Mohon tunggu...
wahyu aji
wahyu aji Mohon Tunggu... -

seorang pembelajar, pekerja, sekaligus praktisi di bidang komunikasi dan sosial. juga, seorang suami dan ayah Satria :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menampar OMNI

10 Desember 2009   13:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:59 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa hari lalu, gugatan RS Omni International atas Prita dimenangkan oleh pengadilan. Prita dinyatakan bersalah, dan harus membayar denda Rp 204 juta. Otomatis bersihkah nama Omni setelah itu? (karena tuntutan Omni adalah pencemaran nama baik). Ternyata sangat sebaliknya: citra publik berbanding terbalik dengan gemilangnya kemenangan di pengadilan. Menyedihkan.

Tidak habis pikir apa yang ada di "benak" pihak Omni ketika merespon keluhan dengan gugatan, tapi kini semuanya telah menjadi besar dan liar. Omni bisa mengendalikannya secara hukum, tapi opini publik .. mereka harus menelan pil amat sangat pahit.

Mudah-mudahan bisa untuk pelajaran kita semua. Ada langkah-langkah Omni yang saya kira salah dari mula, beberapanya ialah:

1. Ketika keluhan Prita masih berupa komplain seorang pelanggan/pasien kepada perusahaan/RS, Omni tidak menerapkan "complaint handling system" yang rapih dan cekatan. Dari kronologis kejadian yang beredar, alih-alih langsung mendapatkan data-data yang diminta oleh pasien, keluhan pasien harus terbentur dengan berbagai pernyataan dan keterangan dari pihak RS yang memakan waktu, bahkan dioper-oper. Artinya, keluhan tidak terlesaikan dengan cepat, sehingga komplain tersebut akhirnya menjadi keluhan terbuka.

2. Ketika keluhan sudah menjadi terbuka dan menyebar, Omni memilih cara "management crisis" yang - menurut saya - kacau. Omni membalas email dengan sebuah iklan di koran nasional besar-besar. Niatnya mungkin benar, untuk klarifikasi. Tetapi dengan mengiklan melalui media untuk menanggapi keluhan pasien, sangat memungkinkan dari yang semula hanya puluhan (atau ratusan) yang tahu, kini yang mengetahui menjadi ribuan, bahkan jutaan. Apalagi "script writer" Omni untuk iklan klarifikasi tersebut suka dengan pilihan kata menantang dan berseberangan dengan pihak pasien.

3. Terjadi kesalahan berpikir mendasar, yaitu menganggap komplain sebagai pencemaran nama baik. Sehingga penanganannya pun menjadi kacau. Omni dan pasien menjadi dua pihak yang sedang bermusuhan, bukannya dua pihak yang berusaha duduk berdampingan untuk menyepakati solusi bersama (prinsip penanganan komplain adalah: menemukan solusi bersama, karena kedua pihak sebenarnya sedang sama-sama memiliki masalah)

4. Ketika kasusnya bergulir menjadi opini, Omni kukuh dengan pendiriannya untuk memilih jalur hukum, alih-alih memilih cara-cara Public Relations secara lebih intensif.

Dan keempat kesalahan tersebut lengkaplah sudah bagi Omni. Ia mendapatkan apa yang dimauinya, yaitu memenangi kasus komplain (pencemaran nama baik) ini di muka hukum.

Dan akibatnya, bukan hanya Prita, tapi publik menampar balik Omni dengan keras ..... dengan melempar Rp 204 juta recehan koin (kira-kira akan seberat 6 ton) untuk Omni, yang dikumpulkan oleh jutaan masyarakat Indonesia. Kira-kira beginilah ejekan masyarakat: "Nih, kami bayar denda Prita, tapi kalian hitung sendiri semua koin ini". Orang jawa bilang: nylekit tenan. ***

* Fuih ... padahal awalnya yang tahu kejadian Prita ini hanya beberapa orang saja, dan kini?
** tanpa mengurangi rasa hormat dan menghargai beberapa teman baik saya di lingkungan Omni, ini hanya sebuah saran dan evaluasi, semoga bisa menjadi pelajaran untuk kita semua ketika berhadapan dengan komplain, atau masalah yang lebih besar lagi: yaitu publik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun