Pemilu 2024 tinggal menghitung hari, ada yang berbeda di pemilu kali ini dibandingkan dengan 2019 lalu. Anak muda atau biasa disebut Gen Z menjadi komoditas yang paling laris digembar-gemborkan oleh ketiga pasangan capres dan cawapres. Dari banyaknya kontroversi, intrik, maupun gimick politik akhir-akhir ini ketiga pasangan capres cawapres sepakat tentang keterlibatan anak muda.
Banyak opini bahwa keterlibatan anak muda diawali dengan majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres dari Prabowo Subianto, majunya Gibran dianggap sebagai implementasi dan sikap politik dari koalisi Indonesia Maju untuk mendorong transformasi kepemimpinan dan keterlibatan anak muda dalam kontentasi pemilu 2024. Tapi, apakah benar demikian? Apakah Gibran merupakan perwujudan dari anak muda kebanyakan di Indonesia? Terlalu gegabah jika kita sebagai Gen Z menyepakati opini tersebut.
Kisi-kisi mengenai keterlibatan dan komoditas anak muda pada kontentasi pemilu 2024 sudah diberikan sebelumnya oleh August Mellaz yang merupakan anggota komisi pemilihan umum (KPU) RI pada februari 2023, dalam pernyataanya beliau mengucapkan bahwa dalam pemilu 2024 anak muda mendominasi dalam hak pilih. "Kalau kita lihat proporsinya antara usia 15 tahun yang mungkin nanti menjadi pemilih pemula (berusia 17 tahun) pada saat 2024 sampai dengan usia 39 tahun hingga 40 tahun, itu proporsinya sekitar 53 sampai 55 persen atau 107 juta, hampir 107-108 juta dari total jumlah pemilih di Indonesia," ujar Mellaz. Dengan fakta ini, maju tidaknya Gibran dalam kontentasi pemilu 2024 tidak mempengaruhi keterlibatan anak muda pada pemilu kali ini. Para calon capres maupun cawapres akan tetap melibatkan anak muda dalam visi maupun misinya. Sebuah keniscayaan bahwa suara gen z adalah suara Tuhan.
Gimmick pemilu 2024 menjadi lebih seru karena setiap pasangan capres cawapresnya mencoba mendekatkan diri dengan anak muda. Namun, apakah Gen Z hanya menilai gimmick? Mungkin iya, mungkin tidak. Akhir-akhir ini banyak opini mengenai anak muda yang tidak terlalu suka politik. Tapi bukan berarti Gen Z ini hanya tinggal diam dan menjadi penonton ketika generasinya diperjualbelikan di panggung-panggung kampanye, di forum-forum debat, dan tentu di media media sosial.
Kita sebagai kaum muda, sebagai suara Tuhan harus bisa menghargai diri kita dalam pemilu kali ini. Yang pertama, kita harus meninjau dan kepo terhadap para pasangan capres cawapres dalam pemilu ini. Latar belakang, pengalaman masalalu, dan prestasi maupun tinta merah para pasangan capres cawapres menjadi pegangan dasar untuk Gen Z dalam menentukan hak pilihnya. Kemudian kita harus mendalami visi misi para calon sebagai gambaran Indonesia 5 tahun kedepan. Setidaknya dengan itu kita bisa menghargai diri kita, menghargai suara kita, dan menghargai generasi kita.
Maka jadilah pemilih yang rasional untuk menentukan bangsa kita kedepan, sebuah kerugian ketika kita hanyut dengan tren tren politik yang tidak rasional, yang hanya memanfaatkan ketidaksadaran kita terhadap politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H