannya secara empirisme maupun rasionalisme sudah mengalami pergolakan yang cukup panjang dan rumit, dan kini tinggal manusia saja yang berindependensi untuk memutuskan Secara kritisisme harus apa yang di lakukan, apa yang di harapkan dan apa yang di ketahui. Untuk itu berfikir secara terstruktur di perlukan dengan harapan basis kritisisme mampu mengakomodir kongnitif setiap manusia sendiri sapare aude (beranilahuntuk tahu)"

Perkembangan pengetahuan manusia setiap saat terus berubah secara evolusi, dengan perkembangan tersebut manusia mampu menciptakan segala hal dengan bentuk-bentuk apa yang mereka pahami dan apa yang mereka ketahui yang kemudian dijadikan sebuah ilmu pengetahuan. Jikapun di zaman dahulu manusia mengadakan mitos sebagai salah satu bentuk sentral yang mereka percaya sebagai sebuah keyakinan, maka di era modernisasi hingga sekarang kepercayaan terhadap mitos mulai di marjinalisasi dan diganti dengan pemikiran yang rasional, empirisme, akuntabel, kritis dan kebenarannya tersebut bersifat universalitas.

Yang didalamnya bahwa pemikiran manusia mampu menembus segala aspek kehidupan yang berarti bahwa manusia mencapai kemampuan dirinya sebagai makhluk berfikir. Pembentukan seperti itu membuat manusia menjadi lebih hidup(eksistensial) dan mandiri secara otoritas sebagai makhluk yang berkesadaran tinggi. Bagaimana pembentukan ide dalam sebuah gagasan atau pun Bagaimana pengalaman pengalaman manusia berhasil menembus realitas merupakan sebuah pencapaian yang besar yang hingga kini masih dipertahankan. Jika makhluk seperti manusia bisa mencapai Bagaimana aspek-aspek yang ada di dunia realitas bisa direalisasikan, maka bisa saja manusia mencari tahu bagaimana asal-usul mereka secara logis dan bisa dipertanggungjawabkan dalam bentuk ilmu pengetahuan.

Berkat modernitas manusia mampu menemukannya sebagai latar belakang manusia bergerak sebagai makhluk yang kesadaran dan berakal, di era Yunani barulah manusia memahami Bagaimana pergerakan dan asal usul dari alam semesta yang disebut sebagai kosmosentris( pemahaman seperti ini berfokus sebagai Bagaimana manusia memahami realitas alam semesta ini sebagai bentuk kenyataan dan realitas yang harus di pahami dengan implementasi kecontohan bahan dasarnya), yang kemudian berdinamika di era Yunani klasik berfokus kepada antroposentris (di mana dalam hal ini pusat dari ilmu pengetahuan disebut berfokus pada manusia yang sebagai bahan-bahan sebuah being, dan sebuah kebenaran bisa dicapai jika manusia mampu mendeskripsikan secara general apa yang mereka sampaikan di depan publik dan dipertanggungjawabkan jika terjadi kontroversi). 

Kemudian manusia terus mengembangkan bagaimana ide-ide mereka itu dimanfaatkan yang kemudian ide tersebut disampaikan melalui dua mazhab yang bertarung di zamannya, di antaranya rasionalisme sebagai bentuk penegakan Bagaimana sebuah realitas dilihat dari rasio atau akal sebagai bentuk pembenaran, dan kemudian aliran empirisme sebagai bentuk Bagaimana sebuah kebenaran itu ditemukan melalui pengalaman-pengalaman indrawi yang dimiliki oleh manusia sendiri. 

Dua mazhab ini sering jadi pertengkaran di eranya yang kemudian melahirkan banyak sekali pendapat dan argumentasi yang membuat manusia semakin berpikir apakah distensi antara dua perbedaan tersebut tetap terpecah satu sama lain. Yang sehingga pergolakan ilmu pengetahuan berkembang pesat dan ada pihak yang ingin melihat bagaimana empirisme dan rasionalisme bisa di pertemukan dalam satu sintesis yang nantinya bisa menjadi sebuah ide yang sangat besar. 

KANTIANISME DAN KRITISISME DALAM SINTETIS EMPIRISME DAN RASIONALISME 

Pengalaman dan rasio manusia merupakan instrumentasi yang digunakan secara independensi oleh manusia dengan berbagai opini dan wacana yang dituliskan yang bersifat persuasif. Karakter seperti ini merupakan ciri khas dari modernitas yang kemudian membentuk manusia dengan memahami bahwa manusialah yang mampu menemukan kebenaran universalitas tersebut. Namun dibalik itu semua munculnya problematika bahwa rasionalisme dan empirisme memiliki kekurangan dan kelebihan yang kemudian saling mengeksistensikan keadaan satu sama lain. Sehingga baik itu rasionalisme maupun empirisme dipandang sebagai perspektif distingsi dan terdistorsi dikarenakan perbedaan pendapat dan perbedaan pemahaman.

Dalam hal inilah muncul sebuah aliran yang menyatukan antara aliran empirisme dan rasionalisme ini, Aliran yang besar tersebut disebut sebagai aliran kritisisme yang dikembangkan oleh filsuf besar jerman yang bernama Immanuel kant.

Immanuel Kant (22 April 1724 -- 12 Februari 1804) adalah seorang tokoh filsafat di Jerman pada Abad Pencerahan yang lahir membawa perubahan besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang dipelajari hingga kini. Ia merupakan salah satu tokoh Abad Pencerahan pada abad ke-18 yang mengandalkan penggunaan akal dalam pengembangan ilmu dan pengetahuan, yang kemudian dengan inilah pengembangan ilmu pengetahuan kemudian dipermudah oleh kant demi kemaslahatan bersama. Dalam sejarah filsafat modern, pemikiran Kant sebagian besar mengkritik tentang metafisika tradisional. Kant meyakini bahwa filsafat merupakan ilmu pokok dan sumber segala pengetahuan. Sesuai perannya, filsafat dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan manusia yang paling utama.Dalam kajian filsafatnya, ia membagi persoalan menjadi empat, yaitu metafisika, agama, etika dan antropologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun